[Banda Aceh | Muhammad Yakub Yahya] Dalam materi Aqidah Ahlus Sunnah Waljama’ah, Dr Fauzi Saleh Lc MA, sampaikan pentingnya pemahaman kita, yang mengaku beraqidah Ahlus Sunnah, akan soal Allah, malaikat, kitab, rasul, qiyamat, qadha-qadar, serta amal dan iman. Materi Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jamaah) ini disampaikan pada hari kedua (22/4) di Lantai 6 Hotel Mekkah Lampriek Banda Aceh.
“Dialog Inter Umat Beragama” dalam untuk dua angkatan se Aceh, digelar oleh Subbag Hukum dan KUB (Kerukunan Umat Beragama) Kanwil Kemenag Aceh, dan dibuka Kabag TU Senin sore (21/4), sekaligus menyampaikan materi Kebijakan Kemenag dalam Membina KUB Islam Indonesia. Materi sesi pertama bersama Dra Hj Dahlia (Kepala Badan Pemberdayaan Anak dan Perempuan Aceh), dengan materi “Peran Perempuan dalam Penguatan Nilai Agama dan Moral Umat”.
Mengutip satu hadits, Ustdadz Fauzi Saleh (penceramah/halqah di Masjid Raya Baiturrahman) ini sampaikan, “Tak masuk surga orang kafir dan si musyrik. Tentu kafir sejak lahir hingga mati. Memang syirik ada dua. Syirik kecil yang menafikan amal, syirik besar yang meruntuhkan amal dan iman.” Ustadz Fauzi yang juga Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry itu, juga bahas 13 ciri aliran sesat yang difatwakan MPU Aceh.
Dra Aisyah Idris dari Aceh Tengah, salah satu penanya mendalami makna hadits firqah 73 itu, yang dalam hadits disebut satu (saja) yang masuk surga. Termasuk soal persatuan Islam yang mengkuatirkan kini, dan makna perbedaan pendapat itu rahmat yang kayaknya bukan (lagi) rahmat. Ditanyakan juga soal awal Ramadhan/Syawal yang bikin tepuk tangan kafir pada kita.
Juga ada Ibu Maimanah dari Aceh Barat, yang menyindir sikap eksklusifisme dan suka mengkafirkan sesama Muslimin. Ibu juga mendalami soal hidayah dan Lauh Mahfuzh. Ibu Rahmawati SPdI dari Aceh Barat juga menyakan soal toleransi yang merugikan umat Islam yang lalai zaman kini. Dari Aceh Besar ada Pak M Zain yang menanyakan soal i’adah zhuhur dan imam yang salah membawa ayat.
Terhadap sebagian soalan itu, Ustadz menjawab, “Bahwa kita diizinkan berbeda dalam hal furu’. BUkan dalam hal imani dan pokok. Jika ada peluang berbeda dalam hal cabang fiqh, semua ada hikmah. Hal yang eksplisit ada nash, kita tak memahami dengan nama lain.”
“Ahlus Sunnah itu pemahaman yang benar sesuai Sunnah, bukan beda nama Ormas. Soal bulan misalnya, bahwa itulah kesempatan agama yang diberikan untuk kita. Tapi jangan sampai beda jauh sekali (misal ada yang sudah puasa 4 hari, dia belum meyakini awal Ramadhan). Sama dengan stadar faqir dan miskin,” lanjut Ustadz Fauzi asal Lamno.
“Beramallah, meski kita sudah ditoreh di Lauh Mahfuzh, sebab kita akan dimudahkan untuk ke surga. Jadi, gabunglah beberapa ayat untuk menyemangati hidup, bukan satu ayat saja, sehingga menyalahkan takdir, apalagi malas,” lanjut Fauzi alumni IAIN Ar-Raniry lagi.
“Jangan dalami takdir, nanti sinyal kita hilang kebingungan sendiri,” tutup Ustadz yang mengasuh RRubrik Tafsir di Majalah Santunan, menanggapi ada hadits yang selalu menyalahkan takdir sejak langkah pertama. Materi pagi Selasa (22/4) “Islam di Aceh dan Keragaman Beragama”, bersama Ustadz Azhar MA (Kasi Pelayanan Jamaah Haji pada Bidang PHU) mewakili Kabid PHU Kanwil Kemenag Aceh (Drs H Herman MSc), juga diberi respon bagus dari peserta dari unsur ulama, tokoh masyarakat, dan FKUB Kemenag Kab/Kota.
Selanjutnya ada materi “Meningkatkan Kualitas Kehidupan Umat Islam di Aceh” bersama Drs H Ridwan Qary (Kabid Urais dan Binsyar Kanwil), dan “KUB dan Syariat Islam di Aceh” bersama Kasubbag Hukum dan KUB (H Juniazi Yahya MPd) untuk materi sore Selasa (22/4). Penutupan untuk acara sejak 21 – 23 April di hotel yang di sebelah barat Masjid Oman (Lampriek) atau utara RSUZA itu, insya Allah besok siang. Selamat berdialog… [yakub/fad]