CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Marhaban Ya Ramadhan, Jangan Seperti Puasanya Saudara Setan

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 4070
Jumat, 3 Juni 2016
Featured Image

[Banda Aceh | Yakub]  Sebelum shalat Jumat, beberapa hari jelang puasa, satu topik khutbah di Masjid At-Taqwa Muhammadiyah Banda Aceh ialah, sang khatib mengingatkan jamaah dan pembaca di unit kerja mana pun, akan riskannya mubazir. Pemborosan oleh sang mubazir (mubazziriin).

Ternyata potret menfoya-foyakan barang, belanjaan, makanan, minuman, uang, kartu kredit, perabotan, kenderaan, ponsel, perumahan, ATK kantor, listrik, air, dan aspek apa pun dalam hidup ini, yang konsumtif, itu amat jelek di mata Allah, sama dengan saudara setan. Sungguh, setan pengingkar ‘pamuncak’ pada Tuhannya.

“Tidak banyak ayat yang menyamakan manusia dengan setan. Namun pemboros (mubazziriin) itu Allah samakan dengan saudara setan. Bahkan kaafir, murtad, munaafiq pun, tidak disamakan dengan setan. Namun khusus pemboros itu, oleh Allah Taala, menyamakan dengan saudara setan (ikhwanusy syayathin),” sindir khatib, di pekan terakhir bulan Sya’ban 1437 Hijriyah ini. 

Khatib mengulangi tema boros, katanya dalam rukun wasiat/nasehat khutbah singkat, karena yang barangkali sebagian kita menganggap tabiat ini sepele, remeh saja. “Seakan jika kita habiskan makanan dalam piring saat pesta, itu kurang sopan.  Seakan jika ambil sekadar yang bisa kita habiskan, dan kita habiskan makanan yang telah kita ambil dalam piring itu, kita disebut tidak santun,” contohnya.

“Itu kebiasaan kita selama ini yang salah. Padahal mengahabiskan sisa makanan itu, sunnah Rasulullah SAW, sahabat, dan ulama setelahnya,” ujar khatib memberi contoh sehari-hari kita, yang dikaitkan dengan kebiasaan kita membelanjakan peganan dan pakaian saat puasa dan lebaran.

Padahal, sambungnya, sikap hemat dan jalan hidup sederhana itu, jalan tengah di antara: jangan boros dan jangan kikir. Di tengah-tengah antara sifat buruk (boros-pelit) itu, hemat atau tidak berlebihan (pertengahan), dalam hal apa saja, juga dalam ibadah.

Khatib, bedakan pelit atau kikir (baakhil), boros, dan hemat. “Pelit ialah mempergunakan kurang dari kebutuhan. Ada orang yang bahkan untuk diri sendiri pun, dia pelit. Boros ialah mempergunakan di atas kebutuhan. Sedangkan hemat ialah mempergunakan sesuai dengan kebutuhan, tidak lebih dan tidak kurang, atau pertengahan,” jelasnya.

Di awal penjelasan soal boros, Allah mulakan dengan perintah, agar kita mau berbagi, bermurah tangan bagi sesama. Rela membagikan rezeki untuk kerabat, saudara yang miskin, ibnu sabil, dan seterusnya.

Di sini, khatib memulai mengutip ayat dari, “Wa aati dzal qurbaa haqqahuu walmiskiina wabnas sabiil, wa la tubadzdzir tabdzira. Innal mubazziriina ikhwaanasysyayaathiin, wa kaanasy syaitanu li rabbihii kufuuraa,” (QS Al-Israa’/Banii Israa-iil (17): 26-27).

Makna ayat: 

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَوَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواإِخْوَانَالشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِكَفُورًا 

dikutip khatib, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Dalam khutbah kedua, khatib menambahkan penjelasan, dari ayat

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْيَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا,

juga dengan maknanya, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir (membelanjakannya), dan adalah (belanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian (secukup keperluannya saja),” (QS al-Furqaan (25) 67).

Konkritnya, mulai hari pertama, kita kontrol tidak mudah mengeluarkan, misalnya uang untuk bekal berbuka, kecuali untuk sedekah, yang harta itu, titipan Allah dan diminta laporan: dari mana dan ke mana kita belanjakan.

Jadi, ajaknya, lewat puasa kita diajak jauh dengan barisan setan, tapi mendekat dalam barisan hamba yang taqwa  (la’allakum tattaquun), yang itu pun masih harapan dan doa kita bersama.

Didik disiplin

Selain tema ‘jangan mubazir’ dlm sgl sisi (tabziiraa), khatib asal Aceh Tengah (kini Bener Meriah) itu, singgung sekilas soal niat, motivasi, dan ruhiyah puasa dengan disiplin. Katanya, puasa lain sekali hakikat dan labelnya dengan syahadat, shalat, zakat, dan haji yg diketahui orang.

Jelasnya, “Puasa bisa kita sembunyikan, meskipun dalam ramai dan dalam acara makan-makan. Ibadah yang lain bisa kita sembunyikan pada sebagian, tapi tidak pada semua insan. Apalagi haji itu, kita bisa sembunyi di sini tapi di Makkah akan dilihat orang.”

“Jadi, puasa sebenarnya bisa cara awal dan mudah untuk didik kita ini untuk disiplin, sejak dalam batin,” ajak dan pungkas khatib, Prof Dr Tgk H Al-Yasa’ Abu Bakar MA, Guru Besar dan Dosen UIN Ar-Raniry, Pengurus DPW Muhammadiyah Aceh, mantan Kadis Syariat Islam Aceh, dan mantan Pjs Rektor IAIN Ar-Raniry itu.

Selamat menunaikan ibadah puasan, mohon maaf segalanya, taqabbalallaahu minnaa wa minkum, shiyaamanaa washiyaamaku…, aamiin.[inmas’]      

Tags: #
Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh