[Darul Imarah | Yakub] Banyak saudara kita, sehat dan sakit, staf dan atasan, yang telah meninggalkan kita selamanya, usai Syawal dan usai rayakan ulang tahunnya bulan kemarin.
Jelang puasa, masih terdengar juga kalimat Innaa lilaahi wa innaa ilayhi raaji’uun, dari menara masjid dan surau, tanda tetangga, atau saudara kita di kampung sebelah telah tiada.
“Maka senanglah sambut Ramadhan. Songsong bulan penuh ampunan itu dengan ikhlas. Dengan tulus, kita akan muliakan dan beribadah dengan semangat. Marhaban ya Ramadhan itu, artinya senang dan melapangkan jiwa sambut kedatangannya,” ujar DR Tgk H Abdul Gani Isa, MA, Pengasuh rubrik BP4 di Majalah Santunan Kemenag Aceh, di hadapan pemirsa dalam acara talkshow bersama Kakanwil Kemenag Aceh Drs HM Daud Pakeh, Kadis SI Prof DR H Syahrizal MA, Kabid PAI Kanwil Kemenag Aceh Drs H Saifuddin AR, Kepala UPT Kepala UPTD Penyuluhan Agama Islam dan Tenaga Dai Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Drs H Nasruddin Ibrahim MAg dan jajarannya.
“Ramadhan itu bulan lebih, tak ada di dalam bulan lain. Maka Nabi SAW itu sedih jika berpamitan dengan Ramadhan, dan sedih pula karena fadhilahnya tidak ada dalam 11 bulan yang lain, meskipun keutamaan dengan beribadah dalam satu bulan Ramadhan menyamai bulan-bulan lain,” lanjut DR H A Gani, Ketua BP4 Aceh, yang juga penceramah maghrib di Masjid Raya Baiturrahman itu, dalam acara live, jelang pemantauan hilal di Observatorium Lhoknga (16/6) itu.
Kakawil pun diwawancarai kru Metro TV secara live sebelum hal-ihwal hilal dijelaskan DR Suhrawardi MA, jelang adzan magrib.
Ajak Pak Gani (panggilan untuk A Gani Isa), dalam acara Keude Kupi di TVRI Aceh, kawasan Mata Ie, Kecamatan Darusl Imarah Aceh Besar itu, “Masyarakat jangan cuma menghormati, tapi hidupkan siang dan malam.”
Maka saat Ibu Cut (pemirsa) menanyakan tanggapan, bagaimana menyikapi warung kopi yang buka malam bahkan hingga dini hari, atau dara-dara kaya dengan mobilnya yang berjualan sore-sore hari, dan bapak-bapak pun memilih membeli ke sana? DR A Gani menyatakan memang perlu dipadukan antara syariat dan adat, antara usaha dan etika. Maksudnya, jika mau usaha di Aceh, hormati adat Aceh, misalnya membuka warung seusai tarawih.
“Itu baru namanya menghormati dan menghidupkan Ramadhan,” sambung Pak Nas (Drs H Nasruddin MA, pejabat di Dinas SI).
Pak Nas, Kepala UPTD Penyuluhan Agama Islam dan Tenaga Dai Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, yang juga mantan Kepala MAN Sibreh dan mantan Ketum DPWBKPRMI Aceh itu bilang dan ajak, “Jangan ke pantai, sambut Ramadhan.”
Chairul Saleh SAg dari Penmad Kanwil, salah satu ‘langganan’ keude kupi TVRI Aceh itu, menyahut, “Kami di Kanwil Kemenag bahkan diajak ke pantai, tapi bukan ke pantai di laut, melainkan ke panti.”
“Sebentar lagi pun kami, bersama Dinas Syariat akan ke Pantai Lhoknga memantau hilal,” sahut Kakanwil Kemenag Aceh, dengan sedikit canda, yang juga ikut staf di Bidang PAI, Bidang Penmad, Subbag Umum, Sekuriti itu, selain jajaran Dinas Syariat Islam dan orang warung kopi TVRI itu. [inmas’s]