Madinah - Masjid Nabawi, Madinah, merupakan salah satu masjid yang menggelar salat gerhana matahari total pada hari akhir tahun 144 H, Senin (4/11) pukul 16.45 WAS (pukul 20.45 WIB).
Pantauan di Masjid yang dahulu rumah Nabi Muhammad SAW itu, hampir seluruh jamaah mengikuti jalannya salat gerhana. Namun salat yang digelar dua rakat itu berlangsung hingga 45 menit.
Imam masjid Nabawi membacakan ayat yang cukup panjang, sehingga salat dengan empat ruku tersebut berlangsung lama. Usai menggelar salat, imam kemudian memberikan khutbahnya selama 10 menit.
Tidak berselang lama, salat Maghrib pun masuk. Bilal kemudian mengumandangkan azan maghrib. Jamaah Indonesia dan jamaah lainnya kemudian melanjutkan dengan salat Maghrib.
Sementara itu, salat gerhana juga digelar di Masjidil Haram. Imam dan khatib Syeikh Dr Kholid bin Ali Al-Ghamidi membacakan surat Yaasin. Di tengah pelaksanaan salat, imam sempat berhenti sejenak karena meneteskan air mata.
Dengan penghayatan tinggi, imam berulangkali menangis dan terputus-putus saat membacaankan surat tersebut. Tak urung banyak juga jamaah yang ikut menangis.
Di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh jika gerhana melanda Aceh, juga kita menunaikannya. Hukumnya adalah sunnah muakkad menurut kesepakatan ulama, berdasarkan dalil sunnah yang tsabit dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Ditunaikan sejak dimulai gerhana sampai akhirnya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Maka apabila engkau melihatnya –yaitu gerhana tersebut- maka shalatlah” (Muttafaqun alaihi).
Dia shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaan –menurut pendapat ulama yang benar-
2. Dia membaca surat Al-fatihah dan surat yang panjang seperti surat Al-Baqarah atau yang seukuran
3. Lalu dia ruku’ dengan ruku’ yang panjang.
4. Setelah itu dia mengangkat kepalanya dari ruku dan membaca
“Sami’ Allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu”
5. Lalu dia kembali membaca Al-Fatihah dan surat panjang yang lebih pendek dari surat pertama, seukuran Ali Imran.
6. Kemudian dia ruku’ dengan waktu ruku’ lebih pendek dari waktu ruku’ pertama.
7. Setelah itu dia angkat kepalanya dari ruku’ dan membaca,
“Sami’ Allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu, hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiihi, mil’as samaai wa mil’al ardhi. Wa mil’a ma syi’ta min syai’in ba’du”
8. Lalu dia sujud dengan dua sujud yang panjang
9. Dia tidak panjangkan duduk di antara dua sujudnya
10. Kemudian dia kerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama dengan dua ruku dan dua sujud yang panjang.
11. Lalu dia bertasyahud, dan
12. Salam
Ini adalah sifat salat gerhana sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan dari banyak jalan, di antaranya dari dua shahih (Shahih Al-Bukhari dan Muslim, lihat Al-Bukhari no. 1046, dan Muslim 2088)
- Disunnahkan untuk melaksanakannya secara berjamaah sebagaimana yang dilakukan rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Boleh pula dilaksanakan sendiri sebagaimana shalat sunnah lainnya, namun melakukannya secara berjamaah lebih afdhal.
- Disunnahkan pula untuk memberikan nasehat kepada jama’ah setelah shalat, memperingatkan mereka dari berbagai kelalaian dan memerintahkan mereka untuk memperbanyak doa dan istighfar.
- Apabila gerhana masih berlangsung setelah shalat selesai, maka hendaklah berdzikir kepada Allah dan berdoa sampai gerhana berakhir, dan tidak mengulang shalat. (Dan dalam hadits diperintahkan pula untuk bershadaqah).
- Apabila gerhana selesai dan dia masih shalat hendaknya dia sempurnakan shalatnya dengan khafifah (dipercepat), tidak berhenti shalat begitu saja..
Demikianlah beberapa point yang bias diperoleh dari pembahasan Syaikh Shalih bin Fauzan, Semoga bisa bermanfaat. Lebih lanjut simak Mulakhas Fiqhi, DR. Shalih bin Fauzan, Darul Ashomah Riyadh. [yakub/kemenag.go.id/kaahil.wordpress.com/okezone]
[gamba: kloter 3 asal aceh masuki asrama haji (30/9), esoknya terbang ke makkah lalu ke madinah. foto: yakub]