CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Usai Aple Senin, Bedah Buku ``Dayah, Menapaki Jejak Pendidikan Endatu``

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 265
Minggu, 26 Oktober 2014
Featured Image

[Banda Aceh | Tgk Teuku Zukhairi/Yakub] “Hadiri dan sukseskan… Bedah buku “Dayah, Menapaki Jejak Pendidikan Endatu” karya Saifuddin Dhuhri Alumnus Al-Azhar Mesir dan Universitas Qurawiyien, Tetouan-Maroko. Demikan bunyi undangan yang sampai pada sebagian kawan Kanwil, dua hari sebelum pengumuman Kabinet Kerja Jokowi-JK.

Empat pembedah, 1). Kepala Kementerian Agama Aceh, Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd, 2). Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh, Drs. H Bustami Usman, M.Si, 3). H Umar Rafsanjani, Lc, MA, Pengurus Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh, 4). Teungku Mustafa Husen, S.Pd.I itu, Sekretaris Umum Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA), akan dimoderatorkan oleh H Mizaj Iskandar, Lc, LLM.

Acara yang juga diidukung oleh, Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh dan Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) itu, digelar di Lantai 2 Aula Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh itu, Insya Allah usai apel Senin, 27 Oktober, pukul 09.30 -12.00 WIB

Menurut panitia, Teuku Zulkhari, ada beberapa pengakuan seputar keunggulan buku ini. “Buku ini menarik dan penting dilihat dari beberapa faktor. Antara lain, adanya upaya kritis dengan mendekonstrusikan landasan dan upaya penyelenggaraan pendidikan di Aceh selama ini. Ini krusial bagi bahan refleksi semua stakeholder pendidikan umum dan dayah di Aceh,” ujar kolomnis tadabbur di Serambi Indonesia, Tgk Jarjani Usman MA.

“Selanjutnya, adanya sajian dalam bentuk usaha untuk mengisi kesenjangan yang terdapat dalam karya-karya tentang dayah yang ditulis sebelumnya. Di samping itu, adanya upaya untuk mencari format pendidikan dayah dalam menghadapi perubahan zaman,” H Jarjani Usman, yang juga Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

“Hadirnya buku ini bukan saja penting karena memperjelas wajah dayah dari segala dimensi, tapi juga memberi bukti bahwa dayah adalah lembaga pendidikan paling fenomenal karena kajian tentangnya terus dilakukan berbagai kalangan. Buku ini adalah bukti bahwa Saudara Saifuddin Dhuhri mencintai dayah karena dengan upayanya ini dengan sendirinya telah membantu dayah untuk menyampaikan informasi penting tentang dayah ke dunia luar, sekaligus memberi masukan konstruktif apa yang harus dibenahi,” jelas Teuku Zulkhairi (foto sedang bikin laporan saat sedang dari arena MQK, Jambi).

“Saya berharap buku ini akan menjadi awal baru bagi saudara Saifuddin Dhuhri untuk terlibat dalam menjembatani antara dayah dengan perguruan tinggi, sehingga ke depan kita akan menyaksikan era emas Aceh, di mana dayah dan perguruan tinggi telah bisa untuk saling melengkapi dan memahami. Saling memadukan kelebihan, dan menutupi kekurangan,” Teuku Zulkhairi, MA, yang juga Ketua Departemen Riset Rabithah Thaliban Aceh (RTA).

Menurut Dr. T. Zulfikar, M.Ed.,MA, Dosen dan Peneliti Senior di International Center for Aceh and Indian Ocean Studies-ICAIOS), “Membaca buku yang ditulis oleh saudara Saifuddin Dhuhri membawa saya kembali ke masa lalu. Masa di mana dayah menjadi sentral pendidikan bagi segenap masyarakat. Dayah yang kala itu menjadi pilihan kebanyakan orang tua karena mereka meyakini lembaga pendidikan yang satu ini mampu membentuk kepribadian anak-cucu mereka. Walaupun dimasa modern ini preferensi masyarakat terhadap dayah semakin tergerus, dayah tidak kehilangan legitimasinya sebagai sebuah lembaga pendidikan aternatif.”

Walaupun demikian, Saifuddin dengan sangat jeli mengkritisi kelemahan-kelemahan yang ada di lembaga pendidikan Islam ini, dan sekaligus menawarkan solusi terhadap kelemahan tersebut. Buku ini sangat kaya dengan informasi menarik dan cocok menjadi rujukan bagi akademisi dalam berbagai bidang ilmu, terutama dalam bidang pendidikan.

Saifuddin Dhuhri ialah putra Pidie, Aceh tahun 1977 adalah intelektual yang memiliki pengalaman yang memadai di bidang penelitian, telah menempuh jenjang pendidikan yang bisa dikatakan bergengsi dan memiliki pengalaman dan prestasi akademik yang membanggakan.

Pada tahun 1995 beliau mendapatkan beasiswa dari pemerintah Indonesia dan Universitas Al-Azhar untuk menempuh pendidikan jenjang pertama di Universitas Al-Azhar, Mesir.

Di sana dalam pengambilan spesialisasi bidang aqidah dan filsafat, beliau mendapat beasiswa Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dari tahun 1996 hingga selesai. Menamatkan strata satu tahun 1999, pada tahun 2001, Saifuddin Dhuhri melanjutkan pendidikan jenjang Master di Universitas Qurawiyien, Tetouan-Maroko dalam keahlian yang sama. Dengan beasiswa UNESCO, Saifuddin Dhuhri menyelesaikan program masternya tahun 2003.

Di Maroko aktif dalam banyak kegiatan akademik bahkan ikut belajar bahasa Perancis di Pusat Pembelajaran Bahasa Perancis, Tetouan dan bahasa German.

Setelah mendapatkan gelar Diplome D’tudiant Superior Aprofondir (DESA), beliau aktif dalam banyak kegiatan penelitian dan konferensi tingkat lokal dan international. Pada tahun selanjutanya, beliau mulai aktif di Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara.

Di samping juga, beliau menjadi dosen di Jurusan Dakwah yang kemudian tahun 2005 menjadi dosen PNS. Selama itu beliau terlibat aktif dalam penelitian dan kegiatan pengembangan Dayah dan pendidikan Ulama di Aceh Utara.

Tahun 2006, Saifuddin Dhuhri diterima dalam program Sandwich Program non-degree di Universitas Australia National University (ANU) Canberra-Australia. Program setahun ini dibeasiswakan oleh Australian Development Scholarship (ADS) bekerja sama dengan Learning Assistance Program for Islamic Studies (LAPIS). Selama satu tahun ini beliau fokus dengan kajian dayah di bawah bimbingan Prof. Virginia Hooker.

Seiring semakin matangnya pengalaman dalam tradisi akademik di ANU, Saifuddin Dhuhri ikut serta dalam konferensi international dan nasional, seperti konferensi di Universitas Melbourne, dan Universitas Western Australia yang mengangkat tema pendidikan dayah.

Saat itu penulis menantang kepercayaan umum bahwa pesantren sebagai tradisi pendidikan tertua di Asia Tenggara. Makalah Saifuddin Dhuhri menyatakan sebaliknya, dayahlah institusi tertua di Asia Tenggara dan dari Rahim dayah tradisi pesantren lahir dan berkembang, meskipun pesantren belum terbebaskan sepenuhnya dari pengaruh budaya pendidikan Hindu.

Pada tahun 2007, Saifuddin Dhuhri mendirikan lembaga penelitian; Pasee Institute for Research (PIR). Disamping aktif menjadi trainer bagi dosen-dosen di Aceh Utara, Langsa, Bireuen, dan Lhokseumawe, dengan lembaga ini, Saifuddin Dhuhri banyak terlibat dengan aktifitas penelitian mengenai budaya Aceh, Dayah dan pendidikan secara umum.

Salah satu penelitian yang dilakukan tahun 2008 adalah “Peusijuek, Tradisi Sosial Masyarakat Aceh dalam Perspektif Tradisional dan Modern Islam” yang dibiayai Aceh Research Training Institute (ARTI).

Selanjutnya banyak aktifitas akademik lainnya terus digeluti beliau hingga berhasil mendapatkan beasiswa strata tiga di Universitas Monash University. Di sana pengetahuan tentang dayah, pendidikan dan lokalitas semakin diperdalam, apalagi dissertasi yang ditulis beliau bertemakan tentang representasi identitas Aceh dan Budaya dalam kurrikulum pelajaran kesenian dan budaya tingkat SMP.

Sebagai tuntutan mengikuti S3 untuk menguasai teori-teori post-colonial, maka karenanya, ia  semakin mempertajam daya padang beliau terhadap social engeneering dayah oleh Belanda pada masanya. [inmas aceh]

Tags: #
Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh