MASJID UNTUK SEMUA: Catatan Studi Tiru Peserta MADADA ke Masjid Oman Al-Makmur Banda Aceh
Oleh: Dr. Khairuddin, S.Ag., MA
Dalam rangkaian kegiatan MADADA (Masjid Berdaya Berdampak) yang digagas oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, para peserta diberikan kesempatan istimewa untuk melakukan studi tiru ke Masjid Oman Al-Makmur Lampriet Banda Aceh. Kegiatan ini menjadi momen berharga untuk melihat langsung praktik pengelolaan masjid yang tidak hanya megah dari segi fisik, tetapi juga luar biasa dari sisi sosial, spiritual, dan pelayanan umat.
Saat disambut langsung oleh pengurus Masjid Oman, para peserta mendengar paparan penuh inspirasi tentang konsep pengelolaan masjid ramah dhuafa dan musafir—sebuah nilai luhur yang mulai hilang dari banyak rumah ibadah.
Masjid yang Menyambut, bukan Menghakimi
Masjid Oman Al-Makmur menghadirkan suasana inklusif, bukan eksklusif. Tidak ada tembok sosial yang memisahkan siapa yang layak masuk dan siapa yang harus pergi. Semua yang datang dengan niat baik, disambut dengan hangat—tak peduli rupa, status, atau latar belakangnya.
Dalam sesi diskusi, pengurus masjid menjelaskan bagaimana mereka dengan sadar membangun masjid yang merangkul, bukan menyaring. Mereka menyediakan:
Tempat istirahat bagi musafir, lengkap dengan ruang tidur yang layak.
Makanan untuk jamaah dhuafa, tanpa perlu tanya identitas.
Program sosial berkala, termasuk bantuan logistik dan layanan kesehatan sederhana.
Suasana terbuka untuk anak-anak, pemuda, dan siapa pun yang mencari hidayah.
"Kami ingin Masjid Oman ini menjadi rumah pulang bagi siapa saja yang kelelahan, bukan tempat penghakiman yang membuat orang takut kembali ke masjid," ujar salah satu pengurus dengan mata berbinar.
MADADA dan Harapan Transformasi Masjid di Aceh
Program MADADA sendiri adalah upaya strategis dari Kanwil Kemenag Aceh untuk menghidupkan kembali fungsi masjid sebagai pusat pemberdayaan umat. Masjid bukan hanya tempat shalat berjamaah, tetapi juga sentra edukasi, sosial, dan penguatan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin.
Dengan kunjungan ke Masjid Oman ini, peserta diharapkan mendapatkan inspirasi nyata tentang bagaimana masjid bisa mengembangkan diri menjadi institusi yang berdampak langsung ke masyarakat sekitar—tanpa perlu bergantung pada anggaran besar, tetapi mengandalkan keikhlasan, sinergi, dan pelayanan yang tulus.
Inklusif vs Eksklusif: Cermin Arah Masjid Kita
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak masjid yang secara tidak sadar membangun sikap eksklusif:
Anak-anak dimarahi karena ribut.
Pemuda berpakaian “tidak sopan” dijauhi.
Musafir dipandang mencurigakan.
Orang miskin hanya menjadi objek, bukan subjek.
Bandingkan dengan model Masjid Oman Al-Makmur—yang membuka ruang seluas-luasnya bagi siapa pun yang butuh tempat pulang.
Sebagaimana Rasulullah SAW mencontohkan Masjid Nabawi sebagai pusat peradaban, bukan hanya tempat ibadah. Di sana, orang miskin duduk sejajar dengan saudagar. Anak-anak belajar bersama ulama. Musafir tidak ditanya “dari mana?”, tapi “apa yang bisa kami bantu?”
Menuju Masjid-masjid yang Berdampak
Studi tiru ini memberikan kesadaran kolektif bahwa masjid ideal bukan diukur dari jumlah pendingin ruangan atau ornamen mewah, tetapi dari seberapa luas masjid itu membuka hati dan pintunya untuk umat.
Masjid Oman Al-Makmur telah membuktikan bahwa ketika niat pengurusnya lurus dan pelayanannya ikhlas, masjid akan kembali menjadi tempat paling aman dan hangat untuk umat berteduh.
Penutup
Kegiatan MADADA ini diharapkan menjadi pemantik semangat bagi para pengelola masjid di seluruh Aceh untuk mulai bergerak dari masjid yang sekadar ramai saat Ramadhan menjadi masjid yang ramai sepanjang zaman—karena kebermanfaatan, bukan karena acara seremonial.
"Masjid bukan tempat memilih siapa yang suci, tapi tempat menyucikan siapa pun yang datang dengan hati yang rindu."
Mari wujudkan masjid-masjid yang berdampak, bukan sekadar berdiri megah di tengah kota, tapi hadir nyata dalam denyut nadi masyarakat.[]