(Catatan Pengalaman Petugas Haji Bidang Kesehatan)
Oleh: dr. Marlia Adelina ***
Mina merupakan salah satu tempat yang pasti akan dikunjungi oleh setiap insan yang melaksanakan ibadah haji, bahkan disana terdapat beberapa manasik haji yang harus dilakukan oleh jamaah, seperti Mabit dan melempar Jamarat. Sehingga Rangkaian pelaksanaan ibadah haji itu tak akan sempurna kalau tidak ada nama Mina didalamnya.
Mina adalah sebuah lembah di padang pasir yang terletak sekitar 5 kilometer sebelah Timur dari kota Mekkah, Arab Saudi. Ia terletak antara Mekkah dan Muzdalifah, ia mendapat julukan kota tenda, karena disana diisi ribuan tenda untuk jutaan jamaah haji dari seluruh dunia. Tenda-tenda itu tetap berdiri meski musim haji tidak berlangsung.
Mina juga dikenal sebagai tempat pelaksanaan lempar jumrah dalam ibadah haji yang dilaksanakan setelah wukuf di Arafah. Ia memiliki filosofi yang sangat dalam, yaitu sebagai lambang melontar iblis yang menjadi musuh manusia yang nyata meskipun ghaib, sehingga pelemparan itu adalah isyarat membuang ego dan sifat buruk yang melekat pada dari manusia.
Lempar Jumrah atau lontar jumrah adalah merupakan bagian dari ibadah haji yaitu melemparkan batu-batu kecil ke tiga tiang (jamaarat), yaitu jumratul Ula, jumratul Wustha, dan Jumratul Aqobah. Para jamaah mengumpulkan batu-batuan tersebut dari tanah di hamparan Muzdalifah.
Di Mina jamaah haji juga wajib bermalam (mabit) yaitu pada malam tanggal 11,12 Dzulhijjah bagi jamaah haji yang melaksanakan Nafar Awal, atau malam tanggal 111,12, dan 13 Dzulhijjah bagi jamaah haji yang melaksanakan Nafar Tsani.
Pada pelaksanaan Ibadah haji tahun 2018/ 1439 H terutama saat Armina ini saya kembali mendapat kesempatan menjadi salah seorang petugas haji PPIH bidang kesehatan yang akan bertugas di pos kesehatan haji Indonesia di Mina. Sungguh tak terbayangkan tugas seperti apa yang menunggu saya dan teman-teman, yang pasti ini adalah sebuah tugas yang mulia,menjadi orang-orang terpilih untuk melayani para dhuyufurrahman yang tidak semua orang mendapatkan kesempatan itu.
Pos kesehatan Haji Mina terletak di Maktab 50, persis di depan terowongan Muhaisim yang dilalui oleh para jamaah haji terutama yang berasal dari Indonesia saat akan melontar jumrah. Kami yang awalnya tergabung dalam Tim Kuratif Rehabilitatif atau lebih dikenal dengan sebutan TKR sesuai arahan kapuskeshaji berubah menjadi Tim Gerak Cepat yang dikenal dengan TGC lengkap dengan rompi orange agar sistem kerja kami menjadi lebih cepat dan sigap mengikuti irama kegiatan di Mina.
Pada hari pertama, kita merencanakan siap menerima pasien pada jam 00.00 WAS tanggal 21 Agustus 2018 atau 10 Dzulhijjah1439H, ternyata sebelum itu atau sekitar pukul 21.00 WAS sudah ada jamaah yang harus di rawat di pos kesehatan Mina, setelah itu jamaah lainnya terus berdatangan ke pos kesehatan, rata-rata jamaah kelelahan setelah melontar jumrah Aqabah. Saat itu semua tim jaga harus turun tangan membantu para jamaah yang membutuhkan pertolongan, tidak ada lagi sistem jaga berganti-gantian, semua menjadi satu tim, ada petugas laboratorium yang membantu mendorong kursi roda jamaah, ada petugas sansur yang membantu mendata jamaah yang berobat, dan yang tidak kalah penting adalah tim gizi yang berusaha maksimal mencukupi kebutuhan makan dan minum jamaah yang sakit dengan segala fasilitas yang terbatas.
Disana terlihat senyum Sumringah para perugas, tidak terlihat wajah-wajah lelah dari mereka, meski tidak ada yang beristirahat malam itu, terutama petugas POS (Pendamping Orang Sakit) yang merupakan para mukimin di Arab Saudi yang direkrut oleh pemerintah. Para petugas POS inilah yang senantiasa membantu dokter dan perawat dalam masalah hygiene dan intakenya para jamaah yang sakit, mereka terus berkerja untuk memberikan pelayanan kepada Dhuyufurrahman, tida ada kata lelah, sungguh semua bekerja ikhlas karena Allah.
Menyaksikan dan ikut langsung dalam memberikan pelayanan kesahtan di Mina, bagaimana saat Full velbed hingga extra velllbedpun harus dikeluarkan, semuanya full. Total pasien dalam sehari 294 orang, padahal kapasitas hanya 30 vellbed. Dalam waktu 3 jam harus sudah kami tentukan, apakah pasien dinyatakan membaik dan dikembalikan ke kloter, atau memburuk dan di rujuk ke RSAS di Mina.
Banyak kejadian unik saat kami bertugas di Mina, karena itu alasan saya menyebut tempat ini sebagai tempat dikabulkannya doa tanpa jeda. Saat itu, salah seorang petugas kesehatan, seorang dokter gigi, ketika dia hendak keluar dari tenda, dia bisikkan dalam hatinya, "Allah, saya ingin mencari pahala". Tidak lama dari itu, ia langsung dipertemukan dengan 5 orang nenek-nenek jamaah haji yang salah jalan sepulang dari melakukan tawaf ifadhah di Masjidil Haram, dan tidak tahu lagi dimana posisi tenda mereka. Dengan senang hati dan tanpa ragu, ia mengantarkan rombongan tersebut ke tenda mereka, yang letaknya lumayan jauh dari pos kesehatan kami.
Selain itu, Ada juga cerita seorang kawan perawat yang sedang bertugas, Saat itu tenda pos kesehatan sedang dikunjungi oleh menteri agama RI bapak. Lukman Hakim Saifuddin. Seketika teman-temannya berfoto-foto dengan orang nomor satu di kementerian agama tersebut, dia hanya bisa melihat dari kejauhan, dalam hati ingin juga berfoto dengan pak menteri, kapan lagi kesempatan ini datang. tapi dia lebih memilih mengurungkan niatnya dikarenakan ada seorang jamaah haji yang lebih membutuhkan pertolongannya saat itu.
Dengan perlengkapan infus yang lengkap di tangan, dia melanjutkan tugasnya memberikan pelayanan terbaik untuk para dhuyufurrahman ini. Tetapi tanpa diduga saat sedang mengantri untuk berwudhu menjelang shalat Magrib, bapak menteri datang dan menepuk bahunya sambil menanyakan kabar, dia langsung terharu dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan ini untuk berfoto dengan pak Lukman Hakim, mentri agama kita. Sungguh Allah menjawab do'a-do'a disini tanpa jeda, meskipun hanya kita bisikkan dari dalam hati.
Pengalaman lain yang saya rasakan sendiri adalah pada saat saya mendapatkan giliran melempar jumrah bersama beberapa teman, di jalan pulang setelah melempar jumrah saya menjumpai seorang ibu yang merupakan jamaah haji Indonesia dari embarkasi Solo yang sudah berjalan sempoyongan seorang diri. dia terpisah dari rombongannya karena sudah tidak sanggup mengikuti kecepatan jalan teman-temannya. Saat itu sayapun sudah terpisah dari teman-teman saya. Saya dekati si ibu, wajah pucat, nafas ngos-ngosan, si ibu tidak mau beristirahat dan tetap ingin melanjutkan perjalanannya. Dan ternyata persediaan minumnya pun sudah habis, syukurlah saya selalu menyediakan air minum cadangan di dalam tas yang memang saya niatkan untuk jamaah lain yang kehabisan minum yang saya temui dalam perjalanan.
Lalu saya menggandeng tangan si ibu dan dia berjalan dengan bertumpu di bahu saya seraya terus bertanya, masih jauh nak, karena ternyata kakinya sudah tak kuat lagi berjalan dan yang paling membuat sedih adalah karena saya tak mampu menggendongnya karena postur tubuh si ibu lebih besar dari saya. Ingin menangis rasanya, ibu setua ini berhaji sendirian karena suaminyapun saat itu sedang dirawat di RSAS di Mekkah. Saat saya menemani ibu ini berjalan, allah pertemukan kembali dengan teman saya yang terpisah tadi. yakinlah teman, kebaikan pasti akan Allah balas dengan kebaikan.
Pada hari terakhir di Mina, ada seorang jamaah perempuanyang menangis kepada petugas kesehatan karena terpisah dengan suaminya saat melontar jumrah. Oleh sang petugas, jamaah ini di bawa ke tenda pos kesehatan, dengan sabar mendengarkan keluhan dan keresahan hati sang ibu. Hanya dia yang bisa membuat si ibu tenang dan kembali tertawa, sampai kami menemukan suaminya kembali.
Saat senyum mulai hilang, saat wajah mulai muram, saat tubuh mulai lunglai dan lelah, Allah kirimkan suara-suara penyemangat kembali. Semangat dok, kita tidak pernah tau dari doa siapa kita bisa ada disini, mari berbuat yang terbaik untuk jamaah. Dia yang sudah berbuat sebanyak itu saja masih merasa belum maksimal membantu para jamaah, apalagi saya yang masih banyak kekurangan ini. Semoga Allah mengampuni saya.
Allah, perasaan apa ini, sungguh aku jatuh cinta dengan Mina, tempat rinduku kutitipkan, tempat hati kupertautkan. Panggillah aku kembali, jangan jadikan ini ziarah terakhirku, karena di Mina aku belajar Keikhlasan, kesabaran, menghancurkan Ego dan Sombong, malam itu, di Langit Mina penuh Bintang. []
* Penulis merupakan dokter RSUD Teuku Umar Aceh Jaya, petugas Haji TKHI 2017 dan petugas PPIH 2018.