CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Prof DR Alyasa`: Kita Harus Jalan Kaki agar Sehat

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 674
Jumat, 31 Oktober 2014
Featured Image

[Banda Aceh | Muhammad Yakub YahyaAlkisah, awal mula terjadi Perang Khandaq (perang parit, karena di sekitar gerbang Madinah digali parit), terjadi saat musuh Nabi Muhammad Saw mau menyerang Madinah. Khandaq bermakna parit.

Populasi Madinah kala itu, sekitar 10 ribu atau 15 ribu, yang sebagiannya (lima ribuan) ialah laki-laki dewasa, yang wajib diajak perang, yang melindungi perempuan dan anak-anak.

Demikian awal isi khutbah Jumat, dari salah satu putra Aceh Tengah (Bener Meriah) ini, setelah membaca rukun-rukun khutbah pertama, pada awal tahun 1436 H (siang 7 Muharram) itu.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Maha Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah:216), kutip khatib, yang juga Guru Besar bidang Ushul itu, dalam teks ayat aslinya.

Saat itu pasukan ‘Sekutu’ musyrikin (maka disebut Al-Ahzab/sekutu atau “Perang Ahzab”), datang dari Makkah, dan dikabarkan (akan) sedang menuju Madinah. Butuh waktu sekitar 20-an hari (3 minggu untuk sampai ke Madinah), 15 abad silam. Kini, butuh beberapa jam saja Makkah-Madinah, bukan?

Kabar lamanya ketibaan musuh, dipersiapkan Nabi Saw dan sahabat dengan menggali parit (khandaq). Peran arsitek Nabi, Salman al-Farisy, besar saat itu. Konon panjang parit itu sekitar 1,5 sampai 2 km. Beberapa perbatasan kota memang gunung, jadi tak dipariti.

Dengan lebar dan dalamnya sekitar 3 sampai 4 meter, melelahkan prajurit Muslimin Madinah untuk menggalinya. Meskipun per orang dewasa dibagi kapling masing-masing, dua minggu, untuk menggalinya! Gali dan memindahkan tanah, menggali dan mengangkut tanah, yang dikerjakan kaum Muslimin selama dua minggu lebih itu. Fokus warga Madinah jadi parit, bukan kerja.

Khatib yang juga Pengurus DPW Muhammadiyah Aceh itu, juga mengutip ayat, sebelum ayat di atas, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (ujian) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam ujian) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS Al-Baqarah: 214).

Saatnya pun tiba, pasukan kafir, sekitar 15 orang datang mau menyerang. Mereka mengepung Madinah, karena melihat ada parit dalam, yang kuda pun tidak bisa ‘mengarungi’ny, maka tidak diserang Madinah.

Selama dua minggu mereka (Muslimin) di Madinah dikepung kafir. Pasokan makanan dan minuman kini habis, mencukupi untuk anak kecil dan balita. Lalu di antara mereka menanyakannya pada Nabi, ‘kapan pertolongan Allah datang’. Turunlah ayat QS 2: 214, di atas.

Pasukan musuh pun telah menipis bekalnya. Butuh puluhan onta untuk menyuap 15 ribu pasukan, bukan?

“... Sungguh pertolongan Allah itu dekat…” (ayat ini turun sekitar 'ashar). Meski belum maksimal penduduk Madinah berusaha, misal untuk dakwah dan untuk tahan banting. Dibandingkan dengan penderitaan Nabi di Makkah, sampai 3 tahun diboikot, Muslimin di Madinah hanya beberapa hari saja dikepung.

Benar, Allah 'cukup' dengan menurunkan bantuan dengan hujan, memenangkan orang Islam, Allahu akbar...

Akhirnya, malamnya hujan lebat turun. Jarang Madinah turun hujan. Musuh pun pulang dalam hujan, menurunkan tenda dan melipatnya, penduduk Madinah punselamat, tanpa usah perang, dan Musliminlah yang menang. Tak ada anak panah yang keluar, tak ada pedang yang berdarah. Pagi hari mereka heran, pengepung sudah balik ke Makkah, dengan lelahnya, dalam hujan.

Rupanya, saat hujan semalam, warga Madinah diam di rumah, kuatir jika musuh datang akan menyerang, mereka tak bakal tahu, mana kawan mana lawan, karena gelap. Sebaliknya, musuh tak bisa diam di kemah, kuatir jika warga Islam datang akan menyerang, mereka tak bakal tahu, mana kawan mana lawan, karena gelap. Angkat kaki, dan pulang menderita dalam hujan pilihan musuh Allah…

Begitulah, janji Allah, bantuan Allah memang selalu ada, kita saja yang awam menilai itu bantuan. Maka… kita memang tidak kaya, tapi Allah limpahkan energi dan prima, kita pura-pura tak sadar.

Usai membanting tulang, kita yang seharusnya sakit, tidak jadi karena kemurahan Allah, kita pun tak paham itu bantuanNya.

Kita mungkin ditolong dengan mudahnya anak kita masuk sekolah, ada beasantri. Kita saja kadang tak bersyukur, sudah ditolong dengan jalan lain.

Kita memang harus mendiami rumah kecil, yang berdesakan mertua dan ipar, atau sepupu dan kakek-nenek, tapi di sanalah kita bisa akur, karena Rahmat Allah, tapi kita tak mau tahu itu pemberian Allah.

Kita memang harus jalan kaki, beda dengan kawan yang bersepeda dan berkereta, tapi kadang Allah memberi kita sehat dengan jalan kaki, bukan dalam mobil dingin dan di atas kereta motro. Allah mengirim kita kesehatan dengan jalan kaki. Maka jalan kaki kita agar sehat.

Demikian intisari khutbah Jumat akhir bulan (31/10), bersama Prof DR Tgk H Alyasa’ Abubakar MA, Dosen Pascasarjana UIN Ar-Raniry dan mantan Kadis Syariat Islam Prov Aceh itu, di Masjid At-Taqwa Jalan KH Ahmad Dahlan. Nah... masih merasa tak dibantu Allah....? []

Tags: #
Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh