[Banda Aceh | Yakub] Tahun ini, ada Bank BRI dan Bank Muamalah yang layani jamaah haji untuk menukar duit (tuka peng), saat JCH masih di Embarkasi Haji Aceh. Penukaran uang rupiah (Rp) ke uang Saudi Arabia Riyal (SAR), dapat dilakukan di Asrama Haji atau di Arab Saudi sana.
Isi amplop itu, berasal dari calon jamaah haji, dan ‘dikembalikan’ saat pembagian dokumen (boarding, pasport,DAPIH dll), dalam Aula Jeddah, jelang pelepasan per kelompok terbang (kloter). Tiap jamaah, dapat satu amplop, yang isinya 8 lembar, dari living cost (biaya hidup di sana) itu.
“Insya Allah dengan uang sebanyak SAR 1500, sekira Rp 4-5 jutaan itu, memadai selama di Arab Saudi,” jelas Drs H Hamdan MA saat bimbingan imigrasi, kesehatan, penerbangan, dan jamaah di Aula Jeddah (aula Utama).
“Ini sepadan dengan Rp 4 jutaan lebih. Berisi uang SAR 500 sebanyak 2 lembar, sama dengan SAR 1.000. Uang SAR 100 ada 4 lembar, sama dengan SAR 400. Dan uang SAR 50 sebanyak 2 lembar, sama dengan SAR 100. Jadi totalnya SAR 1.500,” jelas Kabis Urais Binsyar Drs H Hamdan MA, yang masuk dalam PPPIH Bidang Pembimbingan bersama lainnya.
Biaya sebanyak hampir Rp 5 juta itu, biasanya mencukupi untuk hidup 40 hari di Makkah-Madidah, untuk belanja yang di luar makanan yang disajikan petugas. “Maka jangan letakkan di meja, tapi di sini…,” sambung mantan Staf Ahli Menag RI, Drs H A Rahman TB Lt, menunjukkan ke bag di dada JCH.
Kisaran besaran, tergantung kurs saat penukaran. Kurs uang Arab Saudi, misal pernah, jual: 3.855.05, kurs beli: 3.750.05. Dan kurs tengah: 3.802.55 (data sementara). Namun pernah ditulis angka Rp 4.125 per SAR di mobil bank depan Madinatul Hujjaj Asrama Haji.
Siang hari layanan dibuka, baik jamaah sudah dapat living cost maupun belum. Usai dibagi, sebagian jamaah diistirahatkan, dan ada yang keluar mengurus kurs valas (valut asing).
Soal SAR, uang Raja Arab nyan, kali ini bank BRI menyediakan living cost. Mata uang Indonesia (Rupiah) berbeda dengan mata uang Riyal. Nilai tukar Riyal dipatok tetap terhadap dollar (USD) sejak 30 tahun silam, 1 USD = 3,75 SAR, berbeda dengan Rupiah (IDR) yang tidak dipatok tetap terhadap USD.
Nilai mata uang Riyal lebih besar, 1 SAR = 2.500 IDR (tergantung fluktuasi kurs), jadi pada prinsipnya jika kurs IDR ke USD berubah maka otomatis kurs IDR ke SAR juga berubah.
Perbedaan lainnya inflasi SAR sangat rendah, dan juga jika anda menyimpan uang SAR di bank-bank Saudi anda tidak akan mendapatkan bunga, selain itu tabungan anda juga tidak akan dikurangi misalnya oleh biaya operasional bank. Beda dengan ‘di kita’, bukan?
Nominal mata uang kertas SAR terbesar adalah 500 dan nominal terkecil berupa Halala (koin), 1 SAR = 100 Halala. Sedangkan mata uang kertas terbesar IDR adalah 100 ribu.
Ada tulisan “Laa ilaha illa Allah, Wahdahu la Syarikalah”, tulisan ini membuat orang kadang kurang nyaman untuk meletakkan uang ini (satu Riyal) di dompet, kemudian dompet ditaruh di saku belakang celana, dan didudukin itu uang (tulisan), beda dengan baju Arab (thoub) yang sakunya terletak di samping. Jadi dompetnya tidak akan didudukin kalau lagi duduk.
Soal asingnya uang Arab di mata kita, wajar diingatkan, “Mohon Bapak-Ibu periksa dulu sebelum meninggalkan ruang. Komplain di luar aula tidak dilayani,” jelas Drs H Zuardi Zain, Bidang/Seksi Bimbingan Jamaah.
“Membukanya jangan di tengah, takut robek uangnya, tapi di pinggir,” pesan H Hamdan MA.
