[Lhokseumawe-inmas] Banyak peserta bertanya tentang keberadaan jurnalis yang belum menjalankan kode etik dengan baik, dalam pelatihan kehumasan Kemenang di Lhokseumawe, Kamis 30 Juli 2015. Peserta menyayangkan banyaknya jurnalis ‘tak jelas’ yang kerap memeras.
Zainuddin seorang peserta menilai, banyak orang yang mengaku jurnalis yang menyasar para pejabat untuk memeras dan menakut-nakuti. “Mereka meminta uang dan mengancam memberitakan, kalau tak diberikan uang,” katanya kepada Adi Warsidi, Ketua AJI Banda Aceh yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Endang. Pengalamannya, ada wartawan yang mendatangi kepala sekolah untuk mencari berita tentang dana BOS. Tetapi kepala sekolah menolak memberikan data dana itu. ”Lalu wartawan meminta uang, supaya tidak diberitakan. Apakah memang seperti itu kerja wartawan,” tanyanya.
Kasus lainnya, wartawan dinilai oleh Abdul Azis salah seorang peserta lainnya kerap menulis berita provokatif saat terjadi konflik seperti di Tolikara, Papua. Wartawan juga sering memakai bahasa yang kurang sesuai kaidah. Hal ini, katanya, dapat menimbulkan makna ganda maupun memperkeruh suasana.
Terkait hal tersebut, Adi menjelaskan bahwa jurnalis yang baik adalah yang taat kode etik. Kerja wartawan diatur dengan kode perilaku tersebut dan jika melanggar dapat ditindak sesuai hukum yang berlaku. Beberapa contoh kasus digambarkan kepada peserta.
Di kalangan jurnalis, katanya, juga dikenal adanya orang yang tak bertanggung jawab memanfaatkan profesi itu untuk mengeruk keuntungan. Orang yang memeras dan mengaku wartawan, sejatinya adalah pemeras, bukan jurnalis. Mereka bisa diadukan ke polisi atau organisasi profesi itu, seperti AJI dan PWI.
Pelatihan tersebut diikuti oleh 40 peserta dari unsur KUA di beberapa kecamatan di Aceh. Mereka diharapkan mampu menulis berita untuk mengisi website Kemenag, yang dikelola Kanwil Kemenag Provinsi Aceh. Pelatihan digelar selama tiga hari. [y]