CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Ifthar Jama`i; Kari Kambing, Timphan dan Canggruk

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 456
Selasa, 18 Agustus 2015
Featured Image

[Kanwil | Yakub]  Di antara menu berbuka puasa, yang digandrungi sebagian orang Aceh, kota dan desa, usai bedug ditabuh, antara lain  boh rom-romtimphankulak, canggruk, serabi, ade, serta leumang. 

Beberapa kue ini, dimakan hamba Allah di Aceh, yang baru pulang dari pasai (pasar) atau kanto (kantor), baik di meunasah maupun di rumoh (rumah), setelah ni’mati secangkir minuman hangat dan dua-tiga butir kurma.

Yang tadi, itu kue-kue basah, di samping banyak yang memilih kue kering semacam risol atau bakwan, tapi itu kue yang ada di sini belakangan, alias ‘impor’. Namun bada (pisang goreng) juga kering, tapi pisgor ‘kue’ lama asal Aceh, tepungnya saja modern, adabi namanya. Dan kue terakhir ini masuk yang kering, yang kurang paih (cocok) untuk menu langsung berbuka, kecuali ada secangkir minuman di depan kita, agar tidak ue (tersangkut di leher) kita.

Segelas jus (juice), teh, atau susu, memang baik untuk membasahi kerongkongan dan urat-urat yang beberapa jam kering. Setengah gelas ie u (air kelapa) atau ie teubee (tebu)juga bagus, untuk bangkitkan semangat, untuk laksanakan ritual ‘isyaa dengan keluarga, dan ibadah malam seusainya….

“Dzahabazh zhama-u wabtallatil ‘uruuqu watsabatal ajru insyaa Allaah” yang kira-kira maknanya, ‘telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki’, juga salah satu bait buka puasa, dari  hadits shahih Abu Daud ra dan rawi lainnya, yang kita baca selain Allaahumma laka shumtu….

Menu-menu tadi masih digolongkan sehat untuk sekadar berbuka. Sebab ringan untuk dicerna oleh lambung, yang sedang istirahat, usai beberapa jam organ di dada ini, kosong. Sungguh ini menu ringan, yang menyehatkan saat bebuka. Apalagi jika tidak kita dikalkulasikan sekalian dengan pecal, lontong, martabak, dan mi Aceh, atau mi hun. 

Lalu shalat, zikir, dan doa. Kita lanjutkan dengan makan malam, mungkin sebelum isya atau usai tarawih. Di meja atau di tikar seukee (ayaman daun pandan), bukaan pun masih bersahaja. Baik kita di rumah mertua, asrama, maupun kost. Mungkin sama kita hanya ada menu makan malam alakadar, telur dan dua potong ikan, plus sayur yang dipetik abang di samping rumah, atau mungkin ada menu lebih. Sebab mungkin kita jarang belanja, karena ada penghematan, jelang ‘ied. Namun, sementara memadailan dulu, asal hajat perut pun usai.

Selebihnya, ada di antara kita, yang suka dengan kuah kambing, sie ruboh, asam keueueng, udeueng, eungkot paya, ulee meuloh, atau aneka menu yang ‘mahal-mahal’, meski tidak sehat, sebab racikan ada di dalamnya, yang kelebihan unsur tertentu bagi orang tertentu.

Bahkan sebagian mengajak sekeluarga dan sekantor ke cafe dan restoran. Di sana ada anak ayam teucroh (anak kita bilang centucky), dan pizza (campur aduk tepung, sosis, ikan, saus dan lainnya) bersama air es dingiiin sekali. “Ayam goreng di rak milik anak Aceh, kadang lebih enak daripada yang etalase ber-AC itu,” sindir penceramah Masjid Raya Baiturrahman Tgk Samsul Bahri MA.

Cefe dan warung yang jual menu berbuka (ayam dan ikan bakar misalnya), tiap sore Ramadhan memang panen, meski mushalla untuk pelanggan amat kecil.

