Banda Aceh (Yakub) --- Untuk kondisi jamaah saat ini, salah satu persyaratan pelaksanaan haji yang mesti disepakati dan disosialisasikan, adalah hal ihwal istitha'ah. Meskipun selama di Tanah Suci, yang sakit dan meninggal dunia itu, sebagian dari jamaah yang belum tentu termasuk kategori tidak istitha'ah.
Kepala Kanwil Kemenag Aceh Drs HM Daud Pakeh, juga pernah mengutarakan kebutuhan akan makna mampu berhaji itu.
Dalam Rapat Evaluasi Haji Embarkasi/Debarkasi Aceh 1438/2017 akhir bulan lalu, sebelum rapat nasional, Kakanwil sampaikan, bahwa ke depan, makna istitha’ah itu kian perlu. Jangan sampai ada jamaah yang berangkat masuk RS dan pulang pun masih masuk RS. Istitha’ah juga dalam hal keharusan ada pendamping atau mahram.
"Istitha’ah bisa ditetapkan saat di daerah, bukan saat pemeriksaan kesehatan di asrama, atau saat jamaah sudah kantongi visa," sambung tim medis dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas III Banda Aceh, di depan belasan mitra kerja Kemenag, dalam sukseskan haji.
Sebutnya, dalam rapat yang dipandu Kabid Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) H Abrar Zym SAg, setelah dibuka Kakanwil di aula, bahwa pembinaan kesehatan, manasik kesehatan diberikan oleh petugas yang pernah berangkat haji.
Hasil rapat provinsi sebagiannya juga dibawa ke level nasional, yang Kakanwil Kemenag Aceh serta Kabid PHU juga hadir, ke acara di Hotel Marlynn Park Jakarta itu.
Pembukaan Rapat Kerja Nasional Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2017 pada Senin (6/11), dilakukan Menag H Lukman Hakim Saifuddin.
Menag sebutkan, ada dua hal yang menjadi perhatian dalam evaluasi tersebut. Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pertama, agar prestasi kerja yang sudah dinilai baik dan dirasakan oleh jamaah haji Indonesia sebagai sesuatu baik harus dijaga dan dipelihara.
Kedua, melalui evaluasi ini kita juga bisa mendapatkan masukan-masukan dan kritikan-kritikan atau hal-hal yang masih dinilai lemah, masih dinilai kurang oleh jamaah haji kita, yang harus ditingkatkan sehingga tahun depan bisa lebih baik. Dan rapat yang hadir juga dubes dan legislatif itu, berakhir Rabu besok (8/11).
Soal istitha'ah, Wakil Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), H Muharom menilai, banyaknya jamaah haji yang wafat tidak menentukan keberhasilan penyelenggaran haji. Namun, hal ini disebabkan oleh perspektif dan keinginan masyarakat untuk meninggal di Tanah Suci.
Keyakinan jamaah ini, tidak menghalangi kepada mereka untuk berangkat haji, kalaupun dihadapkan dengan maut. Oleh karena itu, besar atau tingginya jumlah jamaah haji wafat, tidak menjadi ukuran sukses atau tidaknya pelayanan kesehatan, karena tidak ada kaitannya," katanya, siang Selasa (7/11) tadi (republika.co.id).
H Muharom menuturkan, jamaah haji yang rentan adalah yang memiliki penyakit risiko tinggi (risti) dan lanjut usia. Namun, untuk jamaah haji lansia, saat ini masih dianggap di atas 87 tahun.[SY]