[Medan | Muhammad Yakub Yahya] Setelah Pimpinan DPRA yang membidangi Pendidikan, yang diwakili oleh Aggotanya, antara lain Hamdani, Husen Banta, Jamaluddin T Muku, membuka “Rapat Dengar Pendapa Umum (RDPU) terhadap Rancangan Qanun tentang Perubahan atas Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan”, interupsi pun, serta saran ‘manis’ dan ‘pahit’ pun muncul.
Yang paling banyak mengkritik, memberi masukan, dan membahani draf Revisi Qanun Nomor 5/2008, ialah Drs Saifuddin AR, yang duduk berhadapan dengan pimpinan rapat. Termasuk Pak Din (sapaannya) jelaskan konsideran, pasal per pasal, dan makna pendidikan keagamaan yang jangan disalahpahami oleh anggota DPRA/DPRK dan warga, bahwa jika kata itu dipakai maka akan termasuk pendidikan non-Islam, sesuai dengan PP.
Pak Din juga banyak soalkan kesejahteraan aparatur Kemenag (yang menangani pendidikan ‘anak madrasah’) yang beda tajam jumlahnya dengan aparatur Pemkab/Pemda. Juga disoalkan tunjangan (TC), yang hanya Pemda yang dapat karena menangani anak , sedangkan aparatur Kemenag yang tangani moral ‘anak sekolah’ yang juga anak Aceh, belum dapat tunjangan.
Ketua Sidang dari Ketua dan Anggota Komisi E itu juga sampaikan, bahwa draf Qanun Pendidikan yang hingga 72 Pasal ini, menuju final. Sebab, masa bakti anggota DPRA sekarang akan berakhir tahun 2014 ini.
Drs Ibrahim Bewa, dari MPD (Majelis Pendidikan Daerah) Aceh Utara sempat menanyakan konsep dasar kewenangan yang banyak beralih ke provinsi. Semua dijelaskan Pimpinan Sidang nantinya.
Drs Ibrahim Latief, praktisi pendidikan dan Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa sarankan untuk regulasi (draft) Qanun Pendidikan Aceh Nomor 5 Tahun 2018, “Jangan bedakan pendidikan di Aceh, antara agama dan umum. Sekarang ada yang di tangan Dinas dengan anggarannya, dan sebagian lagi ditangani oleh Kemenag dengan anggarannya.
”Disambung oleh delegasi Kankemenag Bener Meriah, “Jangan ada dualisme pendidikan di Aceh.”
Memang kami dengar banyak masukan dari utusan se Aceh itu Utusan RDPU di Hotel Grand Kanaya Jl Darussalam, Kota Medan itu, memang dari sebagian Aceh yang meliputi unsur Kanwil Kemenag, DPRK, Bupati, Kemenag, PGRI, khusus dari Aceh Tamiang, Bener, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Agara, Singkil, Kota Subulussalam, dan lainnya, Kankemenag, Disdik, serta tokoh masyarakat di Medan.
[saifuddin ar (kabid pais kanwil aceh) dan muhammad yakub yahya (subbag inmas kanwil) delegasi kanwil kemenag aceh]