Banda Aceh-KemenagNews (31/7/2012)Sekjen HUDA (Himpunan Ulama Dayah Aceh), Tgk. H. Faisal Ali, menilai bahwa budaya orang Aceh kita yang akrab melalaikan (peulale) puasa, terutama sore, itu bukan pertanda bagus, tapi ajang setan 'menyunat' atau mengurangi pahala puasa. Demikian paparan Lem Faisal (sapaan pada Ustadz Faisal Ali), saat mengisi ceramah zhuhur Ramadhan di Mushalla Al-Ikhlas Kanwil Kemenag Aceh (31/7).Ketua DPW NU Aceh itu juga menyambung, "Ada empat syarat supaya amal kita dihitung dan diganjarkan. Pertama, ada ilmu soal amalan itu. Dengan ilmu akan terarah. Kedua, niat yang betul dan lurus. Ada ibadah dan amalan, yang niat itu membatalkan amal, seperti puasa dan shalat. Tapi ada amalan yang dengan niat akan menyempurnakannya, misal lupa niat saat mau memberi salam, tentu tidak akan membatalkan amalan salam." "Ketiga, sabar dalam berbuat apa pun. Sebab buru-buru memanen hasil, akan membawa kehancuran. Puasa ibadah kesabaran. Dan keempat, ada ikhlas, meskipun ada amplop di belakangnya. Yang penting niat pertama itu tulus adanya," sambung Tgk. Faisal, Pimpinan satu Dayah di Sibreh Aceh Besar itu.Lanjut Lem Faisal, selama ini sebagian masyarakat masih menilai, bahwa jika ulama sudah kaya dengan fasilitas mewah, sudah dibilang ikut-ikutan dunia, padahal di dalamnya ada tahajjud, kajian, dan anak yatim yang dibina. Sebaliknya akan dinilai dekat dengan akhirat, jika rumahnya bocor, tanpa plester, dan reot, walaupun penghuninya lupa shalat. [muhammad yakub yahya]