CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Inspirasi "Uburubur Ikan Lele" untuk Penyuluhan Agama (Memaknai Kepdirjen Bimas Islam No. 1172/Tahun 2024)

Image Description
Muhammad Yakub Yahya
  • Penulis
  • Dilihat 344
Sabtu, 1 Februari 2025
Featured Image
Tgk. Mukhlisuddin, SHI, MA

Inspirasi "Uburubur Ikan Lele" untuk Penyuluhan Agama (Memaknai Kepdirjen Bimas Islam No. 1172/Tahun 2024)

Oleh : Tgk. Mukhlisuddin, SHI, MA

(Ketua PD IPARI Kab. Pidie, Pengasuh Kajian di "Pidie Mengaji", Founder Saluran "Ngaji Online")

 

Ubur-ubur ikan lele menjadi perbincangan hangat di dunia maya. Frasa ini muncul di beragam platform media sosial, menarik perhatian banyak orang karena keunikannya.  Secara harfiah, kedua istilah tersebut merujuk pada dua jenis makhluk air yang berbeda, yakni ubur-ubur, hewan laut tanpa tulang belakang, dan ikan lele, spesies ikan air tawar yang populer di Indonesia. Fenomena ini bukan hanya tentang biologi, tetapi juga memuat unsur budaya dan kreativitas warganet.

 

Frasa “ubur ubur ikan lele” menjadi viral karena kemunculannya dalam berbagai konteks humor dan kreativitas. Salah satu faktor utama viralnya adalah penggunaan istilah ini dalam pantun, video lucu, hingga meme yang menghibur. Warganet  memanfaatkan kombinasi ubur-ubur dan ikan lele sebagai bahan candaan yang unik. Istilah ini berhasil mencuri perhatian banyak orang karena permainan kata-katanya yang sederhana tetapi menggelitik.

 

Banyak pengguna media sosial yang merasa penasaran dengan asal-usul istilah ini. Bahkan, ada yang mencoba mengaitkannya dengan simbol tertentu atau fenomena budaya populer yang sedang berlangsung. Keunikan dari ubur-ubur ikan lele terletak pada fleksibilitasnya dalam berbagai bentuk konten. Misalnya, pengguna TikTok membuat video lucu menggunakan istilah ini sebagai punchline. Sementara itu, di Instagram dan Twitter, ubur-ubur ikan lele sering muncul dalam bentuk meme yang menghibur dan mengundang tawa. Kreativitas warganet benar-benar berhasil mengubah istilah ini menjadi sesuatu yang menghibur, sekaligus memancing perbincangan.

 

Tak hanya itu, fenomena ini juga menunjukkan bagaimana bahasa sehari-hari bisa berkembang dan menciptakan tren baru di dunia digital. Begitupula kombinasi kreativitas dan humor yang memancing rasa ingin tahu masyarakat luas. Bahasa sederhana ini viral karena menggabungkan humor dengan pesan yang menginspirasi. Dengan latar belakang budaya Indonesia yang kaya akan tradisi pantun, istilah “ubur-ubur ikan lele” menjadi lebih mudah diterima dan diapresiasi oleh berbagai kalangan.

 

Pelajaran dari Fenomena Viral

Dari fenomena ubur-ubur ikan lele, kita bisa belajar banyak hal. Pertama, kreativitas tidak mengenal batas. Warganet mampu mengolah istilah sederhana menjadi sesuatu yang menarik perhatian banyak orang. Kedua, fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media sosial dalam membentuk tren baru. Ketiga, humor adalah bahasa universal yang mampu menyatukan banyak orang dari berbagai latar belakang.

 

Selain itu, fenomena ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga keharmonisan dalam dunia maya. Meskipun humor menjadi bagian besar dari fenomena ini, tetapi penting untuk memperhatikan nilai-nilai kesopanan dan etika dalam berinteraksi.

 

Belajar dari Fenomena "Ubur-ubur ikan lele", sudah seharusnya hal ini juga diterapkan oleh Penyuluh Agama Islam dalam penyebaran kontent penyuluhan di ruang digital, konsep dan ide kreatif penyuluhan agama harus dikemas semenarik mungkin untuk melahirkan kesan menarik dan memberi effect positif di masyarakat, khususnya netizen di dunia digital.

 

Keputusan Direktur Jenderal (Kepdirjen) Nomor 1172 Tahun 2024 yang mewajibkan Penyuluh Agama Islam (PAI) aktif di media sosial. Regulasi ini menjadi panduan bagi Penyuluh Agama Islam untuk menyebarkan pesan-pesan keagamaan, moderasi beragama, dan nilai-nilai kebangsaan di platform digital. Tentunya ini menjadi payung hukum keharusan memainkan peran penyuluhan di media sosial sekreatif mungkin

 

Penyuluhan Agama di era digital mengharuskan para penyuluh agama untuk kreatif melakukan inovasi. 

