Aceh Timur (Inmas) --- Sabtu (16/02), 13 remaja tampak bersiap di tepi dermaga gampong Tampor Paloh, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur. Mereka adalah siswa-siswa Madrasah Aliyah Swasta Merdeka, satu-satunya sekolah tingkat menengah atas yang ada di Gampong Tampor Paloh.
Satu per satu, mereka mulai menaiki kapal kayu yang tertambat di dermaga. Karena luas kapal tak terlampau besar, maka mereka pun harus duduk berdesakan dengan kaki tertekuk. Bukan hal yang menyenangkan tentunya. Apalagi mereka akan menempuh perjalanan selama empat jam melintasi Sungai Tamiang menuju Kota Kuala Simpang dengan kapal kayu tanpa pengaman ini.
Tapi ini satu-satunya transportasi yang dapat mereka gunakan, demi mengikuti Simulasi Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional Berbasis Komputer (UAMBN – BK) di kecamatan seberang, Kecamatan Peureulak Timur.
“Simulasi UAMBN BK baru akan dilaksanakan pada 18 – 20 Februari 2019, tapi mereka harus sudah berangkat sejak dua hari sebelumnya karena perjalanan yang harus mereka tempuh cukup panjang,” ujar Kasie Madrasah Kankemenag Aceh Timur, Mulkan Damanik, Senin (18/02).
Menurut Mulkan, setibanya di Kota Kuala Simpang, 13 siswa MAS Merdeka masih harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit menuju Langsa.
“Mereka menginap di rumah Ketua Yayasan dulu di Langsa. Baru hari Senin ini mengikuti simulasi UAMBN BK, bergabung dengan MAS Al-Widyan Alue Lhok Kec. Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur. Perjalanan dari Langsa ke sini sekitar satu jam,” jelas Mulkan.
Perjalanan panjang melintasi Sungai Tamiang disertai perjalanan darat ini terpaksa mereka lakukan karena hingga saat ini MAS Merdeka Tampor Paloh belum memiliki fasilitas guna melaksanakan UAMBN BK.
Jangankan laboratorium komputer dan server, jaringan internet pun belum ada di madrasah ini. “Padahal ini satu-satunya sekolah tingkat atas di gampong itu,” kata Mulkan.
Meski demikian, siswa-siswi MAS Merdeka tampak bersemangat mengikuti proses simulasi UAMBN BK. “Mereka tetap semangat. Padahal untuk sampai ke sini, mereka pun harus rela menabung untuk membiayai perjalanan mereka ini.
Belum lagi, resiko yang harus mereka tempuh selama perjalanan ini,”kisah Mulkan.
Bila arus Sungai Tamiang tenang, perjalanan Tampor Paloh – Kuala Simpang dapat ditempuh dalam waktu empat jam. “Tapi untuk kembalinya nanti, Kuala Simpang – Tampor Paloh, dengan kapal kayu kecil itu mereka harus menempuh perjalanan enam sampai delapan jam. Karena harus melawan arus,” ujar Mulkan.
Menurut Mulkan, hal ini perlu menjadi perhatian bersama. Tak hanya Kementerian Agama, tapi juga pemerintah daerah. Jika dapat diusahakan jaringan internet masuk ke Gampong Tampor Paloh, maka mereka tak perlu melakukan perjalanan penuh resiko tersebut.
“Mereka melakukan seperti ini tidak hanya sekali ini saja, akan tetapi masih tersisa tiga kali lagi. Yaitu, gladi bersih simulasi UNBK, Pelaksanaan UNBK dan UAMBN BK, sehingga akan membuat mereka lelah ekonomi dan juga jasmani,”lanjut Mulkan.
Sebelumnya menurut Mulkan, MAS yang memiliki 40 siswa ini telah mendapatkan batuan pembangunan satu ruang kelas dari Kanwil Kemenag Aceh. “Saat ini selain ruang kelas, MAS ini juga memiliki tiga balai hasil swadaya masyarakat dan IKAPDA Aceh, satu ruang perpustakaan yang berasal dari bantuan Pertamina, serta dua MCK,” tutur Mulkan.
Mulkan berharap segenap pihak dapat memberikan perhatian kepada siswa-siswa MAS Merdeka ini. “Bagaimana pun, mereka juga anak negeri yang tetap hormat pada sang saka merah putih.Mereka adalah mutiara Aceh,”tandasnya.
Letak geografis yang jauh dari pusat ibukota dan sulitnya medan yang dilalui untuk sampai kesana tak membuat siswa siswi Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Merdeka Tampor Paloh Kecamatan Simpang Jernih Aceh Timur itu putus asa demi menggapai cita-cita. Mereka tetap punya semangat dan tekad kuat untuk menikmati dunia pendidikan seperti halnya yang dirasakan sahabat seumur mereka di ibukota. [RN]