[Banda Aceh | Yakub] Dalam materi PMK No 87/PMK/06/216 tentang Perubahan atas PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan BMN dan PMK No 4/PMK.06/2015 tentang Pendelegasian Kewenangan dan Tanggung Jawab Tertentu dari Pengelola Barang kepada Pengguna Barang, Rofiq Khamdani Yusuf juga paparkan soal penetapan status barang dinas/kantor.
Selain itu, diskusi juga mencuat soal kebolehan mengalihkan aset, peminjaman pakai, dengan aturan di atas. Ternyata, asal ada aturan pengalihan, silakan saja, bisa dipertanggungjawabkan.
Maka perlu Penetapan Status Barang (PSB), dengan penomoran yang legal, juga tahunnya, seperti akta lahir anak itu. Ingat pemateri, aset waqaf tapi bukan BMN.
Jika barang tidak di-update-kan status, maka kemungkinan lain bisa saja, selain pengalihan. "Penghapusan BMN, karena sebab lain, ada karena rusak berat yang tidak bernilai ekonomi, hilang, susut, menguap, mencair, kadaluarsa, mati/cacat berat/tidak produktif, dan keadaan kahar," rinci Rofik, pejabat di Kanwil DJKN Aceh itu.
"Jika barang belum ada PSB, belum sah, "ujar Kasubbag Pengelolaan BMN Biro Keuangan Setjen Kemenag RI, Chandra Mulya Sentana SE MM, sebelum sesi paparan Rofiq.
Harapannya, pengelolalaan barang negara ke depan kian baik, tertib, efektif, efesien, akhirnya optimalisisas.
Sebelumnya, Kasubbag Pengelolaan BMN sampaika materi Management Aset (Manset), pada peserta Rakor Pengelolaan BMN, Ahad (27/11). Dua acara, Rakor Pengelolaan dan Orientasai Pengelolaan BMN. []