Bogor-KemenagNews. Bagi yang bisa, di antara kita harus mengisi internet dengan konten keislaman. Jika kita tak bisa mengelola sendiri, kta bisa upload isu dan data yang bagus. Kita harus aktif, jangan sampai semata-mata jadi konsumen. Sebagai orang tua atau guru yang dampingi murid, kita jangan sampai tidak tahu anak yang setiap hari memegang tuts/tombol dan remote itu.
Aneh, kadang alat dikombinasi oleh Cina, cuma bekerja sama dengan ‘Institut Al-Quran’. Sayangnya, Cina (maaf) semula memanfaatkan temuan dan kerjasama untuk bisnis (jualan). Meskipun kita yang ‘bukan cina’ mau tak mau wajib membeli dan memakai atau mengaplikasikannya.
Pada tahun 2015, akan sampai 20% pengguna internet. Dan orang Islam akan menggunakan jalan itu, yang tebanyak juga. Nanti orang akan senang belajar dan menanyakan pada ‘guru internet’, di rumah kesendirian. Dia akan tahu, entah dari AS, Medan, dan Aceh, sebuah jawaban atas pertanyaan kehidupannya. Akibatnya, dia akan menjalankan agama menurut kebutuhannya. Dia akan memilih pilhan menurut kebutuhannya, yang tidak atau telat disahuti teungku atau ustadz/ah.
Demikian di antara paparan A Khairul Anam Msy, pakar Ilmu Falak dan pengelola web Kemenag, kelahiran Gresik, dalam sesi “Pendidikan Al-Quran melalu Media”, yang digelar Direktur PD Pontren Dirjen Pendis Kemenag RI (10-12 Desember).
Lewat materi, “Menambah Wawasan Al-Quran dengan Media Baru” kita yang menjadi guru/stadz meski menyesusaikan dengan virtual," kata Anam, ujar Dosen Fasyar, S2 Unisma Malang, serta pakar Ilmu Falak (astronomi), serta Hafizh, dan Pengelola Website Kemenag RI itu.
“Mungkin orang akan menyebut sumber hukum Islam, juga sudah bisa dimasukkan ‘google’ atau mesin temuan semacamnya,” lanjuta ustadz Anam
“Jangan sampai kita kalah dengan murid, dan dinilia gaptek (gagap teknologi). Sekarang pengajaran Al-Quran pun sekarang sudah belajar dengan online,” kata Anam, yang beralamat di Depok, yang juga Redakur NU Online.
“Virtual sebenarnya satu istilah untuk gambar yang nyata, tapi dia itu maya. Awalnya untuk media (gambar) tiga dimensi. Semula internet disiapkan untuk proyek perang AS, maka 50 tahun kemudian, semua berkepentingan dengan iternet. Jika dunia tidak dimanfaatkan internet, kita akan ketinggalan. Ada pihak yang mengelola situs, yang dikelola oleh orang yang merusak Islam. Kita jangan sampai jadi korban atau konsumen saja, padahal mesti juga menemukan. Internet, mendorong anak belajar tanpa guru,” kata Anam di hadapan 60 peserta “Workshop Pendidikan Al-Quran melelui Virtual”.
“Mewarnai jagat dunia dengan kontes Islam, mari,” tutupnya mengajak.
Pun demikian, guru ngaji tetap tak tergantikan. Percayalah internet terbatas mengajarkan anak dan kita. Misalnya benda mati tak mampu membaca isymam (monyong mulut saat membaca, 'la ta’manna….' QS Yusuf, dan amsal lainnya). Dan, dengan guru yang ikhlas, biasa kita akan takzim, dan biasa kian berkah, dibandingkan dengan ‘alat mati’ tapi nyata itu, yang penuh nilai ‘bisnis ala cina’ itu, mungkin jauh dari nilai berkah… Ah, yang benar saja.
‘Masak’ ada iklan: tiga hari bisa baca Al-Quran, atau yang semacam itu. “Maka internet, juga bukan kita jadikan guru utama, tapi penunjang, sebab kadang sistem Baghdadiyah dan lainnya, jauh lebih bergairah,” timpal kawan peserta dari Kaltim. “Kita ragu dengan efektif metode demi metode yang instan itu, sebab penuh dengan promosi dan tipuan dan donasia (iuran), bukan?” balas kawan dari Makasar.
[muhammad yakub yahya, peserta workshop pendidikan al-quran melalui virtual, yang digelar direktorat pd dan pontren dirjen pendis, kemenag ri, 10-12 desember, puncak, bogor jabar]