[Jambi | Muhammad Yakub Yahya]  Sehari sebelum pembukaan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) ke 5 di Jambi Seberang, Provinsi Jambi, oleh Menteri Agama RI Drs Lukman Hakim Saifuddin, Selasa malam (2/9), diawali dengan pelantikan Dewan Hakim. Acara pelantikan juga dihadiri Gubernur, Wagub, para Kakanwil Kemenag se Indonesia (juga Kakanwil Aceh dan Ketua DWP), juga disaksikan Direktur PD Pontren Pendis Kemenag RI Drs A Saifuddin.

Sejak awal sambutan Wamenag RI, Prof DR Nasaruddin Umar MA, memang terasa berbeda. “Saya akan sampaikan sambutan dengan emosional, seputar peran pesantren,” ujar Wamenag yang dua pekan lalu baru kembali dari Aceh dalam acara MTQ Korpri Nasional.  

Wamen banyak mengkritik ulama dan kiai karbitan yang lahir tiba-tiba, tanpa memahami kitab kuning. Juga dengan penggunaan istilah santri dan murid. Lalu Wamen membandingkan dengan santri, murid, dan dayah yang sejati.

“Pondok Pesantren sebenarnya tak perlu mencantolkan kata ‘modern’. Di Inggris saja ada penelitian yang menyatakan, bahwa yang paling modern itulah dayah. Maka sekarang yang paling bagus untuk mendidik anak agar sejati ialah di boarding school,” kata Wamen di Pendopo Gubernur Jambi, di hadapan ulama dan pejabat tingkat nasional dan lokal.

“Ada belasan syarat jadi guru. Di antaranya, murid harus tunduk dan sopan, tak mengeluarkan kata-kata kotor, apalagi tawuran. Santri sejati tak ada yang kotor dan abai pada taharah. Pesantren sejati mengedepankan akhlaq,” lanjut Wamenag RI yang sebelumnya melantik Dewan Hakim yang diketuai Prof DR Said Agil Al-Munawar MA.

Gubernur dan Wamen saling menutup sambutan dengan berbalas pantus. “Jiwa akan kering bagi yang tidak ada seni, shalat tak akan khusyuk,” tutupnya. [akh]

[Foto: Wamenag bersama Ketua Dewan Hakim, Gubernur dan Wagub Jambi, serta Kakanwil Kemenag Jambi di Pendopo Gubernur]