Karang Baru| Muhammad Sofyan| Banyak beredar di kalangan masyarakat Aceh bahwa kata Tamiang berasal dari “Hitam Mieng” karena rajanya pipinya hitam sebelah sehingga dia dipanggil dengan sebutan “Hitam Mieng” yang berarti “Sihitam Pipi” ini adalah pendapat yang salah.
Di sini penulis bukan ingin menggurui pembaca tetapi hanya ingin meluruskan sejarah asal kata Tamiang lewat tulisan singkat ini.Berdasarkan buku “Aceh Tamiang Dalam Angka 2013” dipaparkan bahwa kata “Tamiang” berasal dari legenda “Te-Miyang” atau “Da-miyang” berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang buloh (buloh = bambu).
Legenda tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh. Ketika masih bayi ia ditemukan dalam rumpun buloh betong oleh seorang raja berjulukan “Tamiang Pehok”. Setelah Dewasa Pucook Sulooh dinobatkan menjadi Raja Tamiang bergelar Pucook Sulooh Raja Te-Miyang”, yang artinya “seorang seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong (pucuk bambu/buloh yang baru tumbuh) tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal”Sebagai mana kita ketahui bersama bahwa rebong buloh (pucuk bambu yang baru tumbuh) memiliki bulu-bulu halus yang sangat kecil bila tertusuk pada kulit akan menimbulkan rasa gatal yang amat sangat.
Kebiasaan kami di Tamiang bila terkena miang bambu kami menggosok-gosokkan bagian tubuh yang terkenan miang bambu dengan rambut. Secara fisika dapat dijelaskan bahwa rambut akan bermuatan listrik statis apabila digosokkan dengan kulit sehingga miang bambu yang tertancap di kulit akan ditarik oleh rambut yang telah bermuatan listrik statis tersebut.
Dalam prasasti Sriwijaya menyebutkan Tamiang dengan “Da-Miyang”. Dalam Sastra Cina karya Wee Pei Shih menyebutkan keberadaan negeri Tamiang dengan sebutan Kan Pei Chian. Dalam Kitab Negara Kertagama (karya Empu Tantular dari Majapahit) menyebutkan Tamiang dengan “Tumihang”.
Daerah ini juga berjuluk “Bumi Muda Sedia” sesuai dengan nama Rajanya yang bernama Muda Sedia (Raja Kerajaan Karang) yang memerintah selama 6 tahun (1330-1336). Pada masa pemerintahannyalah Tamiang mendapat “Cap Sikureung” dan “Hak Tumpang Gantung” dari kerajaan Aceh Darussalam. Hak Tumpang Gantung adalah Hak untuk berlindungnya kerajaan (Negeri Lain) yang belum mendapat “Cap Sikureung”.
Dari bukti-bukti sejarah yang ditemukan tidak ada satupun yang menyebutkan bahwa “Tamiang” berasal dari “Hitam Mieng” yang berarti “Sihitam Pipi”. Jadi “TAMIANGBUKANBERASALDARIHITAM MIENG” yang berarti “SIHITAM PIPI” melainkan berasal dari “TE-MIYANGATAU DA-MIYANG” yang berarti “TAHANMIANGATAUKEBALTERHADAP MIANG”.
[Muhammad Sofyan, SSosI Pegawai Kemenag Aceh Tamiang/y]
[foto: suasana gerak jalan santai di aceh tamiang]