[Jambi | Muhammad Yakub Yahya] Usia babak final, jelang penutupan komplain dan evalusia dilayangkan. Untuk final debat bahasa Arab yang dilakukan di panggung Utama Ponpes As’ad Olak Kemang, sesi final debat Bahasa Arab putri menampilkan kafilah Jambi I melawan Kalimantan Barat.
Jalannya final tersebut cukup alot, baik kafilah Jambi I maupun Kalimantan Barat, saling beradu argumnetasi dengan menggunakan bahasa Arab. Suasana lomba menjadi menarik dan memancing emosi penonton.
“Cabang pertandingan hari ini, khusus untuk lomba debat bahasa Arab, perlombaan berlangsung di panggung utama. Pada babak final ini, proses penilaian tidak lagi menggunakan babak semifinal,” jelas M Afifi, Wakil Sekretaris Panitia MQKN ke V.
Diungkapkannya bahwa pada MQKN tidak melalui tahapan semi final lagi, karena kafilah yang berhasil melewati babak penyisihan merupakan perwakilan terbaik dari masing-masing cabang.
Pada babak penyisihan, proses penilaian dilakukan secara terbuka dengan menggunakan layar. Pada babak Final, majlis hakim akan melakukan penilaian secara tertutup. “Memang berbeda dengan babak penyisihan, sengaja kita buat tertutup biar lebih penasaran,” kata Ahmad Zayadi, Sekretaris Panitia MQKN ke-V.
Saat ditanya apakah nantinya tidak akan menimbulkan kecurigaan. Terlebih, penilaian secara tertutup rawan akan lobi-lobi. “Insya Allah tidak, kita percayakan saja sama dewan hakim,“ katanya.
Sumbar sempat komplai Dewan Hakim dalam debat putra. Soalnya menurut ril dan rekaman yang ada, Sumatera Barat bakal ke final. Namun komplain panas diabaikan Dewan Hakim. Maklum, memang sudah lazim, Jatim dan Jateng harus berjumpa di final.
Hingga hari kelima Musabaqh Qiraatil Kutub (MQK) Nasional V di Kota Jambi, makin banyak ‘keluarbisaan’ Dewan Hakim dalam memberi nalai. Mereka yang bertiga itu, memberi nilai yang berbeda dan mencolok bedanya, untuk tim yang sama-sama bisa, atau sama-sama tidak bisa. Dewan Hakim memang manusia.
Official Aceh bahkan mengawal nilai sejak dalam arena marhalah, dan saat direkap/direngkingkan di Sekretariat, selanjutnya dipublish via online (website). Ada cabang debat yang membuat ‘naik darah’ pendamping Aceh, misalnya Zarkasyi Yusuf dan Teuku Zulkhari. Soalnya saat diumumkan siapa juara, yang menentukan satu hakim, yang mestinya oleh dua-tiga hakim. Seperti ada kelainan saat rekap dan di portal.
Soal konten soal dan nilai, “Cabang Hadits-Ulya yang ditanyai bukan isi hadits, tapi lebih pada sharaf,” ujar Ustadz Alfirdaus SHI.
Soal independensi Dewan Hakim kadang dipersoalkan dalam memberi nilai. Hasil debat Putri DKI, misalnya, bahkan dikasih nilai tinggi di babak penyisihan. Seakan ada permainan nilai, padahal sama bagus dan sama tidak bagus dengan tim lainnya. Terbukti saat babak selanjutnya, yang nili tinggi yang dikasih Dewan Hakim tak berkutik di arena, kalah.
Salut untuk kawan seberang jauh. Sebanyak 23 dari 46 orang peserta santri Mushabaqah Qiraatil Kutub (MQK) dari kafilah Kalimantan Selatan masuk babak final. Selanjutnya 23 orang peserta tersebut Sabtu (6/9) kembali bertanding di pesantren As’ad Olak Kemang Kota Seberang Jambi.
Dari 23 santri yang masuk final tersebut 17 orang santri dari pondok pesantren Darussalim Kabupaten Tanah Laut. Konon perhatian Pemda luar biasa, modal sebelum ke acara, biasa dikantongi Pemda jutaan (sapai Rp 8 jutaan) per peserta. Tapi Aceh? Belum lagi pelatihan dan pembinaan mereka yang sudah dipersiapkan jauh-jauh bulan. Bagaimana kita Aceh?
