CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

E-Learning Gratifikasi: Antara Angka dan Kesadaran Eksistensial

Image Description
Muhammad Yakub Yahya
  • Penulis
  • Dilihat 139
Selasa, 8 Juli 2025
Featured Image
Penulis Muhammad Ikhsan Rizky Zulkarnain (belakang kanan)

E-Learning Gratifikasi: Antara Angka dan Kesadaran Eksistensial

Oleh Muhammad Ikhsan Rizky Zulkarnain (PNS Kanwil Kemenag Prov Aceh)

 

Mulai tanggal 16 Juni hingga 11 Oktober 2025, Kementerian Agama RI melalui Surat Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Nomor B-263/ Set.IJ/ PS.00/05/2025 tanggal 28 Mei 2025 tentang  Pemenuhan kuota  E-Learning Peningkatan Pemahaman Gratifikasi KPK RI kembali menyelenggarakan program E-Learning Peningkatan Pemahaman Gratifikasi. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui LMS Pusat Edukasi Antikorupsi KPK RI, dengan target yang cukup besar— yaitu 15.000 ASN Kemenag dari seluruh Indonesia. Untuk Aceh sendiri, telah ditentukan bahwa targetnya seribu pegawai dilingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh harus berpartisipasi, termasuk CPNS dan PPPK yang baru bergabung di tahun ini.

 

Dari sisi administratif, partisipasi ini layak diapresiasi. Jumlah peserta yang signifikan menunjukkan adanya perhatian yang serius terhadap isu gratifikasi dalam birokrasi. Namun di balik semangat kolektif itu, muncul pertanyaan mendasar: apakah kegiatan ini benar-benar mendorong perubahan? Ataukah ia sekadar menjadi rutinitas tahunan yang terus berulang, tanpa menyentuh hal-hal yang lebih mendasar?

 

Antara Formalitas dan Kesadaran

E-learning tentang gratifikasi bukan hal baru, khususnya di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Sejak Januari 2023, program ini sudah mulai dilaksanakan atas inisiatif internal oleh beberapa Pegawai Tim Ortala dan KUB Kanwil Kemenag Aceh. Saat itu, kegiatan ini tumbuh dari dorongan moral, bukan perintah struktural. Seiring waktu, pada 2024 dan kini, program ini diarusutamakan sebagai kebijakan internal, hingga akhirnya menjadi bagian dari gerakan kolektif di tahun ini.

 

Namun pertanyaannya bukan tentang seberapa banyak peserta yang mengikuti program ini, melainkan apakah kesadaran para peserta ikut tumbuh seiring mengikuti e-learning ini? Kita hidup di zaman ketika banyak hal dinilai dari angka—jumlah klik, sertifikat yang terbit, laporan ke pusat yang lengkap. Tapi apakah angka itu mencerminkan perubahan sikap? Ataukah hanya menjadi pelengkap administratif ZI WBK WBBM yang menutupi kekosongan nilai?

 

Nietzsche pernah mengkritik moralitas massa yang tumbuh bukan dari kesadaran, melainkan dari kepatuhan. Dalam konteks birokrasi, kepatuhan administratif sering kali terlihat, tapi refleksi etik justru absen. Kita menjadi mesin yang memproses perintah, bukan manusia yang bertanya: “Untuk apa semua ini dilakukan?”

 

Indonesia di Tengah Realitas Korupsi

Jika kita menengok data, situasinya juga belum menggembirakan. Transparency International mencatat bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2024 hanya berada di angka 37 dari 100. Sedikit dibawah Etiophia. Pelatihan, workshop, e-learning—semuanya telah dilakukan, namun perubahan nilai masih menjadi tantangan besar. Perlu digarisbawahi dalam hal ini penulis tidak mengajak pembaca utk menjadi nihilis-pasif karena tentu saja e-learning integritas dan antikorupsi ini tetap penting. Ia memberi akses edukasi secara luas dan merata. Tapi jika tujuannya hanya menyetor bukti bahwa pelatihan telah diikuti, maka kita hanya menambahkan satu berkas lagi ke dalam tumpukan dokumen, tanpa memberi makna baru pada perilaku kita.

Integritas bukanlah hasil dari klik pada modul. Ia lahir dari pilihan-pilihan sunyi yang kita buat, bahkan ketika tidak ada yang mengawasi. Dan itu tidak bisa dicapai jika pelatihan hanya dilihat sebagai kewajiban administratif semata.

 

Dari Kepatuhan menjadi Kesadaran

Sudah waktunya kita menggeser orientasi dari sekadar kepatuhan menjadi kesadaran. ASN tidak cukup hanya mengikuti prosedur. ASN adalah manusia juga yang mampu sadar atas pilihan2 moralnya, ia harus memiliki pemahaman bahwa setiap bentuk korupsi, sekecil apa pun, adalah pengkhianatan terhadap martabatnya sendiri.

 

Semangat ini sebenarnya sudah ada sejak awal. Pada 2023, kegiatan e-learning gratifikasi di lingkungan Kanwil Kemenag Provinsi Aceh tidak dimulai karena adanya perintah. Ia lahir dari kegelisahan. Dari keprihatinan bahwa birokrasi tidak boleh terus-menerus dikotori oleh budaya transaksional. Kita perlu kembali ke semangat itu: bergerak bukan karena diminta, tapi karena merasa perlu.

 

Mengutip novel Nietzsche (Also Sprach Zarahustra: 1880) menyatakan bahwa manusia sejati bukanlah yang hidup reaktif, tapi yang mampu mencipta nilai dari dalam dirinya sendiri. ASN ideal adalah mereka yang tidak hanya menunggu arahan, tapi bertindak berdasarkan keyakinan akan nilai yang diyakininya.

 

Seruan akhir untuk Birokrat yang Berjiwa

Kita tidak sedang menjalankan sistem, kita sedang membentuk peradaban kecil di kantor-kantor kita. Pilihan untuk mengikuti e-learning bukan hanya soal menyelesaikan modul dan mendapatkan sertifikat, tetapi tentang bagaimana kita menjadikan pengetahuan itu sebagai kompas dalam keputusan-keputusan kecil sehari-hari. Jika kita mampu melampaui semangat menggugurkan kewajiban dan benar-benar menjadikan program ini sebagai titik tolak refleksi, maka kita sedang menyulut nyala kecil yang suatu saat bisa menjadi terang besar. Dan jika ada satu hal yang perlu selalu kita ingat, maka itu adalah ini: integritas sejati tidak datang dari pengawasan, tapi dari keberanian yang sunyi, bahkan saat tak ada yang melihat.

 

Fotografer : Muhammad Ikhsan Rizky Zulkarnain
Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh