Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Aceh Drs H Azhari MSi dan jajaran tunaikan Shalat Idul Adha 1445 Hijriyah di Lapangan Blang Padang Banda Aceh, Senin, 17 Juni 2024.
Setelah silaturrahim di Blang Padang, Pj Gubernur Aceh, Forkopimda dan jemaah shalat, serta Kakanwil silaturahim ke Pendopo Gubernur.
Di sini juga Khatib Shalat Idul Adha di Blang Padang, Wakil Rektor IV Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Lembaga Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara (Sumut), Prof Dr H Muzakkir MA, hadiahi buku tasawuf karyanya pada Kakanwil.
Buku berjudul "Hidup Sehat Bahagia dalam Perspektif Tasawuf" juga diberikan khatib asal Lhokseumawe itu pada tetamu, juga pada Ketua DPRA Zulfadli AMd.
Sebelumnya, shalat yang sama berlangsung di banyak lokasi disertai pengumuman jumlah hewan qurban. Sejak usai shubuh, ribuan jemaah shalat padati tempat shalat diiringi takbir.
Di Blang Padang, Tgk H Miswar Muhammad imami shalat pagi 10 Dzulhijjah 1445 H.
Dalam khutbahnya, Warek IV UIN Sumut Prof Muzakkir sampaikan, bahwa dalam bulan Dzulhijjah selain hari raya, juga ada dua peristiwa besar yakni ibadah haji dan kurban.
Sama dengan haji, nilai dalam kurban pun banyak pembelajaran yang dapat dipetik.
Seperti rangkaian haji yang terkandung banyak pembelajaran di dalamnya.
Dicontohnya, laki-laki memakai pakaian tanpa jahit seperti orang meninggal saat ihram, tidur pun beralaskan padang pasir
"Pembelajaran yang dapat dipetik, Allah tidak melihat pakaian, pangkat, jabatan dan harta benda. Tetapi sang pencipta lebih mencintai ketakwaan," sebut Guru besar bidang ilmu tasawuf Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumut ini.
Muzakir menambahkan saat pelemparan jumrah pelajaran dan hikmah dapat dipetik yakni, jemaah harus meninggalkan sifat tercela dan sombong serta dengki yang bisa mengantarkan kepada permusuhan.
“Selain haji, Allah memerintahkan kita untuk berkurban. Merupakan hikmah dari kisah Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih Ismail, anak sangat disayangi untuk melaksanakan perintah Allah,” ucapnya.
Ia menceritakan dengan keikhlasan Nabi Ibrahim, maka Allah menggantikan Nabi Ismail dengan kibas untuk disembelih.
“Nabi Ismail menjadi simbolisasi terhadap apa yang kita cintai. Karena pada hakikatnya semua milik Allah,” imbuhnya.[]