Akhirnya, Jambi I melawan Kalbar, inipun komplain untuk tuan rumah. Saat Jambi vs Sumbar, dalam debat, Sumbar duduk bangun mempertahankan diri, tapi tetap kemenangan diberikan untuk tuan rumah.
Akhirnya, kru seumangat… untuk Aceh. Tarikh-Ula (Nabil Mardhatillah) di bawah pelatih Mulyadi Nurdin Lc MHum (dibantu Zarkasyi Yusuf), Fiqh-Ulya putri (Kana Rahmi) di bawah pelatih Saifullah Lc MA, Hadist-Ulya putri (Risna Wardani) di bawah pelatih Muzakir Zulkifli SAg, dan Akhlaq-Ula (Nabil Mardhatillah) di bawah pelatih Muklisuddin Marzuki MA, sedanTafsir-Ulya (Nurmasyitah) di bawah pelatih Dr Fauzi Saleh Lc MA (dibantu Alfirdaus), naik ke final dengan kitab kuningnya.
Berikut kami turukan nama kitab, baik yang Aceh masuk final maupun tidak:
Cabang Tarikh-Ula memperlombakan Kitab Khulashah Nur al-Yaqin karya Syaikh ‘Umar ‘ibn Abd Jabbar. Akhlaq-Ula dengan referensi Ta’lim al-Muta’allim fi Thariq at-Taa’llum, Syaikh Az-Zarnujy. Sedangkan Fiqh-‘Ulya memusabaqahkan Fath al-Mu’in ‘ala al-Syarh Qurrat al-‘Aini, Syaikh Zain ad-Din al-Mayabary.
Hadits-‘Ulya memakai Syarh an-Nawawy ‘ala Shahih Muslim, oleh Imam an-Nawawy. Untuk Akhlaq-Ula dengan kitab Sullam at-Taufiq, Syaikh al-Habib Abdullah bin Husain bin Tahir bin Muhammad bin Hasyim Ba ‘Alawy.
Sedangkan untuk cabang lain, yang Aceh tak masuk final, ini kitabnya, Nahwu-Ula: Al-Imrithy karya Syaikh Abu ‘Abdillah as-Sanhajy. Untuk Fiqh-Wustha: Fath al-Qarib al-Unjib ‘ala as-Syarh at-Taqrib, Syaikh Muhammad ibnu Qasim. Nahwu-Wustha: Al-Imrithy, Syaikh Syaraf ad-Din al-Imrithy. Cabang Akhlaq-Wustha: Syarh Kifayatu al-Atqiya’, Syaikh Bakr al-Makky ad-Dimyaty.
Untuk cabang Tarikh-Wustha: Ar-Rahiq al-Makhtum, Shafy ar-Rahman al-Mabarak Fury. Untuk Tafsir-Wustha: Tafsir Jalalain, Imam as-Sayuthy dan Imam al-Mahally. Hadits-Wustha: Subul as-Salam, Imam as-Shan’any. Ushul Fiqh-Wustha: Al-Waraqat fi Ushul al-Fiqh, Imam al-Juwainy. Sedangkan Balaghah dengan Jauhar al-Maknun, ‘Abd ar-Rahman al-Akhdhary.
Lalu untuk Nahwu-Ulya, ada Syarh Ibn ‘Aqil ‘ala Nazhm Alfiyat ibn Malik, Syaikh ‘Abdullah ibn ‘Aqil. Akhlaq-Ulya ada Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Imam al-Ghazaly. Tarikh-Ulya, as-Sirah an-Nabawiyah, Imam ibn Hisyam. Tafsir-Ulya, Tafsir ibn Katsir (Tafsir Al-Qur`an al-‘Azhim), karya Imam ibn Katsir.
Akhirya, ada Hadits-Ulya dengan Syarh al-Nawawy ‘ala Shahih Muslim, Imam An-Nawawy. Dan Ushul Fiqh ada Ghayatu al-Wushul, Syaikh Yahya Zakariyya al-Anshary. Serta Balaghah-Ulya ada ‘Uqud al-Juman, karya Imam Jalal ad-Din as-Sayuthy. Jadi, dari Khulashah hingga ‘Uqud al-Juman, kitabnya… [inmas]