Meulaboh ( Jufrizal Muaz ) --- Kontingen PENTAS PAI Kabupaten Aceh Barat, siang tadi Minggu (24/07) dengan menaiki 4 unit mobil secara berkonvoi, datang berziarah ke makam Syekh Abdurrauf atau yang lebih dikenal dengan Syiah Kuala di Gampong Deuah Kec. Syiah Kuala Banda Aceh.

Kedatangan penziarah yang terdiri dari peserta dan pendamping pria dan wanita ini, dipimpin langsung oleh Ketua Kontingen Pentas PAI Aceh Barat Zulfahmi, MH.

Tgk. Abdul Wahid (71 tahun) anak dari kadim ke -7 sekaligus penjaga Makam Syiah Kuala mengatakan, Makam Teungku Syiah Kuala yang terletak di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh ini, Saban hari selalu ada peziarah datang, sekadar bermunajat atau melepas nazar di makam ini. Wisatawan yang penasaran dengan nama besar ‘Sang Pengadil’ juga ikut bertandang ke salah satu situs wisata religi tersebut.

Syiah Kuala nama populer dari Syeich Abdurrauf bin Ali Alfansuri, ulama besar yang memiliki pengaruh hingga semenanjung Asia Tenggara dalam menyebarkan Islam abad 17 Masehi. Ia lahir tahun 1001 Hijriah atau 1591 M. Keluarganya adalah pengembara Islam dari Persia yang menetap di Singkil, Aceh sejak abad 13.

Semasa muda Syiah Kuala mengenyam pendidikan agama hingga ke negeri Arab. Menurut riwayat, ia kemudian membuka dayah (pesantren) di Meunasah Dayah Kuala (Deah Raya sekarang), menurunkan ilmu ke murid-muridnya yang berasal dari berbagai daerah. Semasa hidupnya, Syiah Kuala juga produktif menulis. Kitab-kitab karangannya tersebar hingga berbagai negara, menjadi rujukan bagi orang-orang belajar Islam.

Sebagai sosok adil dan diagungkan rakyat, Syiah Kuala dipercaya sebagai Kadhi Malikul Adil Kerajaan Aceh Darussalam selama 59 tahun. Jabatan setara hakim agung itu diembannya masa kepemimpinan empat ratu: Sultanah Safiatuddin Syah (1641-1645 M), Sultanah Naqiatuddin Syah (1675-1678 M), Sultanah Zakiatuddin Syah (1678-1688 M) dan Sultanah Ratu Kamalat Syah (1688-1699 M). Jasanya yang begitu besar dikenal lewat peribahasa “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala.”

Syiah Kuala wafat pada 23 Syawal 1106 H (1696 M) dalam usia 105 tahun. Sesuai wasiat ia dikebumikan di komplek dayahnya. Beberapa murid dan orang-orang terdekatnya juga dimakamkan di komplek tersebut. Makam Syiah Kuala mudah dikenali karena nisannya lebih tinggi dan besar di antara makam-makam di sekitarnya.

Ketika tsunami melanda pesisir Aceh 26 Desember 2004, Makam Syiah Kuala yang terpaut 100 meter dari bibir pantai ikut diterjang ombak. Namun, makam ulama ini tetap utuh. Beberapa nisan kuburan sekelilingnya rusak disapu gelombang. Sementara perumahan di luar komplek makam sudah rata dengan tanah.

Sebagian orang percaya kalau Makam Syiah Kuala keramat. Tak heran jika peziarah yang selalu menyempatkan diri membasuh muka atau meneguk air dari sumur tua dekat makam tersebut. Bahkan ada yang membawanya pulang dengan jeriken, karena dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.

Makam ini ramai dikunjungi peziarah atau pelepas nazar pada Senin dan Kamis. Mereka sering menggelar kanduri pelepas nazar atau doa bersama di area makam, yang sudah memiliki fasilitas seperti bale-bale untuk rehat, dapur umum, musalla, dan toilet. Ramainya pengunjung menjadi berkah bagi penjaja makanan untuk mengais rezeki.

Selain peziarah lokal, makam ini juga sering didatangi wisatawan dan mahasiswa dari Pulau Jawa, Malaysia, Brunei Darussalam, Turky, Timur Tengah dan lainnya. Sementara muslim dari Sumatera Barat juga rutin setahun sekali berziarah ke Makam Sang Pengadil. 

Selptelah ke Makam Syiah Kuala para Kontingen peserta Pentas PAI Aceh Barat ini juga di bawa berziarah ke Makam Sultan Iskandar Muda yang terletak di samping Meuligo Gubernur Aceh.