Pesantren Modern Misbahul Ulum (PMMU) merupakan salah satu pondok modern ternama di Aceh, namanya tidak asing lagi di kalangan pesantren dan juga masyarakat Aceh pada umumnya. Pesantren ini letaknya di Gampong Paloh, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Jaraknya hanya sekitar dua kilometer saja dari jalan nasional Banda Aceh-Medan.
Pesantren yang didirikan tahun 1992 itu telah berkembang pesat baik secara infrastruktur dan juga kualitas pendidikan. Jumlah murid saat ini mencapai lebih kurang 1.400 orang untuk tingkatan tsanawiyah dan aliyah.
Pengajaran di pesantren ini tidak hanya terbatas pada ilmu agama saja, namun para santri juga diajarkan untuk menguasai ilmu pengetahuan alam, pengetahuan umum dan menguasai suatu keterampilan.
Sejarah berdirinya
Pendirian Pesantren Modern Misbahul Ulum didasari oleh semangat untuk menjadikan Paloh sebagai pusat pengembangan pendidikan Islam. Bermodalkan semangat untuk mencerdaskan anak bangsa, dipelopori oleh yayasan Misbahul Ulum, tepatnya pada 26 Oktober 1992 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan pesantren oleh Wakil Gubernur Daerah Istimewa Aceh saat itu T Johan dan dihadiri oleh para ulama serta tokoh masyarakat setempat.
Kehadiran pesantren ini mendapat sambutan yang positif dari kalangan ulama dan masyarakat setempat. Lambat laun, Misbahul Ulum terus berkembang dengan sangat pesat. Pemandangan pesantren yang saat ini telah dikelilingi oleh bangunan tinggi tentunya sangat jauh berbeda dengan kondisi pesantren saat pertama kali didirikan, ruang kelas dan asrama awalnya hanya bermodalkan material seadanya.
Direktur Pesantren Modern Misbahul Ulum Ustad DR Hamdani Khalifah MA mengatakan, Misbahul Ulum mengalami peningkatan yang signifikan baik dari segi pembangunan dan pendidikan. Saat ini pihaknya terus memacu agar kualitas pengajaran mengalami peningkatan, salah satunya dengan merekrut para pengajar lulusan magister dalam negeri maupun luar negeri.
“Semua sudah bergerak, peningkatan SDM, termasuk gurunya sudah lebih sepuluh orang master yang mengajar, dulu tidak ada, kemudian selain daripada itu kita ambil 12 orang guru dari Gontor putra/putri ini untuk meningkatkan kualitas bahasa saja,” kata Hamdani.
Unggulkan Bahasa Tidak Kesampingkan Kitab Kuning
Dengan semboyan bahasa adalah mahkota pesantren. Pesantren Modern Misbahul Ulum mewajibkan setiap santri dan santriah untuk berkomunikasi menggunakan dua bahasa, Arab dan Inggris, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Untuk memastikan program bahasa berjalan dengan baik, para asatizd (jamak ustad) dibantu oleh pengurus organisasi santri akan mengawasinya dan memberikan bimbingan kepada setiap santri yang melanggar aturan.
"Unggulan kita tetap bahasa. Kalau orang lain bikin unggulan fisika silahkan, unggulan kitab kuning silahkan, tapi kita komitmen pada bahasa. Visi kita tidak sama jangan disamakan karena kita pondok modern," ujar Hamdani Khalifah saat diwawancarai Santunan.
Nah, dengan menguasai dua bahasa asing, peluang bagi para santri untuk melanjutkan pendidikan di universitas ternama di dunia terbuka lebar. Tidak jarang para santri yang telah menimba ilmu selama 6 tahun di pesantren itu kemudian melanjutkan pendidikannya di universitas-universitas ternama di dalam maupun luar negeri. Di luar negeri para alumni pesantren ini telah tersebar di Timur Tengah terutama Mesir dan juga sejumlah universitas ternama lainnya di Asia, Amerika dan juga Eropa.
"Bahkan tahun kemarin ada alumni kita yang kuliah di Cina," ujar Hamdani.
Kitab kuning yang menjadi standar pembelajaran agama di setiap dayah di Provinsi Aceh juga ikut diperkenalkan kepada para santri, tujuannya agar para santri mengetahui gambaran dari kitab kuning dan juga dapat memperdalam ilmu agama.
