Panton Labu-KemenagNews (14/11/2012) Jika Kepala Kanwil Kemenag Aceh, Drs. H. Ibnu Sa`dan, M.Pd, di depan para santri Aceh saat Workshop Organisasi Santri 2012, mengumpamakan santri bagaikan durian, yang manakala si buah berduri itu, masih berbentuk bunga, ia tidak dipedulikan orang, manakala ia sudah besar sedikit dan mulai menusuk kaki jika diinjak, ia mulai dilirik, dan manakala ia sudah besar dan menebar bau enak, dia diincar, dijaga (dom drien), dan dibeli orang, seberapa pun mahalnya, maka Tgk. Habibi, santri Dayah Al-Ihktiyar, Panton Labu, Aceh Utara punya tamsilan lain, mari kita simak tulisan tangannya: "Menurut penelitian dan kejadian yang kita lihat bersama, mengapa seorang santri sulit dan susah sekali untuk bisa tinggal atau betah di dayah. Sebab untuk hidup di sebuah dayah itu tak ubahnya seperti biji mangga (aneuk mamplam), yang kita lemparkan ke sebuah hutan, yang mana untuk hidup biji mamplam itu harus ada yang menanam, berjunag, bertuan atau `bertuhan` untuk hidup di dalam hutan tersebut."Begitu juga dengan seorang santri yang hidup di dalam ruang yang penuh cobaan dan tantangan, apa lagi di waktu shubuh, dan waktu makan. Maka tak heran jika waktu pertama datang itu ramai, akhirnya cuma tinggal dua orang. "semoga kita semua bisa menjadi pengambil pedoman dari perumpamaan biji mangga itu... titip anak di dayah, mestinya iringi dengan siraman, pupuk, dan perhatian, agar biji mamplam bisa dipanen orang dengan buah yang amat manis," tutupnya. [tgk. habibi/yyy] [foto: Tgk. Habibi (pakai oblong, belakang tengah) dari Dayah Al-Ikhtiyar, Panton Labu, Aceh Utara, saat workshop organisasi santri di Oasis Hotel Banda Aceh (27 Okt – 1 Nov 2012)]