[Banda Aceh | Yakub] Secara berkala, 'razia tas' di madrasah/sekolah, atau tempat beuet (pengajian) itu, perlu digelar. Dengan langkah itu, selain sebagai cara meneliti, awasi bawaan murid, juga mendidik murid agar ke tempat belajar bawa saja barang yang ada hubungan dengan pengajian. Terlalu longgar aturan soal bawaan anak didik (bebas bawa apa saja), juga perlu dievaluasi bersama wali murid.
Sebab anak yang luput pengawasan guru dalam soal bawaannya, akan mempengaruhi anak lain, yang tidak miliki, atau tidak sanggup membeli mainan itu. Dia akan manfaatkan situasi dengan mengajak kawan-kawannya, untuk bolos dan main, padahal bukan jam istirahat. Pengajian sore memang tidak ada jam istirahat (waktunya singkat), kecualai istirahat sambilan mengaji, atau jelang dijemput pulang.
Beberapa sore lalu, serentak murid yang mengaji dalam dua gelombang itu, adakan 'razia tas' dengan aneka warna dan ukuran itu. Murid yang mengaji, yang akan ujian akhir semester sejak Senin (4/12) itu, ada yang masuk gelombang I (Senin-Rabu-Jumat), dan gelombang II (Selasa-Kamis-Sabtu), di bawah binaan 105 ustadz-ah.
Memang alat semacam hp dengan aplikasinya, tidak bisa kita batasi untuk dia bawa serta, kecuali jika dia salahgunakan, saat mengaji. Namun, siapa bisa waspadai konten alat yang saat ayah-bundanya belajar dulu, itu belum ada?
"Sebagaian anak yang masih dengan seragam sekolah itu, memang ke pengajian dengan tas sekolahannya," jelas Wakil Kepala Pengajaran, Afdhalil Ilyas SPdI MPd, yang baru diwisuda oleh Rektor Unsyiah pekan ini. Afdhalil asal Sigli itu, paginya sebagai guru PAI di SMA 1 Banda Aceh.
"Dalam tas ditemukan kartu permainan, robot anak, kelereng dan mengagetkan, ada santri yang bawa uang jajan besar sekali. Didapati kartu infaq yang sudah 3 tahun masih dalam tas. Ditemukan gambar santriwati dalam tas santriwan, ternyata diambil dari instagram. Ada lukisan santriwati oleh santriwan, satu bakat melukis yang perlu diluruskan, diarahkan ke jalan yang benar," jelas Koordinator anak TPQ, Zaghlul Jihad SPdI sore usai 'razia'. Zaghul asal Aceh Barat itu paginya mengajar di MIN Mesjid Raya (Mesra) Ateuk Pahlawan, Banda Aceh.
"Ada santri yang kebetulan mengantongi dan bawa jajanan Rp 700 ribu," sambung Suhairi Cibro SPdI, sambil mengajak dewan ustadz/ah, mengingatkan anak, agar jika ke sekolah dan mengaji, bekali uang 'belikan kue', sekadarnya saja. Suhairi asal Lipat Kijang Singkil Utara, itu paginya mengajar di MIN Model Banda Aceh.
"Kita ingatkan wali murid, untuk awasi isi tas anak secara rutin. Juga untuk awasi uang jajan anak. Uang jajan yang berlebihan bukan mendidik, tapi merusak masa depan anak. Apalagi anak bersama keluarga yang relatif boros, malas menabung," tambah Kepala Bagian Kemuridan TPQ Plus, Ustadz Ridhwan MA, di masjid yang di halamannya terbentang kerangka payung itu. Ridhwan asal Aceh Selatan itu, juga pagi-siangnya pengajar di MAN Model Banda Aceh.
"Salah satu jawaban, kenapa selama ini, pesan lembaga tidak kesampaian ke wali murid, kadang terjawab dengan mengecek isi tas siswa. Ada surat yang diserahkan kepala lembaga melalui wali kelas, yang dititip melalui anak, tersimpan lama dalam tas anak. Wali murid pun jarang mengontrol tas anak saat malamnya," jelas Nursyiah SSi, satu wali kelas di Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) Plus Masjid Raya Baiturrahman. Nursyiah asal Keumbang Tanjong Pidie ialah Pengurus Sanggar yang ikutkan anak ke aneka lomba dan undangan.
"Juga kartu SPP/infaq, ada yang menunggak sampai satu semester. Ternyata kartu infaq terselip di antara mainan anak dalam tasnya. Bagaimana jika uang bulanan dikasih orang tua, tapi tidak disampaikan ke bendahara kantor?" tanya Bendahara TPQ Plus, Samsul Bahri. Samsul asal Mila Pidie itu, pernah jadi juru bayar di Masjid Raya dan MA Darussyari'ah Banda Aceh.
Selain itu, ayah-bunda juga wajib membuka resleting tas dan 'kamar-kamar' tas sang buah hatinya. Tentu di saat ananda tidak sedang di kamarnya, agar abi-ummi leluasa mengontrol tas dan seisi kamar, pemilik masa depan rumah tangganya.
"Prinsipnya 'razia tas', bukan menjebak dan menakuti anak, tapi membantu mengontrol bawaan anak, kartu prestasi, kartu infaq, surat-surat yang menumpuk dalam tas, dan kebersihannya," jelas Direktur Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) Plus Baiturrahman, Muhammad Yakub Yahya.
"Juga 'razia tas' jangan menakutkan anak, santai dan bersahaja saja. Jika ada yang dinilai bisa disita, yang tak ada hubungan dengan mengaji, aneka game, cd, bola, pompa, gunting, pisau, gambar cabul, joker dan sebagainya, silakan 'sita', dan bawa ke kantor," sambungnya, didampingi Sekretaris TPQ Plus Rafiqa Rahmah SPdI.
"Jika murid mau ambil lagi, bis menjumpai pengurus saat bel pulang. Jika ada barang yang tidak 'disita', anak dibimbing saja, dan bilang 'besok-besok jangan bawa lagi'," sambung Kepala Bagian Pengajaran, Nadiatul Hikmah SAg. Nadia asal Bintang Aceh Tengah itu guru konseling di SMA 1 Banda Aceh. []