CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Membangun Keluarga Tangguh di Bumi Syariat: Optimalisasi Peran Penghulu Aceh

Image Description
Muhammad Yakub Yahya
  • Penulis
  • Dilihat 340
Selasa, 12 Agustus 2025
Featured Image

Membangun Keluarga Tangguh di Bumi Syariat: Optimalisasi Peran Penghulu Aceh

 

Oleh Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd,  Penghulu Ahli Madya KUA Kecamatan Atu Lintang Aceh Tengah; Anggota PW APRI Provinsi Aceh.

 

Aceh dikenal sebagai Serambi Mekkah, provinsi yang menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pijakan hukum dan kehidupan sosial. Namun, tantangan zaman tak memilih tempat, bahkan di bumi bersyariat seperti Aceh, kita menyaksikan krisis moral dan sosial yang terus mengintai: maraknya judi online, meningkatnya angka perceraian, dan masih adanya fenomena pernikahan anak.

 

Dalam konteks ini, Musyawarah Wilayah (MUSWIL) ke-II Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Provinsi Aceh, yang akan digelar di Takengon pada 22–23 Agustus 2025, menjadi momen strategis untuk refleksi sekaligus aksi nyata. Dengan tema “Optimalisasi Peran Penghulu dalam Mewujudkan KUA Berdaya Pelayanan Keagamaan Berdampak,” forum ini diharapkan menjadi titik balik penguatan peran penghulu dalam merespons kompleksitas persoalan sosial keumatan hari ini.

 

Penghulu: Penjaga Nilai, Pelayan Umat

Sebagaimana ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Dr. H. Kamaruddin Amin, dalam pembinaan ASN Kemenag di Banda Aceh pada Sabtu, (9 Juli 2025) bahwasanya penghulu tidak cukup hanya menjalankan fungsi administrasi pernikahan. Lebih dari itu, penghulu adalah garda depan dalam menjaga ketahanan keluarga dan keutuhan sosial.

 

Fungsi ini menjadi sangat krusial ketika kita melihat data perceraian yang dirilis Mahkamah Syar’iyah Aceh. Sepanjang 1 Januari hingga 30 Juni 2025, tercatat 2.923 perkara perceraian di 23 kabupaten/kota di Aceh. Dari jumlah itu, 2.311 merupakan cerai gugat oleh istri, dan 612 cerai talak oleh suami. Angka ini sejalan dengan tren tahun sebelumnya (2024), di mana total 4.856 cerai gugat dan 1.249 cerai talak terjadi di Aceh.

 

Salah satu penyebab utama yang mencuat adalah pengaruh judi online (judol) dan minimnya tanggung jawab suami dalam memberikan nafkah. Ketika suami lebih sibuk bermain judol daripada bekerja atau memperhatikan keluarga, dampaknya sangat merusak kepercayaan dan kestabilan rumah tangga. Tidak heran jika banyak istri memilih menggugat cerai, sebagai bentuk perlawanan terhadap kondisi yang tidak sehat secara emosional, spiritual, maupun ekonomi.

 

Di sisi lain, ada kabar baik yang patut disyukuri. Berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH), sebagaimana dirilis Ditjen Bimas Islam RI, bahwa dalam skala nasional terjadi penurunan signifikan angka perkawinan anak dalam tiga tahun terakhir: dari 8.804 pernikahan anak (2022) menjadi 4.150 (2024), turun sekitar 52,87%.

 

Capaian ini tidak terlepas dari berbagai intervensi positif, seperti Program BRUS (Bimbingan Remaja Usia Sekolah) yang memberikan literasi pernikahan, edukasi kesehatan reproduksi, dan pendampingan psikososial kepada remaja. Namun, pekerjaan belum selesai. Di beberapa wilayah pedalaman dengan tingkat pendidikan rendah, pernikahan anak masih terjadi karena tekanan sosial, budaya, dan ekonomi.

 

Penghulu harus mengambil peran aktif sebagai edukator dan konselor, memberikan pemahaman bahwa pernikahan bukan solusi instan, melainkan ikatan suci yang menuntut kesiapan lahir dan batin.

 

APRI dan GAS Pencatatan Nikah: Menjamin Masa Depan Keluarga

Sebagai organisasi profesi, APRI memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memperkuat kapasitas para penghulu. Dalam MUSWIL ke-II ini, setidaknya ada tiga strategi penting yang harus dirumuskan bersama:

 

1) Peningkatan kapasitas penghulu dalam konseling pranikah dan pascanikah berbasis data lokal, dengan fokus pada isu-isu aktual seperti judol dan kekerasan dalam rumah tangga. 

 

2) Penguatan sinergi lintas sektor dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta tokoh adat dan agama dalam upaya mencegah pernikahan dini. 3) Revitalisasi fungsi KUA sebagai pusat layanan masyarakat yang tidak hanya administratif, tetapi juga edukatif dan transformatif.

 

Selain itu, kampanye Gerakan Sadar (GAS) Pencatatan Nikah harus terus digalakkan. Praktik nikah siri masih terjadi dan sangat berisiko menimbulkan ketidakpastian hukum, perlindungan perempuan yang lemah, dan keterbatasan akses anak terhadap layanan publik.

 

Pencatatan nikah bukan sekadar formalitas, melainkan jaminan hukum dan perlindungan masa depan keluarga. Di sinilah peran penghulu, bersama APRI dan Kementerian Agama sangat strategis dalam mengedukasi masyarakat.

 

Aceh, dengan segala kekuatan syariat dan kearifan lokalnya, tidak boleh kalah oleh arus destruktif zaman. Judi online, perceraian, dan pernikahan anak adalah ancaman nyata yang harus dihadapi dengan kolaborasi dan komitmen kuat.

 

Para penghulu tidak boleh hanya menjadi pencatat pernikahan, tetapi harus hadir sebagai penjaga nilai, pembina keluarga, dan pelita umat. MUSWIL APRI ke-II ini harus menjadi panggung kebangkitan penghulu Aceh, untuk merumuskan langkah-langkah konkret membangun keluarga-keluarga yang tangguh, sakinah, mawaddah, wa rahmah.

 

Mari kita jadikan APRI bukan sekadar wadah berhimpun, tetapi rumah perjuangan bersama dalam membangun KUA yang berdaya, pelayanan keagamaan yang berdampak, dan masyarakat Aceh yang kuat, religius, serta bermartabat.

Wallaahul muwafiq ilaa aqwamith thariq.

Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh