Banda Aceh --- Konflik antar penganut agama muncul ketika beragama dimaknai secara mutlak sebagai agama, lalu saling memaksakan klaim kebenaran atas cara beragama yang beragam itu kepada pihak lain dengan tindak kekerasan.
"Konflik bisa disimpulkan dengan bagaimana cara pandang kita yang mengaitkan amalan dan sikap. Perbedaan itu sunnatullah, tidak ada yang tidak berbeda. Semua hal punya keberagaman," kata Lukman Hakim Saifuddin dalam materinya, Kamis (14/9/2023).
Melalui forum Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa (Diklatpim) Tahun 2023 yang dilaksanakan oleh Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) di ruang rektorat UIN Ar-Raniry Banda Aceh, pria yang akrap disapa HLS ini mengungkapkan bahwa Agama dan beragama merupakan dua terma yang berbeda.
"Agama adalah ajaran Tuhan, sementara beragama adalah cara memahami dan mengamalkan ajaran itu. Namun, meskipun berbeda makna, keduanya saling bertautan," ungkap Menteri Agama RI periode 2014-2019.
Menurutnya, moderasi beragama adalah penawar bagi konflik semacam itu. Moderasi beragama merupakan solusi untuk mengatasi problematika kehidupan antar umat beragama.
Lebih lanjut, kata Lukman Hakim menambahkan bahwa keberagaman bangsa Indonesia adalah takdir. Sebuah pemberian Sang Pencipta untuk diterima dan tidak perlu ditawar.
"Keberagaman adalah anugerah dan kehendak Tuhan. Jika Tuhan menghendaki, tentu tidak sulit bagi-Nya untuk menciptakan dan menjadikan seluruh hamba-Nya menjadi satu ragam saja," jelasnya.
Namun Allah justru menciptakan manusia berbeda jenis kelamin, dan menjadikannya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal satu sama lain, sehingga kehidupan terasa dinamis.
"Upaya untuk menyeragamkan keragaman sama saja mengingkari kehendak dan anugerah-Nya," tutupnya.
Diakhir diskusi lulusan Pondok Modern Gontor ini mengingatkan bahwa moderasi beragama tidak pernah menggunakan istilah 'musuh', 'lawan', 'perangi' atau 'singkirkan' terhadap mereka yang dinilai berlebihan dan melampaui batas dalam beragama.
Sebab, tujuan moderasi beragama adalah mengajak, merangkul, dan membawa mereka yang dianggap berlebihan dan melampaui batas, agar bersedia ke tengah untuk lebih adil dan berimbang dalam beragama.
"Selain itu, dalam beragama tidak mengenal seteru dan permusuhan, melainkan bimbingan dan pengayoman terhadap mereka yang ekstrem sekalipun. []