CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Mental Hijrah, bukan Materialis

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 342
Sabtu, 25 Oktober 2014
Featured Image

[Baiturrahman | Muhammad Yakub Yahya/Akhyar]  Selain kaitkan filosofi hijrah dengan niat dan motivasi kita, warga dan pejabat di  Aceh, DR H Zulkarnain Abdullah MA, Ketua STAIN zawiyah Cot Kala Kota Langsa, banyak kupas makna lain di balik prosesi hijrah Nabi Saw dan sahabatnya, ke Yatsrib (kelak bernama Madinah), 15 abad silam.

Termasuk dijelaskannya peran elemen pemuda dan wanita. Dalam hal ini peran Ali bin Abi Thali ra dan Asma binti Abu Bakar ra. Termasuk rintangan dan gangguan ular di Gua Tsur. Juga ‘kebaikan’ laba-laba atau merpati, dalam satu kisah.  

“Saat saya mengaji di Teupi Raya, Abu Teupi Raya, Abu Muhammad Ali, ceritakan bahwa saat bermalam di gua, tiba-tiba di sana rupanya ada lobang ular. Sedikit demi sedikit lobang ular ditutup dengan kain, yang dirobek dari baju dan celana Abu Bakar ra, agar dia tidak keluar menggigit,” kisah Zulkarnain, aktivis saat sejak siswa dan mahasiswa.

“Akhirnya tinggal satu lobang yang masih terbuka, lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq menutup dengan kakinya. Ular mematuk kaki Abu Bakar, ayah Asma binti Abu Bakar dan ayah Aisyah binti Abu Bakar itu. Beliau sakit, kakinya dibisakan ular. Air mata jatuh ke diri Nabi juga…,” sambungnya, dalam ceramah Peringatan 1 Muharram, yang bertajuk “Menghayati Makna Hijriyah dalam Konteks Kemodernan”, di hadapan jamaah, termasuk Gubernur, Wali Nanggroe, Ketua SKPA, dan warga.

Di depan, tampak di antaranya Wali Nanggroe, Gubernur Aceh, kaum Ibu (istri) pejabat, dan penceramah. Juga Imam Besar Masjid Raya. Hadir juga di barisan dua, di antara hadirin itu, Kakanwil Kemenag Aceh, Drs H Ibnu Sa’dan MPd, para Karo, dan Kepala SKPA.   

Hijrah penuh tantangan, tapi dengan itulah ‘orang besar’ bisa besar. Di kampung barulah akan Allah ganti yang kita tinggalkan, sebagaimana saran Imam Syafi’i dalam sya’ir Safir yang terkenal itu.   

Tidak ada bangsa terkutuk dengan bangsa yang tidak terkutuk, sebagaimana kata sementra orang. Kita yang malas dan kita yang rajin, yang ada. Bangsa yang pemalas dan bangsa yang rajin, itu kategori yang ada. “Kita bisa seperti Singapor dalam waktu yang tidak sampai puluhan tahun, jika semua hijrah dari kemalasan menuju keseriusan dan kesungguhan,” ajak penceramah, asal Aceh Utara itu.   

“Jika pikiran kita hanya uang jika disuruh pindah mengabdi di lokasi terpencil, maka kapan maju Aceh ini,” sindir Ketua STAIN yang sebelumnya STAIS, yang  itu.

Seraya penceramah yang kadang berkacamata itu, yang lebih sering tanpa konsep itu, kaitkan dengan sebagian CPNS yang semula mau ditempatkan di mana saja, teken pernyataan pula, tapi saat jadi PNS, pindah ke kota, cara mutasi dicari nanti. Ada yang mau pindah, tapi tergantung fee..

“Ini karena ia bukan bermentalitas hijrah, tapi materialis. Ada kawan saya yang saat ditempatkan di Cot Kala dia tanyai berapa dibayar kalau ada proyek?” tamsilnya.    

“Jika semua sudah maju, maka di mana pun kita ditempatkan akan betah. Beda dengan sekarang, yang menumpuk ingin sekolah dan kerja di Banda saja, sekolah ramai ke Banda Aceh saja,” sindirnya.       

Ceramah kadang diselipkan kisah, anekdot, dan sarat istilah. Seorang kawan penceramah, membagi negara di dunia, menjadi empat. Ada yang banyak ngomong dan banyak kerja, misalnya AS. Banyak kerja sedikit ngomong, misalnya Jepang, banyak ngomong sedikit kerja, misalnya India dan Indonesia. Wallahu a’lam.   

Bangsa Arab maju karena Rasulullah membangun Madinah dengan konsep Negara Islam, yang terkenal dengan Piagam Madinah. 

Kita besar dengan hijrah, tidak memandang kepindahan dengan materi. Bangsa AS ada karena hijrah, bangsa Indonesia ada karena hijrah.   

Tgk Zulkarnain, Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry (termasuk dosen tafsir saya 2003), sampaikan, “Sebenarnya, perang ada dalam kepala kita, meskipun kita perang di mana-mana. Namun perang dengan diri sendirilah yang jadi perang sesungguhnya.”   

Kita berterima kasih Pemerintah Aceh yang dengan semangat perubahan mendorong peresmian STAIN jadi IAIN. Termasuk STAIN Zawiyah Cot Kala bersama delapan STAIN lainnya di Indonesia yang telah ditandangani statusnya oleh Presiden SBY.   

Sebelum ceramah Gubernur Aceh serahkan simboli Juara I Pawai Tahun Baru. Dan didominasi juara, oleh madrasah kita.

Empat guru dari lembaga sang juara I naik panggung. Untuk jenjang TK/PAUD peringkat I, II, dan III dijuarai TK YKA Taman Sari, TK Pemda, dan PAUD Terpadu Griya Ceria Peuniti.   

Untuk MI/SD, Juara I, II, dan IIIMIN Merduati, MIN Model (MIN 1) dan MIN Mesjid Raya Gampong Ateuk Banda Aceh.   

Juara I, II, III jenjang MTs ialah MTs Darul Ulum Jambo Tape, MTs Meuraxa, dan MTs Model (MTs 1) Banda Aceh.

Juara I, II, III jenjang MTs ialah MTs Darul Ulum Jambo Tape, MTs Meuraxa, dan MTs Model (MTs 1) Banda Aceh.

Juara I, II, III untuk jenjang Tsanawiyah, MA Darul Ulum Jambo Tape, MA IT Al-Fityan, dan MA Inshafuddin Banda Aceh. Selamat untuk juara, selamat tahun baru Islam... [inmas aceh]

Tags: #
Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh