CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Kita Saleh, Salah atau Saloh?

Image Description
Muhammad Yakub Yahya
  • Penulis
  • Dilihat 78
Rabu, 4 Juni 2025
Featured Image
Penulis

Kita Saleh, Salah atau Saloh? 

Oleh Tgk. Mukhlisuddin Marzuki

(Dosen Fakultas Syariah & Ekonomi Islam UNISAI Samalanga / Ketua PD IPARI  Kab. Pidie)

 

Saleh, salah, dan saloh mencerminkan tiga kondisi moral manusia. Saleh adalah puncak kebaikan: taat, benar, dan membawa maslahat. Salah adalah penyimpangan yang harus dihindari, sementara saloh adalah keadaan serba salah yang lahir dari kebingungan dan hilangnya arah. Narasi ini mengajak kita memilih jalan hidup yang saleh, menjauhi kesalahan, dan keluar dari jebakan saloh demi kehidupan yang lurus dan bermakna.

 

Refleksi Pagi Tarwiyah, 8 Zulhijjah bersama  di Mesjid Besar Istiqamah Kota Bakti, Pidie mengajak jamaah terus menjadi pribadi Saleh, tidak mengotori jiwa suci dengan sikap Salah, terlebih jangan Saloh, yang selalu serba salah dalam kehidupan.

 

Hidup adalah pilihan. Dalam setiap langkah dan keputusan yang kita ambil, kita selalu berada di antara tiga persimpangan makna: Saleh, Salah, dan Saloh. Ketiga kata ini, meskipun hanya berbeda dalam beberapa huruf, menyimpan kedalaman makna yang luar biasa. Jika dipahami dan direnungi, ia akan menjadi kompas moral dalam menapaki kehidupan. Menjadi "saleh" adalah tujuan, menghindari "salah" adalah keharusan, dan jangan sampai terjebak dalam "saloh", kondisi serba salah yang membingungkan dan menjauhkan kita dari kebenaran.

 

Dalam bahasa Indonesia, "saleh” mengandung arti yang positif: orang baik, taat, dan berbuat benar sesuai dengan ajaran agama dan moral. Dalam konteks Islam, orang yang saleh adalah yang beriman, beramal baik, tidak merusak, serta membawa kebaikan bagi lingkungannya. Sebaliknya, kata “salah” berarti keliru, tidak tepat, atau menyimpang dari kebenaran. Dan dalam khazanah bahasa Aceh, kita mengenal kata “saloh”, variasi dari “salah” yang sering dipakai untuk menggambarkan keadaan seseorang yang serba salah, bingung, dan kehilangan arah dalam menentukan sikap.

 

Memaknai “Saleh” dalam Cahaya Al-Qur’an

Allah SWT dalam Surah Al-‘Ashr memberikan panduan hidup yang singkat namun sangat padat. Tiga ayat itu adalah cermin yang menunjukkan siapa yang merugi dan siapa yang beruntung. Firman Allah: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran." (QS. Al-‘Ashr: 1–3)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa keberuntungan hidup tidak hanya diukur dari status sosial atau materi, melainkan dari iman, amal saleh, dan semangat kolektif dalam menegakkan kebenaran dan kesabaran. Amal saleh adalah kunci utama, dan kata “saleh” di sini menjadi standar moral: amal yang benar, tidak merusak, dan membawa perbaikan.

 

Para ulama menyebutkan bahwa amal saleh memiliki tiga ciri utama. Pertama, dilakukan dengan kesadaran dan keikhlasan, serta sesuai dengan syariat dan hukum-hukum alam. Kedua, amal saleh tidak menimbulkan fasad atau kerusakan. Perbuatan yang merusak, walau niatnya baik, bukanlah amal saleh melainkan amal salah. Ketiga, amal saleh membawa perbaikan: pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Inilah yang membuat orang saleh layak menjadi teladan dan cahaya di tengah masyarakat.

 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas dari risiko berbuat salah. Salah dalam bersikap, salah dalam memilih teman, bahkan salah dalam memahami agama. Namun, kesalahan tidak selalu bersifat mutlak. Ada kesalahan yang datang dari ketidaktahuan, dan ada yang lahir dari kesengajaan. Islam membuka pintu taubat bagi siapa saja yang melakukan kesalahan dengan syarat menyadarinya, menyesal, dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

 

Kesalahan yang terus dilakukan tanpa evaluasi akan mengarah pada kebinasaan. Ia menjauhkan seseorang dari amal saleh, dan lambat laun akan mengikis keimanan. Maka, penting bagi setiap insan untuk selalu memeriksa niat, memperbaiki amal, dan membuka diri terhadap nasihat. Menghindari salah berarti menjaga hati dan akal tetap jernih dalam memilih jalan hidup.

 

Waspada Terjebak dalam "Salah - Saloh"

Berbeda dari “salah” yang bersifat tindakan, “saloh” adalah kondisi. Dalam dialek Aceh, “salah saloh” menggambarkan keadaan serba salah, bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa. Seseorang yang berada dalam kondisi saloh biasanya terjebak dalam dilema moral, tidak mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ia seperti berada di tengah kabut tebal tanpa kompas arah.

 

Kondisi ini sangat berbahaya. Saat seseorang berada dalam keadaan saloh, ia rentan dimanfaatkan, salah melangkah, dan kehilangan pegangan hidup. Bahkan, ia bisa menjadi pembenaran atas kesalahan, karena merasa “semua pilihan salah”. Padahal, Islam selalu menawarkan jalan keluar: kembali kepada Al-Qur’an, kepada ilmu, dan kepada orang-orang saleh yang bijak. Dalam kondisi saloh, satu-satunya jalan keluar adalah merendahkan hati, mencari ilmu, dan berdoa kepada Allah agar diberi petunjuk.

 

Jadilah Saleh, Jangan Salah, Apalagi Saloh

Dari refleksi ini, kita bisa menyimpulkan bahwa menjadi orang saleh adalah cita-cita, menghindari salah adalah kewaspadaan, dan jangan sampai masuk ke dalam kondisi saloh yang membingungkan. Untuk itu, kita harus Meningkatkan iman dan amal saleh sebagai pondasi hidup, Menyadari dan memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan, Menjaga lingkungan dan pergaula agar tidak membawa kita ke dalam lingkaran kesalahan, Mendekat kepada Al-Qur’an dan orang-orang bijak saat mengalami kebingungan, Berani mengambil sikap benar, meski itu sulit dan bertentangan dengan arus.

 

Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dalam kondisi saloh Mari jadikan diri kita sebagai pribadi saleh, yang tidak hanya menyelamatkan diri sendiri, tetapi juga membawa kebaikan bagi sesama. Jangan biarkan diri terjebak dalam kesalahan yang terus diulang, apalagi larut dalam saloh yang mematikan arah hidup.[[

Fotografer : Mukhlisuddin Marzuki
Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh