Salah satu guru dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Banda Aceh mendapat kehormatan menjadi pemateri dalam Persidangan Antarbangsa Mazhab Syafi'i, yang digelar di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, pada awal Juni 2025. Kegiatan ilmiah ini mempertemukan para cendekiawan, peneliti, dan pendidik dari berbagai negara yang berafiliasi dengan Mazhab Syafi’i.

Dr. Sayuthi merupakan guru mata pelajaran fikih, yang dipercaya dan diundang untuk mempresentasikan makalah berjudul "RESOLVING INHERITANCE DISPUTES AND THEIR LEGAL IMPACT (EFFORT TO ACHIEVE PEACE THROUGH CUSTOMARY COURTS IN ACEH)".

Dalam paparannya, ia mengangkat bagaimana penyelesaian pembagian harta warisan di Aceh dalam Mazhab Syafii di Aceh dan integrasi dengan adat istiadat masyarakat setempat. Dalam menyelesaikan sengketa warisan di Aceh, masyarakat Aceh lebih dominan memilih jalur non litigasi di bawah lembaga adat. Hal ini merupakan perwujudan dari filosofis hadih maja Aceh "Pantang peudeung melintueng sarong, pantang rincong meulinteung mata, pantang ureueng ta teu'oh kawon, pantang hukom geupeukara. Demikian pandangan akhir Penulis buku “Warisan dan Islam: Membongkar Persfektif Kesetraan Gender" tentang penyelesaian sengketa waris dalam Masyarakat Aceh. 

Kepala MAN 3 Banda Aceh, Junaidi Ibas, S.Ag., M.Si, menyambut baik pencapaian ini. “Kami sangat bangga, karena ini menunjukkan bahwa guru-guru kita tidak hanya aktif di dalam kelas, tetapi juga mampu berkontribusi dalam forum ilmiah internasional,” ujarnya.

Persidangan ini tidak hanya menjadi ajang pertukaran ilmu, tetapi juga mempererat kerja sama antarnegara dalam pelestarian dan pengembangan kajian Mazhab Syafi’i yang menjadi mazhab dominan di Asia Tenggara dan membangun jaringan pemerhati warisan Islam dari pemikiran Mazhab Syafi’i di Asia Tenggara. Kehadiran guru dari Aceh juga menjadi simbol pentingnya pendidikan menengah dalam menjaga kesinambungan tradisi keilmuan Islam.