Berikut kami turunkan renungan qurban, yang dikirim Tgk Syaiful Bahri, Penyuluh Agama Islam Kankemenag Kab. Aceh Utara,lewat Redaksi Majalah Santunan, Kanwil Kemenag Aceh.
TERAS
“Tidaklah ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah SWT. Dari hari-hari tersebut yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzuljhijjah)... (HR. Bukhari) karena di dalam bulan ini berkumpul amalan-amalan utama; shalat, puasa, qurban dan haji.
Kata qurban itu berasal dari bahasa Arab qaraba-yuqaribu-qurbanan-qaribun, yang artinya dekat. Dengan begitu, sahabat karib berarti teman dekat. Makna kurban dalam istilah di sini berarti kita berusaha menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi upaya mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Penghalang mendekatkan itu adalah berhala dalam berbagai bentuknya, seperti ego, nafsu, cinta kekuasaan, cinta harta-benda dan lain-lainnya secara berlebihan.
Dalam konteks Idhul Adha, pesan mendasar dalam perintah tersebut adalah agar manusia tidak sesat dalam menjalani hidup. Untuk itu, harus selalu menjalin kedekatan dengan Allah SWT. dan merasakan kebersamaan dengan-Nya setiap saat. Karena manusia mudah sekali teperdaya oleh kenikmatan sesaat yang dijumpai dalam perjalanan hidupnya, maka Allah memberikan metode dan bimbingan untuk selalu melihat kompas kehidupan berupa salat dan zikir agar kapal kehidupan tidak salah arah.
PEMBAHASAN
Sebagaimana kita ketahui, sesungguhnya sepanjang manusia dalam hidupnya menyerahkan diri kepada Allah, maka seluruh gerak dan diamnya, tidur dan jaganya, dihitung sebagai langkah-langkah ibadah. Maka oleh karena itu, Islam cukup besar menaruh perhatiannya terhadap niat yang menyertai amal perbuatan manusia, karena nilai amal manusia pada hakekatnya kembali kepada pelaku-pelakunya, dan sangat tergantung pada niatnya. Sebagaimana Rasulullah s.a.w. bersabda, yang artnya:
“Sesungguhnya sah atau tidak suatu amal, tergantung pada niatnya. Dan yang dianggap bagi setiap orang adalah apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang berhijrah semata-mata karena taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya diterima oleh Allah dan Rasulnya. Dan barang siapa yang hijrah karena keuntungan dunia yang dikejarnya, atau karena perempuan yang akan dikawininya , maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia niati.” (H.R. Bukhari, Muslim).
Begitu pula kiranya dalam implementasi ibadah qurban.
Ada dua peristiwa penting yang secara serempak dilakukan umat Islam di dunia bertepatan dengan Hari Raya Idul qurban. Pertama, pelaksanaan ibadah haji di Makkatul Mukarramah yang tengah dilakukan saudara-saudara kita. Kedua, ibadah kurban yang insya Allah kita pun ikut melaksanakannya. kurban bermakna melakukan sembelihan hewan kurban yang dilakukan pada momen Idul qurban. Baik hari nahr tanggal 10 Zulhijah ataupun hari tasyrik tanggal 11-13 Zulhijah.
Ibadah kurban yang dilakukan dengan cara menyembelih hewan kurban pada hakikatnya adalah bentuk ekspresi keimanan dan ketakwaan atas perintah Allah SWT. Pengamalan kurban ini bersifat ta’abbudi dan harus sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya. Memang secara fisik yang disembelih adalah hewan kurbannya, tetapi hakikat yang sampai pada-Nya adalah bentuk ketakwaan. Hikmah yang kedua adalah rasa syukur nikmat kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilakukan kaum muslimin pada hakikatnya adalah bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan. Mengapa demikian? Allah SWT telah menginstruksikan kepada manusia khususnya orang Islam untuk mengungkapkan rasa syukur nikmatnya dengan istilah Tahadduts bin ni’mah. Hikmah yang ketiga adalah kurban sebagai ungkapan simpati/empati dengan sesama manusia. Ibadah kurban yang dilakukan kaum muslimin mempunyai dua dimensi pokok, yaitu dimensi vertikal atau hubungan dengan Allah SWT sebagai landasan iman dan takwa, serta dimensi horizontal atau hubungan dengan sesama manusia sebagai bentuk nyata hubungan sosialnya.
Sebagaimana sejarah Nabi Ibrahim AS. yang sangat mencintai anaknya, Nabi Ismail AS. hingga Allah SWT menguji Nabi Ibrahim AS. Terhadap kecintaannya untuk di-qurban-kan sebagai wujud ketaatan pada perintah Allah SWT.
Setiap sesuatu yang dicitai manusia, dan kecintaannya kepadasesuatu itu dapat membelenggu manusia untuk bertakwa kepada Allah SWT.
Jadi, jika ‘Ismail’-nya Nabi Ibrahim Asadalah anak kandungnya sendiri, ‘Ismail-ismail’ kita saat ini bisa berwujud jabatan, kedudukan, harta benda, harga diri, maupun profesi, termasuk di dalamnya mental korupsi, kolusi dan nepotisme serta serakah yang menguasai manusia!
Apa yang menjadi kiasan sebagai ‘Ismail’ sesungguhnya adalah tiap sesuatu yang membuat manusia hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, dan tiap sesuatu yang dapat membutakan mata hati dan menulikan telinga manusia dari hidayah Allah SWT.
Kiranya apa dan siapa pun ‘Ismail-Ismail’ itu maka harus diqurbankan di bumi yang fana ini, sebagai bukti keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Inilah sejatinya makna terpenting ‘Idul Qurban, yakni tumbuhnya sikap kesediaan berqurban dalam kontek sosial yang lebih luas. Yakni kapan dan di mana pun kita berada rela memberikan pengorbanan yang tulus demi kemaslahatan ummah.
Presiden RI. Pertama, Ir. Soekarno pernah mengutip pemikiran Tuan Oliver Lodge yang menyatakan , “there is no life without sacrifice and no sacrifice is wasted”, yang secara bebas dapat diartikan bahwa “tidak ada hidup tanpa pengorbanan dan tidak ada korban (dalam kontek Islam: menyembelih hewan qurban) yang hilang terbuang. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa berqurban merupakan inti dari kehidupan.
Dengan demikian, ibadah qurban adalah semangat pembebasan manusia dari sifat-sifat yang melekat sebagai potensi anti sosial. Sifat anti sosial yang paling berbahaya dan dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah nafsu serakah, yang melahirkan prilaku korup.
Semangat Idul Qurban sejatinya sangat relevan dengan upaya bangsa kita untuk memerangi tindak pidana korupsi yang kini makin menggurita dan melanda semua sendi kehidupan, baik yang ada di kota maupun yang ada di desa. Pada saat upaya pemberantasan korupsi yang dimotori oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat ujian dan hanbatan sangat-sangat berat, maka semangat Idul Qurban dapat dijadikan spirirt untuk makin memperkuat upaya pemeberantasan korupsi.
Karena jika para pelaku qurban dan umat Islam yang merayakan Hari Haya Idul Qurban benar-benar menghayati makna ibadah Qurban pasti mereka akan terhindar dari perbuatan korup,bahkan sebaliknya lebih tebal memiliki semangat untuk secara bersama-sama melawan korupsi. Amin…[Syaiful Bahri, Penyuluh Agama Islam Kankemenag Kab. Aceh Utara,Jln. Mayjen Nyak Adam Kamil No. 6 Lhokseumawe, Hp. 0852 6005 1975, email: syaiful19750516@gmail.com]
(Ket. Foto : Ilustrasi pelaksanaan qurban )