[Karang Baru │ Salamina/Sofyan] Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang satu jam dengan menempuh jalan berliku yang terkadang menanjak terkadang menurun dengan hiasan perkebunan sawit dan pohon karet (Rambong dalam bahasa Tamiang) milik rakyat dan beberapa perusahan lokal, terkadang harus pula melintasi jalan berlubang dan berlumpur, sampai jua. Walaupun ada yang sudah diaspal tetapi sudah banyak yang pecah. Akhirnya sebuah mobil plat merah (BL 204 U) milik Kankemenag Tamiang dengan tiga orang penumpang tiba di lokasi Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Al-Kautsar Jambo Rambong, guna mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sebuah panggung ukuran 5 × 5 meter berdiri di tengah halaman Madrasah tersebut dan siswa-siswi dengan pakaian adat berbagai daerah sedang menampilkan atraksi di atasnya.
Bukit di kiri kanan madrasah dan jurang yang ada di belakangnya serta pegunungan yang terlihat di kejauhan membuat suasana terasa sejuk dan asri. Siswa-siswi MIS Al-Kautsar dengan pakaian warna-warni, ada pula yang menggunakan pakaian adat, secara bergantian unjuk kebolehan mereka di atas panggung ada yang menampilkan Rebana, ada Tari Pinguin, gerak mereka sungguh lucu persis bak pinguin sedang berjalan di atas salju.
Ada Puisi, ada pula Da`i Cilik, Nikolas Syahputra dengan gaya kaca mata hitamnya dan sorban warna coklat bagaikan Ustadz Jefri mampu mengocok perut para pengunjung dengan kelucuannya.
Ada pula yang bergaya ala Bang Haji (Haji Rhoma Irama) dengan lagu "Judi"nya mereka bergaya bak Satria Bergitar. Tanpa cangung, tanpa malu, mereka unjuk kebolehan, tak ada kesan kalau mereka itu adalah anak pedalaman yang belajar di ruang "Gedek" (Tepas anyaman Bambu).
Di balik panggung yang dihiasi tirai hijau berpadu kuning yang terkesan mewah, ternyata ruang belajar mereka sangat memiriskan hati, dinding-dindingnya terbuat dari "Gedek" yakni anyaman bilah bambu yang dalam bahasa Tamiang disebut "Tepas" di beberapa bagiannya sudah mulai berlubang, berlantaikan tanah, untunglah atapnya sudah terbuat dari seng tanpa plafon.
Sebagamana yang dilaporkan oleh Kamisem, S. Pd, ternyata madrasah yang berdiri di atas tanah seluas lebih kurang delapan rante (satu rante = 20 m X 20 m = 400 m2) wakaf dari orang tuanya itu tak memiliki guru negeri (PNS) kecuali dirinya. Meskipun mereka hanya guru bakti, tetapi mereka setulus hati dan segenap kemampuan mereka mendidik dan membimbing siswa-siswi MIS Al-Kautsar, menyongsong masa depan yang lebih baik.
Sementara itu Kepala Kankemenag, Salamina, MA selaku penceramah memberi motivasi kepada Ibu Kamisem beserta dewan guru walaupun madrasah masih dari tepas, tidak tertutup kemungkinan dari tepas ini melahirkan cendikiawan.
Ulama-ulama Aceh yang terkenal seperti Abuya Mudawali bukanlah belajar dalam gedung bertingkat, tetapi diawali di atas "Balee Angen", bangunan panggung dengan dinding separuh. Guru MIS Al-Kautsar yang umumnya perempuan harus terinspirasi dengan sosok wanita Aceh Laksamana Malahayati, sebagai panglima perang yang disegani di lautan dan mampu memahami 10 bahasa internasional.
Kalau Laksamana Malahayati adalah Panglima Angkatan Laut Aceh kala itu, maka guru-guru MIS Al-Kautsar adalah Laksamana Malahayati di Pedalaman Tamiang. Suatu saat nanti dinding tepas ini akan berubah menjadi bangunan yang megah. [yyy]