CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Filosofi Sabar dalam Berpuasa untuk Membeningkan Hati

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 618
Rabu, 8 Juli 2015
Featured Image

[Kota Langsa | Hayatun Rahmah] Filosofi berpuasa itu diantaranya adalah menanamkan rasa empati pada orang-orang yang kelaparan diluar sana seperti fakir miskin dan bahkan rasa kemanusiaan seperti imigran Rohingya yang kelaparan di tengah laut, dsb.

Filosofi lainnya Imam Syafi’i juga pernah berkata dengan berpuasa seseorang terhindar dari lemah beribadah, berat badannya, keras hatinya, tumpul pikirannya, dan dari penyelidikan ilmiahpun puasa diyakini memiliki pengaruh terhadap kesehatan manusia. Kemudian tak dapat dipungkiri bahwa filosofi berpuasa adalah mendidik untuk bersabar. Sabar, inilah yang menjadi topik kita dan kaitannya dengan berpuasa dalam rangka membeningkan hati dan melunakkan rasa.

Bersabar artinya mencakup banyak hal, sabar menghadapi ejekan dan rayuan, sabar melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, sabar dalam petaka dan kesulitan, serta juga sabar menahan amarah, kebencian, dan keegoan. Ada yang mengatakan sabar itu ibarat memakan empedu tapi mukanya tetap tersenyum.

Berkaitan dengan hal ini dalam QS. Ali Imran : 133-134 Allah berfirman yang artinya :“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”

Secara singkat ayat ini menunjukkan bahwa ada tiga tingkat jenjang sikap manusia. Pertama, yang mampu menahan amarah, dalam ayat disebutkan “al kaadzimiina” mengandung makna penuh kemudian menekan dan menutupnya dengan rapat. Yang mana asal kata bendanya dari “kadziimatun” yang artinya thermos, thermos menutup rapat meredamkan panasnya air mendidih yang meletup-letup seperti panasnya orang yang dikuasai oleh amarah yang kemudian dia akan mendingin dengan sendirinya, bayangkan jika thermos tidak ditutup rapat uapan dan bahkan air panasnya akan membahayakan bagi yang lain.

Kemudian tingkat kedua diatas jenjang ini adalah memaafkan. Kata “al’aafiina” dari ayat tersebut diambil dari kata al’afnu yang berarti maaf atau bisa diartikan dengan menghapus. Kesalahan, kekesalan, bahkan kebencian tidak cukup dimaafkan dengan kata-kata saja, tapi bersihkan dengan menghapus sekecil apapun bentuk ketidaksenangan yang masih tersisa di hati.

Selanjutnya untuk mencapai tingkat ketiga Allah mengingatkan bahwa yang disukainya adalah orang-orang yang berbuat kebajikan, yakni bukan orang yang sekedar menahan amarah, atau memaafkan tetapi justru yang berbuat baik kepada yang pernah melakukan kesalahan dan bahkan pernah menyakiti hati. Yakinlah, kebajikan tidak akan sia-sia, dan ketahuilah bahwa kejahatan tidak gratis dan membutuhkan modal.

Untuk mencapai tiga tingkat jenjang sikap manusia yang disukai Allah tersebut tentunya dituntut pelatihan diri, dan salah satu latihannya adalan dgn berpuasa, karena manusia dibuat lapar dan haus dengan menahan segala larangan dari yang memakruhkan puasa hingga hal yang membatalkan untuk mendapat kwalitas puasa yang baik, bukan sebaliknya yang hanya mendapatkan lapar dan haus saja.

Secara logika, puasa adalah bentuk kesungguhan yang diwujudkan melalui melaparkan diri, orang yang sungguh – sungguh akan sanggup melakukannya dan akan menghasilkan kelebihan-kelebihan yang luar biasa seperti tiga tingkatan sikap manusia tadi, karena aktifitas berpuasa tidak hanya bermakna melaparkan diri semata.

Namun lebih dari itu, berpuasa memiliki tujuan menonaktifkan nafsu syathani, non aktifnya nafsu secara tidak langsung akan meninggikan taraf tingkatan spiritual manusia. Logikanya bukankah manusia yang hidupnya dipenuhi hawa nafsu taraf tingkatannya akan sejajar dengan hewan yang hanya memiliki hawa nafsu?.

Berkaitan dengan puasa yang bertujuan untuk membeningkan hati, seorang muslim berkulit hitam dari Jamaica yang menuntut ilmu di university of madeenah yang dikenal dengan kata-katanya yang inspiratif, yaitu Dr. Bilal Philips, beliau menyampaikan:

Fasting is not about a diet of burning calories. It’s about burning ego, pride and sins”. Puasa bukanlah tentang diat untuk pembakaran kalori, tetapi ini tentang pembakaran ego, berbangga-bangga diri, dan pembakaran dosa.

Semoga menjadi renungan terutama bagi saya pribadi dan kita semua.

[Disampaikan pada kultum Ramadhan ba’da dhuhur tanggal 15 Ramadhan 1436 H di Mushalla Al Ikhsan Kankemenag Kota Langsa/d/y]

Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh