Kakanwil yang diwakili Kabag TU Kanwil Kemenag Aceh membuka dengan resmi Kegiatan Pembinaan Orientasi Guru Agama Kristen Formal dan Informal Tingkat Provinsi Aceh di Grand Nanggroe Lueng Bata Banda Aceh (18/10).
Acara sejak 18 hingga 20 Oktober itu, menurut Samarel Telaumbanua, Ketua Panitia dari Pembimas Kristen Kanwil Kemenag Aceh, lanjutan dari acara yang sama dua bulan. Acara diikuti satu angkata guru agama formal dan informal, dan elemen lainnya yang beragama Kristen.
Kakanwil nyatakan, bahwa sebagaimana Visi dari Kementerian Agama Republik Indonesia yang tercantum dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010, yaitu: “Terwujudnya Masyarakat Indonesia yang Taat Beragama, Rukun, Cerdas, Mandiri, dan Sejahtera Lahir Batin,” maka acara yang diprogramkan dan laksanakan oleh Pembinmas Kristen, berupa Pembinaan Orientasi Guru Agama Kristen ini, sangat signifikan dan rasional untuk kita wujudkan bersama-sama, terutama oleh umat Kristen.
Apalagi jika kita menelaah lagi Misi Kementerian Agama, seperti dalam KMA Nomor 2 Tahun 2010. Di sana disebutkan bahwa misi Kementerian Agama, yaitu:
1) Meningkatkan kualitas kehidupan beragama;
2) Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama;
3) Meningkatkan kualitas Raudhatul Athfal (TK), Madrasah, Perguruan Tinggi Agama, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Keagamaan;
4) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Ibadah Haji; dan
5) Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Lanjutnya, “Di antara misi-misi di atas, ada yang bersinggungan dan bersinergis langsung dengan umat Kristen di mana pun: di Indonesia, khususnya di Aceh, dan lebih khusus lagi di Banda Aceh ini.”
Kepada para guru itu, Kakanwil sampaikan bahwa, “Kualitas sumber daya manusia menjadi faktor yang sangat penting, bahkan paling penting dalam upaya memajukan masyarakat dan daerah ini. Sumber daya disebut berkualitas bila memiliki keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif dalam berbagai bidang.”
Salah satu sektor penting dalam rangka peningkatan kualitas SDM adalah pendidikan. Hanya dengan pendidikan yang bermutu dan relevan, dikelola dengan baik, dan dapat diakses oleh semua masyarakat, dapat melahirkan SDM berkualitas.
Di Indonesia, pendidikan tidak hanya dilaksanakan melalui sekolah formal, tetapi juga oleh pendidikan informal, yang menyediakan layanan pendidikan lebih luas dari sekadar pendidikan bagi masyarakat.
Pendidikan informal telah membuktikan diri dalam melahirkan tokoh-tokoh masyarakat, pemimpin, baik di tingkat lokal maupun nasional bahkan internasional.
Nah, hari ini dengan adanya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, kini pendidikan informal dan nonformal telah menjadi bagian penting yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional.
Guru merupakan penentu kualitas proses dan keluaran proses pendidikan. Demikian pula di pendidikan formal dan informal. Saya pikir, guru yang baik lebih menentukan dibandingkan dengan kurikulum yang baik.
Guru yang baik dapat memperbaiki kurikulum yang tidak baik dan menyajikan atau melakukan pembelajaran dengan baik. Namun, kurikulum yang bagus tidak dapat tersajikan dengan baik, bilamana gurunya tidak mampu melaksanakananya.
Dalam bahasa lain, kurikulum yang baik akan menjadi jelek, jika guru yang menjadi pelaksananya, jelek. Guru yang jelek atau jelita, pengajar-pendidik yang riang atau garang, ialah figur atau sosok yang dicontohi murid, rela atau terpaksa, pagi hingga sore.
Bagi murid yang sedang meraih impian, sosok guru itu sering bisa jadi panutan, atau kerap juga mungkin sebagai pecundang. Guru yang baik adalah guru yang kompeten; yang memiliki berbagai komptensi secara memadai, baik pada aspek kepribadian, profesional, pedagogi maupun sosial. Singkatnya, guru yang baik adalah guru yang profesional. [yakub]
[Foto: Menteri Agama RI Dr Suryadharma Ali MSi saat menyerahkan bantuan rehab fasilitas umat Kristen, pascagempa bumi, dalam kunjungan kerja di Bener Meriah (30/8). Foto: Khaitul Umami, Subbag Inmas Kanwil]