Baitul Asyi
Lain lagi dengan Baitul Asyi, yang hanya jamaah Aceh yang mendapatkannya, sejak Gubernur H Abdullah Puteh. Jamaah haji Aceh yang ke sana, sudah mendapatkan semuanya. Semua jamaah asal Aceh dibekali kupon di Asrama, bertandatangan gubernur. Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah, yang berangka ikut memonitoringnya.
Besaran dana wakaf Baitul Asyi (Rumah Aceh), warisan Teungku Habib Bugak tempo doeloe, masing-masing 1.200 Riya atau sekitar Rp 4.560.000. Pengurus Baitul Asyi menyerahkan dana itu kepada JCH per kloter.
Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Banda Aceh, Drs H Herman MSc di Kanwil, mengatakan dana Baitul Asyi yang diterima tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu, 1.500 Riyal perjamaah. Jumlah yang diberikan tahun ini sesuai dengan dana yang tersedia dan jumlah jamaah yang menerimanya. Tahun lalu, jamaah haji Aceh mendapat dana Baitul Asyi sebesar 1.500 Riyal per orang.
Baitul Asyi, tanah wakaf Aceh yang dikelola lembaga wakaf Arab Saudi. Wakaf Aceh yang disebut juga wakaf Habib Bugak ini berasal dari wakaf peninggalan Raja Aceh yang pada sekitar dua abad silam membawa hartanya ke Tanah Suci untuk membantu pembangunan Masjidil Haram dan mendirikan bangunan lainnya.
‘‘Sultan Iskandar Muda pernah datang ke Arab Saudi membawa emas dengan kapal Inggris untuk membantu membangun Masjidil Haram dan membangun rumah Aceh di Makkah untuk tempat tinggal jamaah haji Aceh,” kata salah seorang pengurus wakaf Habib Bugak Jamaluddin Affan.
Lanjutnya, wakaf ini mulai dibagikan kepada masyarakat Aceh pada 2006. “Kalau sejak 200-100 tahun sebelumnya, wakaf tersebut untuk apa, kami belum bisa menjawab. Namun, sejak wakaf ini dikelola orang yang diamanahi Pemerintah Arab Saudi kepada Syekh Bukhori, Syekh Al Munir, dan Dr Abdullah Tibaltin, baru terbuka.
Syekh Sulaiman Muhammad Noor Aarsyi menambahkan, pemberikan wakaf kepada jamaah haji Aceh ini mungkin merupakan hikmah dari musibah tsunami yang pernah melanda Bumi Serambi Makkah.
Syekh Sulaiman yang kini memimpin Maktab 32 di Raudhah mengatakan, ia sedang membuat silsilah dan sejarah wakaf tersebut. Sebab, banyak orang yang ingin tahu asal muasal wakaf ini. “Bahkan, rakyat di Indonesia sampai ada yang mempermasalahkan, kok orang Aceh dapat uang lagi di Makkah. Tetapi, akhirnya mereka tahu bahwa uang yang dibagikan kepada jamaah haji Aceh merupakan wakaf peninggalan nenek moyang orang Aceh di Makkah,” ungkap dia.Menurut dia, harta nenek moyang orang Aceh di Makkah saat ini baru sekitar tujuh gedung.
“Dari wakaf ini pernah untuk membeli rumah putra Mahkota Raja Arab Saudi yang kemudian dibangun gedung untuk jamaah haji Aceh yang memuat 5.000 orang. Namun, baru 15 tahun dibangun, gedung itu tergusur pembangunan Masjidil Haram,” kata Syekh Sulaiman. Pengelola wakaf Aceh ini, kata dia, adalah orang-orang Aceh yang datang ke Makkah secara silih berganti.
Jamaah yang berhak mendapat wakaf ini adalah jamaah haji kuota Aceh yang berangkat dari Embarkasi Banda Aceh. Pada 2006 saat pertama kali wakaf ini dibagikan kepada jamaah haji, besarannya tidak sama, berkisar 1.000-1.500 riyal bergantung jauh dekatnya pemondokan dengan Masjidil Haram. Belakangan, karena ada yang meributkan besaran uang wakaf tersebut, semua jamaah haji memperoleh uang wakaf yang sama, yakni 1.200 Riyal.
Sejak tahun lalu, besaran uang wakaf itu dinaikkan menjadi 1.500 riyal per jamaah. “Alhamdulillah, rahmat dari Allah SWT kami dapat uang wakaf Aceh sebanyak 1.500 Riyal,” puji ucap seorang jamaah haji Aceh, Ramli, penuh syukur, tahun lalu. Namun tahun ini berkurang, tapi tetap bersyuur.
Allahu akbar walillahil hamd… Selamat Idul Adha mohon maaf lahir dan batin.
[dari berbagai sumber; foto2 yakub]