 

Setidaknya ada 3 masalah besar dibutuhkan inovasi penyuluhan agama sekarang ini. 

 

Pertama, penyebarluasan keburukan yang semakin masif dan mudah. Demi mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan perimbangan kekuatan pada aspek persebaran konten, maksudnya bahwa para penyuluh harus semaksimal mungkin memproduksi konten penyuluhan, jumlah konten  yang disebar melalui perangkat digital harus ditingkatkan jumlahnya. 

Dalam sudut pandang teori dominasi, sesuatu bisa mendominasi sebuah kompetisi karena tidak adanya lawan yang seimbang bahkan lebih kuat, ini merupakan muasal lahirnya dominasi.

Guna memasifkan konten penyuluhan agama di ruang digital, syarat utama adalah para penyuluh agama mesti akrab dengan perangkat digital termasuk media sosial di dalamnya, bahkan bukan hanya akrab tetapi penyuluh agama juga sebaiknya mengerti cara memproduksi konten di ruang digital.

 

Konten penyuluhan agama di ruang digital tidak cukup hanya diproduksi semasif mungkin, tetapi konten tersebut juga mesti dibuat menarik dan mengakomodasi kecenderungan masyarakat di era digital yang senang pada hal-hal yang bersifat instan dan simpel, ini merupakan bentuk syiar yang menyelaraskan diri dengan semangat zaman.

 

Kedua, perlu melakukan inovasi pada aspek reformulasi model penyuluhan agama, model penyuluhan agama sebelum datangnya era digital yang mayoritas dilakukan di masjid perlu diformulasi ulang dengan memperbaharui konsep. Semestinya model penyuluhan di era digital banyak memanfaatkan perangkat digital. Media sosial seperti YouTube, Instagram, Twitter, TikTok, dan Facebook seharusnya digunakan oleh para penyuluh agama Islam sebagai sarana penyuluhan. Penggunaan media sosial sebagai sarana penyuluhan agama cukup beralasan mengingat Indonesia merupakan salah satu Negara yang masyarakatnya adalah pengguna media sosial yang cukup tinggi, artinya mayoritas masyarakat Indonesia akrab dengan media sosial, bukan hanya di tingkat generasi milenial tetapi kalangan pasca milenial juga relatif aktif di media sosial, contohnya mereka yang berusia di atas empat puluh tahun.

 

Mayoritas masyarakat Indonesia tidak pernah melewatkan harinya tanpa ada waktu tertentu dimana mereka mengakses media sosial di hari tersebut. Penggunaan media sosial sebagai wadah penyuluhan agama memungkinkan para penyuluh agama menggarap ceruk  yang sangat besar, melintasi berbagai segmen usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua. 

 

Penggunaan media sosial sebagai sarana suluh agama juga penting untuk memperluas jangkauan, salah satu hambatan penyuluhan agama di masa lalu adalah keterbatasan jangkauan. Penyuluhan agama dengan metode ceramah yang dilangsungkan di masjid dan tempat terbuka tentu memiliki daya jangkau yang terbatas, rata-rata hanya bisa menjangkau jamaah masjid atau orang yang bermukim di sekitar tempat dilaksanakannya, bahkan orang-orang yang bermukim di sekitar tempat pelaksanaan penyuluhan seringkali tidak semua hadir.

 

Berdasarkan kondisi tersebut maka penggunaan media sosial sebagai sarana penyuluhan agama adalah alternatif solusi yang tepat untuk menyiasati keterbatasan jangkauan. Tidak diragukan lagi penyuluhan yang digelar di media social dapat menjangkau audiens yang sangat luas. Daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau oleh para penyuluh agama islam karena hambatan alam, dengan menggunakan media sosial maka penyuluhan agama sudah bisa sampai kepada mereka.

 

Ketiga,  Pemahaman yang baik dan tepat terhadap objek penyuluhan agama. Seorang penyuluh Agama wajib memiliki kemampuan untuk memahami latar belakang, situasi, kondisi dan realitas sosial masyarakat yang menjadi objek penyuluhannya.

 

Realitas sosial masyarakat di era digital tidak serupa dengan realitas sosial masyarakat sebelum datangnya era digital. Minimal ada dua ciri mendasar masyarakat digital yang tidak dijumpai di era pra digital. Pertama, menggunakan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, memiliki kebutuhan tinggi terhadap informasi.

 

Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, teknik penyuluhan agama cenderung  berubah dan inovatif. Di mana penyuluh agama harus berinovasi dan memberikan yang terbaik sehingga akan memberi effect terbaik ummat, akan menjadi "ubur ubur ikan lele" versi terbaik dalam penyuluhan agama, sehingga mudah diterima di semua kalangan masyarakat dan mampu memberikan pesan yang menarik dan membosankan agar dapat diterima oleh masyarakat.[]

Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh