Usai pengumuman sebagian nilai UN (SMA/MA) pada pertengahan Mei 2011 lalu, terlihat beberapa potret ceria dan gambar buram dunia pendidikan di Aceh. Semua hasil, lebih dan kurang ini, jelas untuk bahan evaluasi kita bersama. Ada yang tidak lulus sama sekali, seperti di sebuah SMA di Simeulue; dan ada yang lulus dengan nilai rata-rata tertinggi, bahkan masuk sepuluh besar nasional seperti dari boarding school, Modal Bangsa dan Fajar Harapan, ini kesan baru yang membedakannya dengan tahun sebelum 2011.Pelajaran pertama bagi kita, untuk sekolah yang siswanya belum lulus bahkan gagal sampai seratus persen, tentu ini tidak mungkin kita salahkan siswa semata. Barangkali kelemahan lebih pada pundak gurunya. Tidak ada siswa yang bodoh semua, apalagi dengan formulasi penilaian sekarang, akumulasi nilai sekolah dan UN. Penyebab sebenarnya memang kita nantikan hasil penelitian Tim Disdik yang balik dari kepulaan itu. Boleh jadi guru di sana tidak ada, tidak merata, jam belajar siswa yang tidak penuh, manajemennya yang kacau, atau ada kisah pilu lainnya.Dari sekolah yang meraih angkat tertinggi, pelajaran kedua, terutama dengan pola pengasramaan, ini juga menarik kita bandingkan. Terhadap sekolah atau madrasah yang diasramakan dengan sekolah yang siswanya tidak diasramakan, memancing kita untuk penasaran: ada apa dengan sekolah yang sama-sama boarding (asrama) tapi beda hasil, dan kerja apa saja para guru dan siswa di sekolah dan luar sekolah yang sama-sama bukan boarding.Sekilas di sekolah seperti Fajar Harapan Banda Aceh yang siswanya meraih angka rata-rata tertinggi na-sional, terlihat bagus dalam pola penga-jaran, mitra atau hubungan-hubungan, fasilitas, dan yang menarik ialah mana-jemennya. Bisa jadi gaya kepemimpi-nan di sana, cakap untuk memotivasi siswa dan wali siswa untuk terus ber-prestasi optmal. Sebab keteladanan dan kepribadian atasan juga jadi faktor pendukung di sekolah. Namun kenapa beberapa boarding saja yang unggul, yang lain belum, juga perlu kita buka penyebab selanjutnya.Wawancara by Yakub