[Banda Aceh | Muhammad Yakub Yahya] Allah telah menyuratkan (menggariskan) sejumlah kondisi-situasi, keuntungan-kebuntungan, peluang-pecundang, untuk setiap kita, manakala kita lahir kuaa kuaa kuaa, merangkak, dan berjalan-jalan di atas bumi mungil ini.
Pun demikian, jalan baik-buruk, kanan-kiri, dibentang pula di hadapan kita, untuk kita pilih dengan segenap rayuan setan, ajakan nafsu, tantangan alam, dan kebebasan serta ego kita.
Sungguh, kita terlahir dengan derajat alim-awam, kaya-papa, payah-mudah, sehat-sakit, lahir-mati, kawin dengan siapa, dan surga-neraka pun, telah tergores di alam ‘azali sana.
Maka tidak ada jaminan si baik akan mati baik, dan si buruk akan mati buruk, dan inilah yang bisa dan biasa bikin masygulkan hati mu’min yang harap-cemas akan husnul khatimah (happy ending), dan betapa misteriusnya hidup-mati kita ini.
Seorang murid bertanya, “Pak, jika memang rezeki sudah ditakdirkan, kenapa kita harus berusaha?” Guru tersenyum dan bilang pada siswa di madrasahnya, “Jika memang sudah ditakdirkan, kenapa kamu tanya lagi, Nak.”
Saat ditanyai sahabat, pada Rasulullah SAW, “Jika memang surga dan neraka telah ditentukan, kenapa kita berusaha, kenapa kita beramal di dunia, ya Rasulullah?”
Nabi Muhammad SAW yang ma’shum dan yang dijamin Allah masuk surga mengajak, bahwa beramalallah kamu, sebab Allah akan membantu memudahkan jalan (amalan) itu.
Ya, jika kita ditakdirkan ke surga nanti, terasa mudah jalan ibadah apa pun, ringan bangun shubuh, gampang berjamaah, dan lempang ke pengajian misalnya. Jika ditimbang dengan kesempatan yang sama, bagi si malas, seakan ibadah itu, tidak mungkin dilakukannya, dan beraaat rasanya.
Sebaliknya, jika alamat seseorang ke neraka kelak, Allah persukar dan berbelit-belit untuk ibadah, sulit bangun shubuh, payah shalat, dan ada saja alasan untuk bergabung (elak) dengan pengajian, kajian, dan majelis ilmu.
“Kita ke Taman Sari ini, kita bisa luangkan kesempatan untuk dengar kajian ini, karena rasa sayang Allah pada kita. Tanda-tanda Allah sayang pada kita, antara lain, Allah sibukkan kita dengan ilmu agama, dengan kajian dan halaqah. Oleh karenanya, simaklah kajian dalam majelis ini, ikuti dengan betul dan tuntas. Bulan depan juga akan digelar Jumat (5/12), dan bawa kawan ramai-ramai ke sini,” ajak Kadis Syariat Islam Kota Banda Aceh H Mairul Hazami MSi, di depan pejabat, jajaran Kanwil Kemenag Aceh, siswa, dan undangan di Taman Sari, di depan Kanwil Kemenag Aceh (yang sedang ‘pindah-pindah’) Banda Aceh (21/11) itu.
Lanjut Tgk Mairul Hazami, yang mewakili Walikota Banda Aceh, pagi Jumat (28 Muharram 1436 H) itu, bahwa syariat Islam pun tanda sayang Allah pada orang Aceh. Syariat tidak melanggar HAM, dan sanksinya tidak mencelakakan manusia.
Sementara H Qasim Nurseha Lc MA (Penulis Buku, Alumni al-Azhar Cairo), sebagai penceramah dan pemandu doa, ajak warga Aceh wariskan ilmu agama pada anaknya. Toleransi antar agama, yang dibangun ada batasan yang harus dipahami, yang hanya untuk mu’amalah (di luar ‘aqidah), jangan sampai kita digiring ke kesyirikan dan ke kemurtadan.
Penulis buku kritis, misal “Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia” ini, dalam Dakwah Umum (Kajian Jumatan Umum) yang digelar Pemkot Banda Aceh itu, bercerita penyebab kemorosotan umat, akhlak ulama, perangai pejabat, pahlawan tempo dulu dan masa kini, dan qiyamul lail (bangun ibadah malam).
“Qiyamul lail, sebagai amalan para shalihin, yang memenangkan jihad kita…,” lanjut Ustadz H Qosim Nurseha MA, yang lulusan al-Azhar Kairo, yang mengambil program pasca sarjana di ISID Gontor, Ponorogo itu.
“Maka jangan merasa rugi dengan tidak sekolah setengah hari, karena hadiri kajian seperti ini. Ini sama dengan dan bahkan lebih dahsyat dari materi di ruang sekolah. Kajian dan majelis zikir adalah ajang dicurahkan rahmat Allah di dalamnya…,” tutup Pak Mairul. Lon, setuju….[inmas]