CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Puasa Bagaikan Rem, Tarawih di Masjid Raya 20 Rakaat

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 2592
Sabtu, 28 Juni 2014
Featured Image

[Baiturrahman | Muhammad Yakub Yahya]  Usai shalat tarawih, sebagian saudara kita lanjutkan dengan menghitung celengan jamaah, bileueng peng siribee dua ribee lhee ribee. Juga ada yang gulung tikar, dan matikan kran dan sebagian lampu di mon (sumur). Sebagian adik dan abang kita, lagi hitung duit parkir, dan membagi sesama, juga persenan untuk ‘si anu’ dan ‘si fulan’.

Sebagian lainnya, yang ‘ada suara’, lanjutkan dengan mengaji Al-Quran, benar atau kurang benar. Lagee kameng jak lambatee mungkin, atau fasih kayak qari itu. Dan, ini yang banyak, barangkali langsung ke kantin, warung, dan cafe, ngopi bareng. Atau pulang langsung, lanjutkan makan malam di sana bersama anak tersayang, dan ‘menu malam’ ‘di sana’ bersama istri tercinta.

Ke warung usai salam dan doa, sama saja bagi imam dan makmum, serta penceramah, asyik. Sama saja, bagi jamaah yang memilih shalat 8 rakaat, atau yang memilih 20 rakaat tarawih, kepingin nongkrong di warung menanti larut, dan ‘menanti’ Lailatul Qadar, atau ‘laila dari Brazil’.    

Dan, ada juga sebagian muda, ‘yang setia’ memilih Masjid Bulog (di Banda Aceh), karena ‘profesor muda’ yang mengimaminya, ‘hanya’ membaca 1 ayat pendek dan/atau agak pendek, pascaalfatihah, usai “aaaamiiiin” jamaah. Namun, tak ada yang salah, ‘shalat kilat!’ di samping Gedung DPRA itu, selama sesuai dengan kaidah fiqih, rukun dan syarat cukup.

Ini juga satu pilihan, satu lokasi, bagi remaja, kawula muda, ABG, anak didik kita, dan penongkrong di pinggir jalan, sang jamaah yang mungkin ‘si pemalas lama-lama shalat’, saat yang lain sedang menghitung rakaat ke 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, dan 20,  Bahkan, “Ceramah 10 menit,” pun ada tertulis di atas mimbar masjid ‘shalat tarawih tercepat’ itu, yang hanya penceramah yang baca.

Sama halnya dengan ash-shaim dan ash-shaimat (‘pepuasa’ laki-laki dan perempuan) yang shalat di Masjid Raya Baiturrahan, yang akan diperluas hingga ke Tepi Kali pada 2017 itu.

Malam pertama, sekitar masjid bersesakan kereta dan mobil mewah, alhamdulillah (karena malam pertama fadhilah-nya, jamaah tarawih bagaikan bayi baru lahir dari perut ibu, tanpa dosa dan noda). Tapi biasa keramaian ini, hingga malam ke 10 atau malam ke 13.

Kita yang telat, malam ini dan besok, dan malam lusa, harus jalan kaki jauh menuju halaman masjid, dari perparkiran. PM pun berjaga di sudur jalan, sekitar masjid.

“Muspida, ya Kapolda dan ‘awak nyan na’ shalat malam pertama di Masjid Raya ini,” ujar Iswadi Yasin, salah satu Security Masjid Raya Baiturrahman (28/6), seusai shalat 20 rakaat dan mengawasi sebagian ‘tamu’ yang pejabat ‘pulang cepat’. Nampak, bersama Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman, di teras belakang (atau depan, di barat), mengantar, ada Prof Dr Syahrizal Abbas MA (pembimbing tesis saya pada 2oo1/2oo2), Kadis Syariat Islam Provinsi Aceh, yang baru pulang dari Batam (hadiri MTQ ke 25).    

Ada yang menarik saat shalat tarawih di Masjid Raya, yang diimami Abu Madinah (Muhammad Ismi Lc), yakni shaf jamaah, hingga witir membludak sampai ke halaman, untuk laksanakan shalat sunat tarawih (bukan shalat wajib, yang wajib shalat lima waktu sehari semalam) itu.   

Rupanya, “Berdasarkan rapat akhir Juni di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur, bersama Forkopimda (Muspida dulu namanya), SKPA, dan Imam Masjid Raya Baiturrahman, serta diikuti rapat kedua pada 27 Juni di Pendopo Gubernuran, yang kedua-dua rapat itu dipimpin langsung Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah, disimpulkan bahwa shalat tarawih di Masjid Raya Baiturrahman 20 rakaat,” ulang Imam Besar dalam ceramah singkat (plus pengumuman), yang diawali dengan sedikit taushiah. “Imam shalat, imam yang 20 juga,” lanjutnya.   

Dulu, lama di sini, hingga Gubernur Abdullah Puteh dan Azwar Abubakar, memang shalat di Masjid Raya ‘cuma’ 8 rakaat. Lalu beberapa tahun sejak Gubernur Irwandi Yusuf Gubernur, ditolerir untuk yang melanjutkan rakaat hingga 20. Namun, imamnya dua orang, satu imam ke imam berikutnya, diganti sesuai 3 rakaat witir bagi yang memilih 8 rakaat. Jamaah yang memilih 20 rakaat memilih ‘mengalah’ (‘mengalah’ juga karena kelamaan baru selesai shalat, apalagi diawali dengan ceramah ‘pidato ala pemerintah’ itu kepanjangan) dan mundur ke belakang. Atau keluar, atau di halaman dan teras sambil ‘menghisab’ (kok jadi perokok aktif orang yang mengaku bermazhab Syafi’iah ya). Lantas jamaah yang memilih 8 rakaat plus 3 witir sekali salam, pulang, baru yang memilih 20 rakaat balik ke shaf.    

Namun untuk menghindari keterkejutan jamaah, Imam Besar, yang juga Pengasuh TPQ Plus Baiturrahman itu menjelaskan, “Cara Shalat Tarwaih itu, saat jamaah yang memilih 8 atau 20 rakaat sampai dengan rakaat 8 berniat shalat tarawih. Lalu pada rakaat ke 9 dan ke 10, jamaah yang memilih 20 rakaat, meniatkan shalat tarawih, sedangkan jamaah yang memilih 8, meniatkan shalat witir (2 rakaat dulu). Pada rakaat 11 dan 12, jamaah yang memilih 20 tetap meniatkan shalat tarawih, sedangkan yang memilih 8, meniatkan witir (tapi 1 rakaat saja). Seusai imam sujud, dan bangun ke rakaat 12 (rakaat keduanya), dan mengimami jamaah 20, jamaah 8 langsung duduk tahiyat, sampai salam.”    

Seusai itu, imam akan berhenti sejenak memberi kesempatan bagi yang memilih 8 keluar. “Bagai kaum muslimin yang memilih 8 bisa melanjutkan shalat witir di sini atau di tempat lain,” jelas Imam Besar, yang tinggal di Punge Jurong, Komplek Imam dekat Radio Baiturrahman, bantuan Arab Saudi itu.    

Akibat, ‘uji coba’ malam pertama di tahun pertama ini, suasana agak sedikit kacau di luaran memang. Ada ‘pergerakan’ jamaah saat usai salam pada rakaat ke 8, juga usai rakaat ke 10, bukan hanya di rakaat ke 12. Namun biasa nanti akan terbiasa, apalagi sebagian jamaah biasa di mana-mana Ramadhan, hanya ‘shalat ikut-ikutan’, ‘latah’, dan kalah di babak penyisihan, hingga malam ke 10! Siapa yang mau membantah…?    

Taushiah Imam Besar, yang juga Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry itu ialah, “Semua rukun Islam membutuhkan kerja, kecuali puasa. Jika rukun Islam yang ke 1, ke 2, ke 4, dan ke 5 itu laksana gas dan gigi mobil, maka rukun ke 3 (puasa) itu bagaikan rem. Kita menahan diri saat laju kendali kehidupan, sifat kebinatangan, kepelitan, materialistik, dan aksi kerakusan sudah lari kencang, dengan puasa Ramadhan ini.”   

Soal jamaah yang memilih shalat 8 rakaat dan 20, demi kekompakan dan saling menghargai, Imam Besar Masjid Raya, yang saban tahun ke Arab Saudi itu, mengatakan bahwa, “Semua di sini orang Aceh. Moga Allah menurunkan rahmat toleransi bagi kita. ‘...Ruhama-u baynahum, tarahum rukka’an sujjadan, yabtaghuna fadhlam minallahi wa ridhwana’.” Arti dari ayat terakhir QS Al-Fath ialah…“Berkasih sayang sesama, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud, mengharapkan ridha Allah…” amin. Selamat menanti sahur…. []    

Tags: #
Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh