[Banda Aceh | Yakub] Besok siang, kaum muslimin kembali tunaikan shalat Jumat (22/6), juga satu paket dengan rukun dua al-khuthbah. Topik khutbah Jumat besok, terserah khatib masing-masing (mungkin ‘fadhilah Rajab’, ‘problema keummatan’, atau ‘Mei bulan pendidikan’), di komunitas mana ia dijadwalkan. Namun dalam sebuah khutbah Jumat (15/6) pekan lalu, seorang khatib dari sebuah KUA sampaikan tema ‘riskannya keangkuhan’.
“Angkuh itu, kata lain dari kata takabbur, sombong, congkak, ananiyah, egois, keakuan, kesayaan, dan sok,” jelasnya, di masjid dua lantai, di sebelah barat Kota Banda Aceh itu.
Di hadapan jamaah masjid bercat putih, bekubah coklat itu, ia yang berpeci hitam, sindir juga, soal ‘dungunya si sombong pada kekuatan dan kepintarannya’.
“Karena siang ini, ‘ulang tahun’ ke 104 tenggelamnya, patah, dan binasanya sebuah kapal pesiar saat itu, Titanic, maka kita ambil ‘ibrah tragedi kapal yang berlabuh di samudera itu,” ulasnya.
Kisahnya, sudah 104 tahun, kapal malang itu tidur di dasar laut, di Samudra Atlantik Utara. Sejak tengah Sabtu malam (14 April), sampai dini hari Ahad (15 April 1912), empat hari setelah berangkat dari Southampton Inggris, dalam pelayaran perdananya menuju New York City, kapal itu maut.
Kapal super terbesar yang beroperasi pada masa itu, Titanic, mengangkut sekitar 2.224 orang ketika menabrak gunung es pada pukul 23:40. Kapal ini tenggelam dua jam empat puluh menit kemudian pada pukul 02:20 Ahad, 15 April (05:18 GMT) dan mengakibatkan kematian lebih dari 1.500 penumpangnya.
Tenggelamnya RMS Titanic adalah salah satu bencana maritim masa damai mematikan sepanjang sejarah. 2016 ini, Titanic raksasa, mirip yang sudah mendiang itu, sudah dibikin di sana, dan mau berlayar kembali.
“Bulan April ini, seabad lebih, Titanic karam di dasar samudera di timur AS, di barat Eropa yang dingin. Kapal anti tenggelam itu patah dan tenggelam menabrak air (es). Malam 15 April seabad lalu, Allah menjawab arogansi pemilik kapal pesiar terbesar yang mengejek, ‘Bahkan Tuhan pun tak bisa menenggelamkan’,” kutip khatib.
Kisah sedih ribuang korban, itu pelajaran bagi kita, jangan sok. Makin tinggi kita naik, makin sakit kejatuhannya. Ternyata yang mematikan bukan karang, tapi es. Yang banyak memantikan, bukan harimau dan gajah, tapi nyamuk kecil.
Maka khatib juga singgung juga sosok Namruz yang mati karena gerogotan nyamuk. Tragedi nyamuk melawan manusia, masa tirani Namruz bin Kan’an di Babilonia itu, bukan legenda. Kisah ababil yang lempari pasukan gajah (al-fiil) dengan batu neraka (sijjiil) yang menggerogoti armada gajah, di Makkah, juga bukan dongeng.
Kata khatib, Namruz dalam hal otoritarianisme dan teologisme mirip Fir’aun: tangan besi yang congkak dan mengaku dirinya sebagai tuhan. Rakyat, mesti sembah dirinya dulu, baru boleh pergi bekerja ke laut, pasar, atau kebun kurma. Jika tidak, maka negara mencap sebagai pemberontak. Hukuman separatis baginya, itulah tangan dan kaki dipotong secara bersilang, lalu disalib, atau dijemur di pohon kurma.
Akhir nasehatnya, khatib bilang, sunnatullah mengajarkan, hukum alam mengabarkan, negara sombong atau orang sombong, jatuh dengan kesombongannya. Barack Obama sebentar lagi atau turun malu, dengan beban mental lama dan moral bejat pasukannya di luar negeri, yang sangat berat, lama telah mengganti Bush yang tangannya berdarah-darah itu. Kita nantikan saja, Obama mulai menari dan gombal dengan programnya, termasuk melawan Iran, membelai Israel, untuk akhir periode kedua.
Ingat Titanic yang tak sampai ke kampung Anda, ke Amerika, wahai Obama. Ingat kapal anti tenggelam itu, ingatkan siapa pun kita yang ‘memeluk’ sombong, pagi dan sore, usai pilkada 2017 nanti ini, agar tidak ikut tenggelam. “Barakallahu li wa lakum fil qur’aanil azhim wa nafa’ani wa iyyakum bima fihi minal ayati wadz dzikril hakim…,” pungkanya. []
[Foto: ilustrasi. 1). KMPBRR bersandar di Balohan Sabang, saat peserta acara Rapat Evaluasi Bidang PHU di Sabang. 2). Kapal cepat Rondo di Pelabuhan Ulee Lheue. 3). Kapal jamaah haji tempo doeloe di Pelabuhan Sabang. Foto Yakub Inmas]