[Banda Aceh | Yusra/Dedy] Masjid Raya Baiturrahman, memiliki lembaran sejarah tersendiri dan salah satu masjid termegah di Asia Tenggara. Masjid Raya Baiturrahman ini berada di pusat Kota Banda Aceh yang bersebelahan dengan pasar tradisional Aceh, Kota Banda Aceh, Indonesia.
Masjid ini menempati area kurang lebih empat hektar dan berarsitektur indah dan unik yang memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk. Ruangan dalam berlantai marmer buatan Italia, luasnya mencapai 4.760 m2, dan dapat menampung hingga 9.000 jama‘ah.
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh adalah salah satu bangunan di Aceh yang memiliki keindahan dan keelokan arsitektur. Jika orang India bangga dengan Taj Mahal, maka orang Aceh bangga dengan masjid ini. Sejarah dan masa depan sepertinya sedang bercakap-cakap di masjid itu sekarang.
Masjid dengan tiang 280 buah ini adalah saksi perjalanan sejarah Aceh. Masjid ini juga menjadi tempat berlindung dari sapuan tsunami.
Sejak diberlakukannya syariat Islam di Aceh, setiap orang yang memasuki areal mesjid diharuskan menggunakan busana muslim / muslimah.
Kehadiran Masjid Raya Baiturrahman yang indah tersebut di tengah-tengah masyarakat aceh pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya tidak lengkap kalau ke Banda Aceh, jika tidak mampir atau shalat di masjid ini. Jika masuk ke dalam, kesejukan dengan cepat menjalari tubuh kita. Keindahan masjid yang menjadi icon Aceh ini dapat dinikmati baik pada siang maupun pada malam hari. Sore hari, anak-anak TPQ Plus Baiturrahman meriahkan masjid, yang pernah dibakar kafir Belanda itu.
Di samping kemegahan dan keindahannya, keberadaan Masjid Raya Baiturrahman ini juga membawa berkah bagi para pedagang yang berjualan di seputaran masjid, baik sebelum direhab (pemasangan payung) dan saat alat berat berdiri di depan masjid. Apalagi kini pagar pun mengelilingi area masjid.
Salah satu di antaranya Bapak Usman yang berjualan peci, sajadah dan perlengkapan shalat lainnya yang sudah lebih kurang hampir 15 tahun berjualan di seputaran masjid. Ia bertahan karena dagangannya lumayan laris dengan pembeli kebanyakan para pendatang/wisatawan yang bisa dijadikan sebagai oleh-oleh khas Aceh.
Di sisi lain kehadiran pedagang kaki lima sering dikaitkan dengan dampak negatif bagi lingkungan masjid, dengan munculnya kesan buruk, kotor, kumuh dan tidak tertib. Hal ini ditunjukkan oleh penempatan sarana perdagangan yang tidak teratur dan tertata serta sering menempati tempat yang menjadi tempat umum sehingga bisa mengurangi keindahan Masjid Baiturrahman.
Walaupun sudah beberapakali di tegur oleh pengurus masjid, tapi para pedagang tetap tidak menghiraukan teruran tersebut, karena tempat tersebut posisinya sangat strategis bagi para pembeli, hal ini diungkapkan langsung oleh security Masjid Raya Baiturrahman Bapak Saiful Bahri di mana keberadaan para PKL sangat mengganggu keindahan masjid terutama dari sisi kebersihan.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pedagang kaki lima mempunyai sisi positif, di samping sisi negatifnya. Hal ini merupakan dilema bagi pemerintah kota dalam mengatasi menjamurnya pedagang kaki lima.
Satu sisi keberadaan pedagang kaki lima dapat menyerap tenaga kerja yang tidak tertampung di sektor formal sehingga dapat mengurangi beban pemerintah dalam mengatasi pengangguran. Pedagang kaki lima sebagai salah satu sumber mata pencaharian rakyat, jelas membutuhkan perhatian sangat serius dari pemerintah, terutama dalam aspek pengelolaannya.
Sebab bagaimanapun juga keberadaan pedagang kaki lima sangat membantu terpenuhinya kehidupan masyarakat, khususnya bagi mereka yang berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Kebijaksanaan pemerintah daerah dalam mengatur dan menangani pedagang kaki lima, hendaklah diposisikan sebagai komponen yang benar-benar mengayomi dan melindungi. Sebagai pemegang otoritas pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengelola ketertiban dan keamanan. Apalagi Masjid Raya Baiturrahman di samping masjid Provinsi Aceh, juga merupakan masjid bersejarah.
Sudah selayaknya jika pemerintah daerah memikirkan dampak baik dan buruknya dari kebijakan yang telah ditempuh. Sehingga pembinaan-pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dapat dirasakan hasilnya oleh pedagang kaki lima yaitu mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat hidup layak dengan peningkatan pendapatan. [y]
[hasil praktek lapangan peserta Pelatihan Jurnalistik bagi Aparatur Kemenag se Aceh yang digelar Subbag Inmas Kanwil, di Pavilun Seulawah Banda Aceh, 25-27 Agustus]