[Banda Aceh| Muhammad Yakub Yahya] Dalam sesi diskusi, dalam paparan Sosialisasi USBNPAI 2014, sejumlah keluhan dan pertanyaan muncul. Termasuk Bu Wildani SAg, dari Kasi Pendis, Kota Lhokseumawe. Peserta acara memang Kasi PAIS/PENDIS/PAKIS dan Kabid Dikmen Disdik.
“Bagaimana ke depan, praktek lapangan ke sekolah, bukan pada ruang yang terkesan seremoni,” ajak Bu Wil (sapaan untuk Wildani, Kasi di Kankemenag itu), dan ditanggapi Kadisdik Aceh.
Saat Drs Kamaruddin, dari Aceh Tamian, juga tanyakan pada Kadisdik, Drs Anas M Adam, soal pelatihan guru dan jam ajar, juga kekurangan jam untuk sertifikasi. Juga soal kekurangan dana untuk guru yang berlebihan.
“Sebenarnya boleh mengajar di mana saja untuk mencukupi jam, tapi ada aturan. Juga soal standar nilai anak UN, kita akan ‘kejar’ kebijakan dan perbaiki, yang dikira akan merugikan kita,“ jawab Anas.
“Jangan imingkan jawaban dan bantuan pada anak didik, dan jangan janjian mengasih nilai, nanti mereka tak mau belajar lagi,” larangnya.
Saat ditanyakan keterlibatan polisi saat UN, maka “Seharusnya dijemput soal UN, bukan diantar polisi,” jawab Anas, yang akan Rakor di Jakarta yang akan persoalkan teknis pengambilan soal di kantor Polisi, dan soal yang di-copy (yang tak cukup dikirim).
“Pelatihan guru selama ini tidak hanya untuk guru sekolah saja, tapi juga untuk guru madrasah. Sekarang guru MAN ada petatihan khusus. Jika memungkinkan dana di Dinas Pendidikan Provinsi disubsidi ke Kemenag Kab/Kota. Juga untuk tutor-tutor. Ada perhatian khusus untuk kabupaten terpinggir, seperti Simeulue.
Saifullah dari Kasi Aceh Besar, juga ceritakan kelebihan guru dalam bidang tententu (biologi), dan kurang untuk mata pelajaran lainnya. [l]