Banda Aceh (Inmas) --- Menyambung ceramah Ramadhan Rabu (7/6) kemarin, pengasuh rubrik Tafsir majalah Santunan Kanwil Dr H Fauzi Saleh Lc MA, jelaskan kedudukan ilmu dan hikmah. Jelasnya, manusia selaku khalifah di bumi, perlu diawasi oleh nonmanusia, di luar pengawasan sesama kita. Manusia perlu diawasi malaikat.
Sebelum Tgk Fauzi tampil, telah diundang penceramah dari Kanwil dan akademik, Drs H Djulaidi Kasim dan Dr Agustin Hanafi MA. Berikutnya di Mushalla Al-Ikhlas Kanwil, ada Dr Tgk H A Gani Isa MAg, Katua BP4 Aceh.
Ceramah pertengahan puasa, siang 14 Ramadhan ini, Ustadz Fauzi angkat QS A-Baqarah 30, "wa-idz qaala rabbuka lilmalaa-ikati innii jaa'ilun fii al-ardhi khaliifat..."
Dalam pencipataan ini, ada beberapa poin penting buat kita. Pertama, perlu musyawarah meskipun yang berbuat bisa mengerjakan sendiri. Kedua, manusia memang berpotensi merusak. Ketiga, gampang menumpahkan darah. Keempat, ada penghuni sebelum manusia yang telah punah, lantaran saling membunuh.
Selain itu, dari ayat selanjutnya, Allah nyatakan perlunya ilmu dan hikmah. Di balik ilmu perlu dilanjutkan dengan kemampuan menilik hikmah. Bukan hanya berhenti pada ilmu saja. Sebagaimana nama Allah dengan Yang Mengetahui dan Bijaksana, "...innaka antal 'aliimul hakiim." (QS Al-Baqarah 32).
Lebih lanjut, manusia lebih tinggi derajat daripada ciptaan Allah lain, dengan pengetahuan. Manusia sama dengan malaikat, jika sujud ruku' dan dalam rukun-rukun shalatnya.
Selain manusia selaku ''pengganti" Allah dalam mengelola bumi, pemimpin itu perlu fit and propertest. Pemimpin perlu lewati perdebatan dan ujian, sebagaimana manusia didebatkan malaikat. Namun ujungnya, ilmu dan manusia yang berilmu pun yang dihargai, diapresiasi Allah dan malaikat.
Yang penting, sebut penceramah, ilmu itu dianugerahi, bukan ditemukan manusia. Meskipun harus dicari. "wa'allama aadamal asmaa-a kullahaa tsumma 'aradhahum 'alal malaa-ikah..."
Dari ceramah ba'da zhuhur kemarin, Utadz Fauzi alumni satu kampus di Tunisia itu, jelaskan kelebihan beberapa binatang yang diciptakan Allah. Lebih-lebih lagi jika kita mampu mengambil 'ibrah dari kehadiran binatang dalam keseharian kita.
Dari nyamuk, pengasuh Tafsir dalam halqah maghrib dan ceramah shubuh di Masjid Raya Baiturrahman itu, jelaskan dan ajak kita tak mencontohkannya. Hanya perangai kafir yang menyerupai tabiaat nyamuk (ba'udah). Nyamuk saat lapar dia kerja keras mencari dan menghisap. Manakala kenyang dia menyendiri dan nyaris mati.
Muslim maunya tidak demikian, ada masa kerja, dan siapkan diri untuk hari tua, dengan ibadah, bukan terus kerja keras dengan kerja. Pun demikian, gara-gara nyamuklah jutaan manusia mencari nafkah.
Dari onta, kita pelajari kesetiaan, karena dia setia menemani tuannya saat penuntunnya lelap. Onta binatanag tahan panas, dan kukunya kian tajam. Onta jarang minum, dengan beribu-ribu mil jalannya.
Dari lebah kita diajarkan perlunya hidup tanpa menggangu lingkungan. Lebah menyarikan buah dan sari bunga. Namun menghasilkan madu, obat mujarab bagi manusia.
Ustadz dasari ceramah dari QS Al-Baqarah 26, "innallaaha laa yastahyii an yadhriba matsalan maa ba'uudhatan famaa fawqahaa." Lanjutnya, manusia bisa masuk surga, gara-gara mengambil ibrah dari binatang, dan sebaliknya bisa masuk neraka lantaran mengingkarinya. [yakub-haji]