[Meureudu | Muhammad Ghafar] Aceh tahun ini, masih memumcaki klasemen teratas dari seluruh provinsi, setelah tahun sebelumnya juga unggul dalam banyaknya jumlah siswa yang tidak lulus UN (ujian nasional) baik di tingkatan SMA maupun SMP sederajat. Tentu ini mengisyaratkan pendidikan di Aceh masih mendapat rapor paling merah ketimbang provinsi-provinsi lain se Indonesia.
Fakta di atas merupakan bentuk kemerosotan kualitas pendidikan provinsi kita dengan provinsi-provinsi lain setanah air, juga demikian halnya jika kita bandingkan pendidikan negara kita dengan negara lain. Negara Indonesia pun jauh tertinggal.
Dalam hal ini tak jarang berhembus opini-opini yang cenderung hanya menyalahkan kurang kompetennya pihak sekolah dalam mendidik aset-aset bangsa tersebut.
Bapak Usman Harja S.Pd.I guru MAN 2 Sigli (di Meureudu) mengutarakan pandangannya. Menurut beliau faktor sekolah memang berperan terhadap tingkatan kualitas pendidikan, namun sekolah juga tidak bisa bekerja sendiri untuk membuat kualitas pendidikan lebih berkelas tanpa dukungan dari pribadi siswa, keluarga siswa, dan lingkungan dimana siswa tersebut bergaul.
Faktor pribadi siswa merupakan faktor yang paling utama. Berhasil atau berkualitas tidaknya pendidikan seorang anak sangat bergantung pada kemauannya sendiri. Percuma misalnya guru yang memasukkan ilmu ke dalam diri siswa jika dia sendiri enggan bahkan hengkang untuk mendapatkan ilmu tersebut.
Hal ini sejalan kalau kita merujuk kelapangan yang masih ada siswa yang suka bolos, cabut sekolah, curhatan ketika guru menjelaskan di dalam lokal dan lain sebagainya.Pribadi siswa yang punya kemauan belajar juga bisa dilihat dari pemanfaatan beasiswa pendidikan pemerintah seperti Beasiswa Pendidikan Miskin (BSM), fasilitas sekolah seperti perpustakaan (buku-buku), Labolatorium dan semisalnya.
Kemudian punya, kurang atau tidaknya kemauan siswa dalam belajar bisa dilihat terhadap pematuhan peraturan atau norma-norma sekolah. Seperti dalam hal berseragam dan kedisiplinan. Kita rasa hal-hal di atas ini masih kurang diindahkan atau dioptimalkan oleh siswa.
Faktor kedua keluarga. Keluarga terutama orang tua sebenarnya memiliki tupoksi peran yang paling besar dalam mengawasi ataupun mendukung anaknya di dalam proses belajar mengajar.
Peran tersebut dapat berupa sering menanyakan kepada si anak yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, memberikan motivasi-motivasi kepada sianak, mengawasi sianak di dalam lingkungan pergaulannya, memberikan waktu bagi sianak untuk mengikuti les atau mengerjakan tugas-tugas sekolahnya, karena hal semacam ini acap kali terjadi di masyarakat-masyarakat pedesaan yang terkadang sianak terlalu disibukkan orang tuanya untuk membantu orang tua dalam hal mencari nafkah mislanya, sehingga waktu sianak untuk belajar terkuras disana.
Kemudian peran ekonomi orang tua atau keluarga juga turut memicu lemahnya kualitas pendidikan sianak tersebut.Ketiga faktor lingkungan. Ada ungkapan yang mengatakan lingkungan merupakan orang tua kedua bagi seorang anak. Lingkungan sebenarnya dapat melahirkan dua arah kemungkinan, kemungkinan positif dan negatif. Disni seorang anak harus benar-benar selektif dalam memilih lingkungan pergaulannya, begitupun dengan orang tua harus benar-benar mengontrol pergaulan anaknya.
Bapak Usman Harja yang juga WAKA Kesiswaan di MAN 2 Sigli Meureudu tersebut turut menyebutkan faktor masyarakat juga dapat mempengaruhi kualitas pendidikan seorang anak, namun penulis tidak menyebutkannya sebagai faktor keempat karena penulis rasa yang demikian sudah terjabarkan di dalam faktor lingkungan.
Penilaian kognitif, afektif dan psikomotor siswa tidak akan memperoleh hasil yang optimal jika seandainya faktor penyokong di atas tidak ikut berkontribusi positif dalam dunia pendidikan bagi sang anak didik. Ini diumpamakan seperti misalnya seorang caleg yang hebat tidak akan juga mampu menduduki kursi dewan jika tidak mendapatkan dukungan.
Begitupun dengan seorang siswa yang perlu dukungan dari beberapa faktor di atas.Disini mungkin sekolah-sekolah terpadu, unggul dan modern lebih diunggulkan dalam kualitas pendidikan, hal ini dikarenakan kebanyakan siswa disekolah-sekolah tersebut memiliki kemauan yang lebih tinggi. Kemudian lingkungan sekolah dengan motedo asrama juga sangat memicu siswa dalam kualitas pendidikan, waktu bagi siswa berinnteraksi dengan lingkungan pendidikan lebih optimal dan tidak teganggu dengan kegiatan nonbelajar lainnya ketimbang sekolah yang non-asrama. Begitupun halnya dengan fasilitas-fasilitas sekolah yang lebih lengkap dan terbaru sehingga menyokong lebih bermutunya pendidikan.
Inilah kurang lebih penyampaian bapak Usman Harja yang memberikan pandangan terhadap lemahnya pendidikan sekitar, harapan beliau semua pihak terutama keluarga harus benar-benar mendukung anaknya dalam dunia pendidikan.
Kritikan bagi guru ataupun pihak sekolah juga diperlukan, lebih-lebih manusia memiliki kekurangan dan kesalahan namun sekali lagi pihak sekitar juga harus benar-benar mendukung anaknya, demi tercapainya pendidikan yang lebih baik sehingga lebih berguna bagi agama, bangsa dan negara. Amiin, semoga bermanfaat.
[Perangkum Muhammad Ghafar, alumni MAN 2 Sigli Meureudu, alamat Beuriweuh/yyy]