Memang menu berbuka, tergantung orangnya, ada yang mau agak pedas, seperti kanji dan kanjirumbi, yang diracik dengan aneka rempah. Maka sambai pun, meski tidak lengkap, dicari orang ke mana pun. Nasi briani yang kepedasan pun, masih langka di pasar, tapi ada sorenya, misal di Jalan Tgk Pulo Di Baroh, dekat rujak Garuda Banda Aceh, jam 18.15  WIB sudah ludes.

Lon tapi han ek deungon yang mameh, lageekulak atau canggruk, tapi berbuka dengan menu yang agak pedas saja. Mungkin yang manis, untuk nanti sebagai snack malam,” kata satu jamaah, sekaligus undangan buka puasa di Kanwil Kemenag Aceh, sore Senin (6/7), saat kami pancing ‘ayo kita masuk makan canggruk‘. Jamaah itu jauh-jauh, asal Lamlhom Kecamatan Lhoknga, yang dampingi istrinya.

Nah, canggruk itulah buatan Fajriah Bakri SAg (yang ahli di bidang ini), dan istri Pak Nasir SAg, jamaah dari Lamlhom itu. Fajriah adalah MC dalam buka puasa bersama itu. Saat itu, Ustadz Umar Ismail SAg diundang sebagai penceramah berbuka di Kanwil.

Saat undangan sedang makan berbuka dengan kuah kambing campur daging lembu, kawan di Subbag Inmas sedang nikmati canggruk, bikinan special Fajriah. 

Kembali ke canggruk dan timphan, yang juga ada dalam menu berbuka di Kanwil pada puasa ke 19 itu.

Namanya kolak, dan ada beda dengan canggruk. Dua peganan itu,  makanan Aceh yang bahan-bahannya dari beras ketan, santan kelapa, kolang kaling, pisang raja, jagung, nangka masak, dan kawan-kawannya. Dimakan lagi panas sangat enak, juga kalau disimpan dalam kulkas jadi kolak dingin juga sangat nikmat.

Canggruk menunya, ada yang dikurangi dari bahannya kolak di atas, tapi plus kadang ada beureune. Ia semula ialah dedak sagee (sagu) yang kini langka, dan dibuliet-buliet kayak kacang hijau, saat dimasak dari bahan baku dedak sagee, ke bahan jadi itu. 

Adapun bohrom-rom, berbahan, biasanya 500 gram tepung ketan putih, ½ sendok teh garam, 100 ml air panas, dan 80 ml air dingin. Air memadai buat merebus 3 lembar daun pandan di ½ butir kelapa parut.

Adapun timphan kue tepung yang bentuknya memanjang tipis, yang berisi parutan kelapa atau asoe kaya, merupakan salah satu penganan kecil yang aslinya berasal dari Aceh, yang mengandung nilai filosif ke uletan kesabaran dan cita rasa khas yang menggoyangkan lidah.

Timphan yang berbalut on pisang (daun pisang), walau cara buatnya tidak terlalu rumit tapi tidak semua orang bisa membuatnya, salah-salah bukan timphan jadinya, tapi tepung rebus atau lem.

Satu lagi resepnya, jika timphan salah diracik, kadar air keliru, dan suhu api salah, akan jadi leungok atau di Aceh Tengah mirip leupat atau lepat. Lepat dibuat Ibu-ibu Gayo jelang lebaran, dan disimpan di perapian, atau dapur itu, hingga dia tahan berminggu-minggu. Saat saya KKN di Blang Ara, dekat Pondok Sayur, Kecamatan Bukit (kini Bener Meriah), 20 tahun lalu, satu pun lepat tak bisa saya habiskan. 

Kini timphan menjadi salah satu kesukaan masyarakat Aceh. Timphan ini juga bervariasi, ada timphan asoe kaya, isi kelapa, labu tanoh, dan lain-lainnya. 

Untuk melengkapi suasana megang ini sehingga selain masak-masak daging di Aceh hari ini juga ada timphan, perbaikan gizi dalam menyambut dan berbuka di sore Ramadhan. []

Tags: #

Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh