[Kanwil | Muhammad Yakub Yahya]  Dalam taushiah ba’da zhuhur di Mushalla Al-Ikhlash Kanwil Kemenag Aceh (16/7), Waled Bukhari ajak kita kendalikan diri dari nafsu lawwamah dan ammarah. Lalu kita menuju ke nafsu muthmainnah.

Ciri nafsu amarah ialah yang rakus dan serakah, bahkan binatang saja tidak serakus manusia. Amarah ialah nafsu kebinatangan, termasuk makan dan minum dengan tangan kiri berdiri, seperti isi ceramah Ustadz Azhar Selasa (15/7) di mushalla yang sama itu.

Ada kawan kita, yang merokok, kerja setan yang berasap itu, yang hukumnya makruh (minimal makruh merokok) dengan tangan kanan, giliran makan-minum yang mubah (hukum asal makan), ka ngon jaroe wie, kayak setan agam.

Lanjut Waled Bukhari (Drs Bukhari MA), Kabid Penais Zawa Kanwil Kemenag Aceh, bahwa puasa mendidik kita jauhi sifat dan nafsu plin-plan, milik orang munafiq itu. Orang munafiq belum tunaikan janji yang lama, janji baru dibuatnya, ditekennya.

Nafsu muthmainnah ialah nafsu yang tenang, jiwa yang tenang, isi surga, dihalau Allah Taala dengan ridha-Nya (QS Al-Fajr, akhir ayat itu).

Di sesi selanjutnya, Kabid banyak kupas ikhtilafiyah zakat fitrah, yang ketiga mazhab (Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah/Hambaliyah) menyepakati dengan beras (kasus di Aceh), bukan dengan harga. Jika dengan harga, itu sudah mazhab Hanafi, itupun bukan takaran beras, tapi makanan pokok di sana…

Senang atau tidak, Waled bilang, "Kebijakan sekarang, yang membagi kategori harga beras, bahkan beras catu, untuk fitrah, mungkin kebijakan yang entah dari mana itu, yang kurang ada dasarnnya." []

[foto: kabid penais zawa dan kabid pais kanwil duduk jelang berbuka bersama, suatu senja]