[Banda Aceh | Yakub] Guna lebih mempercepatan pelaksanaan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Akronim Singkatan, dan KMA Nomor 9 Tahun 2016 tentang Tata Naskah dan Standar Operasional Prosedur (e SOP), Kemenag RI dan Kanwil Kemenag Aceh gelar acara sosialisasi sehari, Rabu (20 Juli).
Kepala Biro (Karo) Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) M Nur Arifin, salah satu pemateri acara bagi 40 peserta itu. Menurut ASN di Subbag Ortala dan Kepegawaian Bagian TU Kanwil Kemenag Afrizal ST, didapingi Kasubbag Ortala dan Kepegawain Samhudi SSi, bahwa peserta acara pada siang 15 Syawal 1437 H, terdiri dari jajaran Kanwil (18 orang), Kankemenag Banda Aceh dari unsur Kantor, KUA, MI, MTs, dan MA (11 orang), dan Kankemenag Aceh Besar dari unsur Kantor, KUA, MI, MTs, dan MA (11 orang).
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Drs HM Daud Pakeh membuka sosialisasi sehari itu, sebelum sukseskan pelantikan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Aceh di UPT Asrama Haji Aceh.
Kakanwil ajak peserta dapat menerapkan aturan persuratan dan tata naskah sesusi regulasi terkin, di unit kerja masing-masing. Selain itu, Kakanwil ajak jajaran Kementerian Agama menelaah dan memahami stiap regulasi yang ada, dan yang penting juga, adanya kesamaan penyusunan tata naskah dan tata persuaratan di kantor, sesuai aturan yang ada.
Sejumlah kendala dan kekurangan persuratan dipaparkan Kakanwil, misalnya, selama ini masih ada Kakankemenag yang asal teken saja surat di mejanya, pat ku teken, tanpa meneliti keliru atau benar konten dan posisi paraf dan tekenannya itu. Sosialisasi di Rumoh PMI Neusu – Ateuk Munjeng Baiturrahman Banda Aceh itu, dinarasumberkan pejabat Biro Ortala Sekjen Kemenag RI.
Narasumber di sela-sela paparannya, banyak sampaikan kekeliruan selama ini dalam menulis `awalan` dan `kata kerja (imbuhan)` dan dalam menyingkat kepanjangan (singkatan). Ia misalnya sampaikan, kini ada di antara warga yang menyingkat `nama anak` yang lahir pada `tujuh kliwon tujuh belas november` menjadi tuklitubenov.
“Ada aturan menyingkat dan menulis akronim. Misalnya `Kepala Kantor Kementerian Agama` bukan KAKANKEMENAG, tapi Kakankemenag. `Kepala Bagian Tata Usaha`, menjadi `Kabag TU`, bukan Kepala Batu,” tamsilnya, dengan sedikit bumbu-bumbu paparan yang kini banyak dipelesetkan orang, misal dari Agus (nama orang), dan itu akronim, menjadi dari `akal bulus`. Contohnya lagi, untuk Umar Bakri, dulu panggilan bagi guru, tapi ada saja yang mempelesetkan, untung masih ada rambut bagian kanan dan kiri.
Ajak narasumber, isi surat harus sesingkat mungkin. Jangan ceritakan panjang lebar, misalnya Menteri tiba di lokasi, dan makan lalu singgah, di mana dan bersama siapa lalu awali acara apa, lalu membuka acara. Katanya, jika surat pribadi, tak perlu kop. Jadi ada keterkaitan isi dengan dinas apa.
“Yang membedakan surat dulu dan sekarang, misalnya pada nama saja tanpa gelar dan titel, serta tanpa NIP,” tutupnya, dengan alasan memang begitulah aturannya, di samping Nomor Induk Pegawai/NIP itu memang ‘rahasia’ seseorang.
Selain M Nur ada Donna Aprillida SH, Kepala Bagian (Kabag) Tata Laksana pada Biro Ortala Sekjen Kemenag RI, lengkapi materi, antara lain mengenai Pedoman Tata Naskah pada Kementerian Agama. Acara hingga sore itu ditambah juga oleh jajaran Biro Ortala lainnya, hingga lengkaplah materi untuk peserta sosialisasi di bidang kearsipan, di cuaca hujan siang ini. []