[Kanwil | Yakub/Darwin] Dhuha Senin (21/12), usai apel, para Kabid, Pembimas, Kasi, Kasubbag, PPK, dan Pengelola Keuangan Kanwil Kemenag Aceh ikuti ekspos pelaporan dari tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag RI. Acara di aula besar Kanwil itu, bentuk pendampingan untuk perbaikan laporan kerja Kanwil, sebelum tahapan pemeriksaan/audit oleh institusi auditor selanjutnya.
Namun Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Kabid Urais Binsyar) Drs H Hamdan MA bersama Kepala Subbag Hukum dan Kerukunan Umat Beragama (Kasubbag Hukum dan KUB) H Juniazi MPd, juga harus ikuti pendampingan di ‘diskusi HAM’ bersama Tim Komisi Perempuan Pusat.
Menurut Ketua Komnas Perempuan Azriana RM, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dibentuk untuk mengembangkan kondusi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan atas perempuan dan pemenuhan HAM perempuan di Aceh dan Indonesia.
Di ruang kerja Kakanwil, Tim dari Komnas dari lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) diketuai Ketua Komnas Perempuan Azriana RM, tim banyak dibahani soal dinamika HAM di Aceh yang sinkron dengan syariat Islam. Sementara Kakakwil Kemenag Aceh Drs HM Daud Pakeh sedang menyelesaikan soal tanah wakaf Bireuen di Jakarta, bersama jajaran Kemenag Bireuen. Juga Kabag TU H Habib Badaruddin SSos, hadir di Jakarta.
Selain Ketua, hadir dalam tim yang berjumlah lima perempuan ini, empat anggotanya. Masruchah sebagai Komisioner, serius ikuti paparan H Hamdan, bersama anggotanya dari Komnas Dahlia Madanih dan Gina Faidah. Dalam diskusi, Kakanwil Kemenag Aceh yang diwakili Kabid Urais menyebut perkembangan kehidupan keagamaan di Aceh, juga Singkil, termasuk regulasi pendirian rumah ibadah. “Ada beda tempat ibadah dengan rumah ibadah…,” kutip Kabid dan Kasubbag KUB pada tim Komnas.
Akumulasi Problem, bukan Konflik Agama
Sebelum ke Kanwil, Komnas telah gelar pertemua dengan elemen di Singkil: korban, pemuka agama, Forkompimda, dan lainnya hingga 21 November. Ke depan, katanya, untuk menghindari aksi pembakaran, pembongkaran, rumah ibadah, Singkil akan menyelasaikan izin gereja yang ada. Sebelumnya, 1 telah dibakar, 10 dibongkar, dan sisanya menanti izin.
Menurut Kasubbag H Juniazi, yang juga Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pada tim Jakarta itu, bahwa konflik Singkil adalah konflik sosial, bukan agama. Kisruh di sana merupakan akumulasi dari ragam soalan: sosial, mobilitas, ekonomi, gap, dan kerja (job), serta politik.
Sambungnya, usai kasus 13 Oktober, antar dua kelompok, di dua kecamatan di Singkil, tak menjalar ke kawasan lain. Usai itu kerukunan masih baik di sana, dan di kawasan Aceh lainnya. Kasus Singkil (empat tersangka pembakaran dan 1 tersangka penembakan) sedang ditangani Kejaksaan. Proses pendirian rumah ibadah, mengacu pada Pergub Aceh Nomor 25 Tahun 2007, dan Tentang Pendirian Rumah Ibadah itu, berdasarkan UU Nomor 11 Tentang Pemerintahan Aceh.
Bahwa tanggung jawab kasus Singkil, lebih pada kewenangan Bupati Singkil sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 tentang Konflik Sosal. Serta Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, Pergub Aceh, serta Pergub Nomor 23 Tahun 2007, tentang Pedoman Pelakasanaan Tugas Pokok FKUB.
Kasus demi kasus, dapat diselesaikan dengan komunikasi dan musyawarah dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda, FKUB dan lainnnya yang difasilitasi pemerintah. Dan, Pemerintah Aceh menjamin kemerdekaan dan kewajiban melindungi setiap penduduk untuk jalankan ajaran agamanya, sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan, dan penerapan syariat Islam di Aceh.
Tim Itjen
Sementara di Aula sedang berlangung ekspos tim Itjen Kemenag RI. Detil temuan ditemukan, untuk diperbaiki, dan diaudit nanti oleh tim auditor selanjuntnya…. []
[Foto atas: Kabid Urais Binsyar Drs H Hamdan MA dan Kasubbag Inmas H Juniazi MPd sedang diskusi dengan Komnas Perempuan di ruang Kakanwil. Foto bawah: Tim Itjen ekspos pelaporan kerja Kanwil 2015]