[Banda Aceh | Yakub] Usai Syeikh Muhammad Kullaib dari Mesir imami shalat ‘isya, sebelum syekh lanjutkan tarawih dan witir, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Drs HM Daud Pakeh sampaikan ceramah Ramadhan. Usai dari Baiturrahman, Kakanwil bersama Kasubbag Inmas menuju ke pendopo, untuk satu acara bersama Gubernur.
Kakanwil, yang usai asar sebelum buka puasa, membuka satu acara bersama eselon I di Pade Hotel itu, mengajak umat Islam, dengan momentum bulan suci Ramadhan agar menyucikan hati, agar tidak dinodai oleh sifat keji dan kotor.
“Di antara sifat kotor ialah dendam, dengki, suka mengadu domba, menfitnah, dan ghibah atau namimah, yang dalam bahasa Aceh disebut lalat mirah,“ papar Kakanwil, yang siangnya juga telah melantik 20 pejabat eselon IV, di hadapan ribuan jamaah tarawih di masjid yang sedang ada proyek itu.
Di sini, Kakanwil awali dengan penggalan ayat dari QS Al-Hujurat ayat 11, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum pria mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).“
Menurut Kakanwil, dalam jiwa kita ada dua potensi, pertama sifat fujur misalnya sikap dendam, iri, suka fitnah, khianat, dan mengolok-olok. Dan kedua, sifat taqwa, sebagaimana harapan bulan suci Ramadhan.
Ini sejalan dengan QS Asy-Syams ayat 8 dan 9, “fa-alhamahaa fujuurahaa wataqwaahaa, qad aflaha man zakkaahaa, yang artinya “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.”
Di sisi lain, dalam ceramah singkat itu, Kakanwil menyebut satu kutipan hadits, bahwa dalam diri kita ada segumpal daging, yang jika baik, maka akan baiklah yang lainnya, termasuk sikap dan prilaku. Itulah hati (qalbun).
Maka, ajak Kakanwil mari kita bersihkan diri kita, jiwa kita, hati kita, di bulan mulia ini, dengan mengendalikan diri, serta meluruskan diri. Kakanwil mengutip sebuah hadits shahih, yang menganjurkan, agar kita tidak terpancing saat dihadapkan pada sikap orang lain. “Ana shaa-im, saya sedang berpuasa,” jawaban kita, kutip Kakanwil dalam ceramah 5 Ramadhan (malam keenam), Jumat (10/6) itu.
Ini penting kita renungkan, sebab tidak semua orang bisa bertaqwa. Kata la’allakum (di ujung ayat puasa, la’allakum tattaqun), itu kalimat mudah-mudahan yang belum tentu dapat semua. Katanya, mencontohkan, usaha yang belum tentu dapat (tapi kita doakan), ialah dalam pesta, yang kita sering saksikan, ada papan bunga dengan lafal ‘semoga bahagia’.
Ajakan Kakanwil tentang pentingnya menata dan menyucikan qalbu ini, sejalan dengan ajakan dalam taushiyah pada siang, ba’da zhuhur Senin, 1 Ramadhan (6/6), di Mushalla Al-Ikhlash Kanwil Kemenag Aceh.
Firman Allah SWT, “Yawma laa yanfa’u maalun walaa hanun, illaa man atallaha bi qalbin salim,” dengan maknanya, “Di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang –oarng yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Qs Asy-Syu’araa: 88-89).
Kakanwil menyinggung soal pengendalian diri ini, seraya sampai dua kali menyiratkan kasus terakhir yang berkembang di Bireuen, yang karena itu, Kakanwil sampaikan baru saja menjumpai Menag untuk membicarakannya.
Untuk 10 malam pertama puasa, penceramah Ramadhan di Masjid Raya Baiturrahman Banda memang dijadwalkan, misalnya untuk Imam Besar, Gubernur, Pangdam, Kapolda, MPU, Kajati, Kakanwil, dan Dinas Syariat Islam. Selanjutnya diisi oleh penceramah dari tokoh agama, ulama, pimpinan ormas, dan da’i Aceh.
Taqabbalalaahu minnaa wa minkum, shiyamanaa wa shiyaamakum… []