"Kitab kuning kita ini tidak seperti kitab kuning di salafiyah, jadi ini penguatan saja, karena sudah menjadi standar pendidikan di Aceh," ujarnya.
Di sisi lain, Hamdani mengatakan, meskipun santri diajarkan kitab kuning bermazhab Syafii, namun para santri juga diajarkan untuk bersikap moderat dengan mengakui keberadaan mazhab-mazhab lainnya sebagaimana telah menjadi komitmen dalam dunia Islam.
"Harus bersikap moderat terhadap seluruh mazhab ahlussunnah wal jamaah. Kita ahlus sunnah wal jamaah murni karena menghargai empat mazhab itu komitmen dalam dunia Islam, kalau kita persempit hanya Syafiiyah saja tidak benar," ujarnya lagi.
Pendidikan non formal untuk cegah gaptek
Di luar jam belajar formal, para santri juga disuguhkan dengan sejumlah esktrakuriler. Selain untuk menumbuh kembangkan bakat para santri, ekstrakurikuler juga membantu para santri agar betah di pesantren. Di sore hari para santri bisa memilih olahraga yang mereka minati. Olahraga yang banyak diminati santri di antaranya sepakbola, voley, takraw, basket dan juga pencak silat. Para santri juga diajarkan kesenian berupa kaligrafi, teater, melukis, tarian dan lain-lainnya.
Berkat pengajaran dan didukung bakat yang mumpuni, para santri ini sering mengikuti perlombaan tingkat daerah dan nasional dalam segala bidang terutama silat, pramuka dan juga bidang kesenian. Sebagai contoh, pada pertengahan September 2018 lalu seorang pengajar di Misbahul Ulum berhasil meraih juara dua lomba penulisan kaligrafi antar Negara ASEAN di Johor, Malaysia.
Hamdani menegaskan, untuk menghadapi perkembangan zaman para santri juga dibekali dengan pengenalan teknologi dan sains. Melalui pengajar ahli di bidangnya para santri dapat melakukan kajian di laboratorium komputer, fisika, kimia dan biologi yang telah disediakan oleh pihak pesantren.
“Sekarang kita sudah punya laboratorium IPA dalam dua tahun ini. Yang kita siapkan laboratorium IPA, kimia, fisika, biologi,” ujar Hamdani.
Tantangan Pondok Modern di Aceh
Di balik kematangan dan perkembangan Misbahul Ulum secara signifikan, Hamdani mengaku menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan yang dihadapi dalam penerapan sistem pendidikan adalah masih banyak masyarakat terutama wali murid yang belum memahami dengan baik sistem pendidikan yang diterapkan di pesantren modern.
“Dimana-mana pesantren selalu banyak tantangan, tantangan yang kita hadapi dalam menerapkan pengajaran itu sebenarnya adalah wali murid sendiri. Karena sistem belajar pesantren harus paksa, kalau tidak, tidak dapat kalau biarkan mana dapat itu,” ujarnya.
“Kita lihat anak di luar kalau tidak dipaksa-paksa hanya satu dua orang saja itu, tapi kita di pesantren begitu tamat dia sudah maksimal dari bahasa, misalnya dari 100 orang santri, 80 orang menyatakan diri mampu belajar dengan sistem kita. Kalau kita belajar di luar satu dua orang yang sukses di bidangnya, tidak ahli,”ujarnya lagi.
Tantangan lainnya yang sering dihadapi menurut Hamdani adalah fitnah keji yang disebarkan oleh kelompok tertentu untuk menjatuh martabat pesantren modern di Aceh.
“Terlalu banyak fitnah, pondok modern itu Wahabi kan gawat, ini yang terjadi adalah kedengkian tidak mau orang melihat kita berjaya, maka dicongkel ke bawah itu dengan statetement-statement yang menurut masyarakat salah paling cepat itu Wahabi,” ujarnya.
Dengan segala tantangan yang dihadapi, Pesantren Modern Misbahul Ulum akan terus berkontribusi untuk memberikan yang terbaik bagi umat dan bangsa, Insya Allah. [ Wildan / Majalah Santunan Edisi 3 2018].