CARI
Rekomendasi Keywords:
  • Azhari
  • Kakanwil
  • Hari Santri
  • Halal
  • Islam
  • Madrasah
  • Pesantren

Selamat Idul Fitri, 10 Etika Bertamu

Image Description
Inmas Aceh
  • Penulis
  • Dilihat 1357
Kamis, 24 Juli 2014
Featured Image

[Banda Aceh | Muhammad Yakub Yahya]  “Tradisi kita di sini, musim bertamu, silturrahmi, setahun dua kali. Tahun 1435 H/2014 ini, awal Syawal sekali dan pertengahan Dzulqaidah dua bulan lagi, sekali lagi (jika belum meninggal). Kunjung-mengunjunglah, moga kian menambah kasih sayang, kata kakek kita,” kutip penceramah di Masjid Dolog Aceh, Banda Aceh, malam ke 26 Ramadhan, Rabu malam (23/7).

“Silaturrahmi, amalan surgawi. Yang rajin menunaikannya, insya Allah akan menggapai Jannah juga. Tradisi ini tentu tak pernah usai, sampai masuk ke surga-Nya. Sebab bertamu bukan hanya dua hari raya, tapi sepanjang bulan. Ada yang picik sebagian kita memahami selama ini, bahwa silaturrahmi atau silaturrahim dan salam-salaman di Aceh memang lazim di awal Syawal. Padahal lebih baik lagi jauh sebelum memasuki bulan puasa. Masuk Ramadhan mestinya kita sudah bersih, sesama insan dan dengan Ilahi. Maaf-maafan, terutama dengan keluarga besar dan tetangga mestinya setiap hari. Bukan setahun dua kali. Sebab dosa sesama kita bukan dua kali, bukan dua buah, dalam setahun,” lanjut penceramah dari Subbag Inmas Kanwil, yang seusai ceramah dapat kiriman salam as-salamu’alaikum, kepada Kakanwil, dari jajaran Bulog Aceh.

“Mungkin memadai setahun dua kali, buat saudara yang jauh dengan kita, sebab biasa kita jarang bersua. Jarang bertatapan, otomatis sedikit dosa harian, kecuali kita yang doyan mengumpat, menggunjing, buruk sangka, mencela, dan fitnah. Memang dosa tak ada tapal batas. Dengan saudara jauh pun bisa kita tumpuk dosa setiap hari. Nabi mengingatkan, bahwa azab kubur itu banyak karena ulah mulut atas dan ‘mulut bawah’: lisan kita dan kencing yang tak kita sucikan. Maka salam-salaman seusai shalat, sejauh tidak mengganggu yang kita salami, dinilai amal yang baik di bebarapa mushalla Aceh. Sama halnya dengan ziarah kubur. Mestinya bukan hanya dua hari raya kita ke makam, tapi setiap hari, atau setiap pekan,” lanjutnya di hadapan jamaah yang masih memanjag ke halaman, di masjid yang di timur DPRA, kawasan Kuta Alam itu.

Lanjut penceramah, di masjid yang tarawihnya dipimpin oleh Prof Dr Tgk H Muhsin Nyak Umar MA (yang termasuk shalat sunat tarawih tercepat selesai, karena ayat yang dibaca usai Al-Fatihah ‘cuma’ 1 ayat) itu, “Ada 10 etika yang sekarang kita pandang sepele: waktu dan etika bertamu. Agar pertamuan penuh kesan, berpahala, menjadi kunci surga, diampunkan dosa, ditambah rezeki, dan dipanjang umur, Islam mengajarkan bahwa saat bertamu bagus tidak dalam tiga waktu: lewat isya, sebelum shubuh, dan usai zhuhur. Sebab tiga waktu itu saat rata-rata kita sedang beristirahat dan membuka pakaian. Budaya kerja dan adat kita saja yang sering melanggar aturan waktu bertamu yang telah digariskan. Sehingga jika tak ada kebaikan dalam bertamu, mestinya bukan agama yang kita salahkan, tapi kebiasaan setempat kita. Ketika ditawarkan ajaran yang baik kita klaim itu budaya Arab, namun ketika musibah datang, kita tunjukkan ke jidat orang.”

Bismillah, langkah pertama dari rumah, saat berangkat meujamee, diiringi  dengan ikhlaskan hati dalam diri ini. Jangan ada target duniawi yang murahan, selain dimotivasi oleh perintah Allah, menebarkan salam dan kasih sayang. Merajut ukhuwah dan tali kerahiman yang bakal putus. Mencari kurnia Allah dan menggapai ridha-Nya. Setiba di tempat, memberi salam, ini kedua. Tiga kali mengucapkan salam diiringi dengan ketukan pintu atau bel, tak ada jawaban sang tuan rumah, silakan kita pulang. Kalau tidak, kita siap dituduh pencuri. Kelamaan di depan dan halaman rumah orang, tanpa didampingi pemilik rumah atau tetangga, lalu ada yang kehilangan seperti pot bunga atau sandal, kita beralasan dituduh maling,” sambungnya. 

Sambungnya, “Haram mengintip dan mendesas-desuskan aib saudara lain, yang ketiga. Dipandang hina dan jahat kita yang mengintip lewat lobang kunci, jendela, atau gorden. Bagus berdiri di samping daun pintu, menunggu tuan rumah membuka pintu, atau pintu memang posisi terbuka. Sebab ada saatnya tuan rumah belum siap, dengan busana dan penampilan apa adanya. Akan terkejut dan pingsan tuan rumah, jika berhadapan langsung dengan tamu pas di depan pintu. Jangan kita masuk tanpa dipersilakan. Tidak duduk sebelum diarahkan duduk. Juga tidak makan serta minum tanpa duluan diaba-abakan. Pokoknya semuanya tunggu persilakan. Namun jika tuan rumah lupa atau kurang bisa basa-basi, kita boleh memancing dengan sopan. “Saya minum ya, pinjam album ya?” Orang sekarang mungkin pikun.”

“Keempat, kita masuk, duduk, minum, atau memegang apa pun tanpa izin, dinilai keterlaluan. Siapa sangka ada kursi yang rapuh, kita duduki duluan, patah. Siapa tahu ada cincin di bawah koran yang kita baca, tanpa izin, lenyap. Jika kehilangan barang di rumah orang, walau bukan kita yang ambil, kita beralasan dituduh maling. Ini kebiasaan tuan rumah juga, yang sok pamer. Semua dipampangkan di ruang tamu, walaupun dinding sesak dan padahal itu layak di ruang tidur. Tipis sekali batas memang antara pamer dan tujuan mengumumkan nikmat Allah,” kupasnya

Satu lagi, “Kelima, jangan suka ke kamar kecil saat bertamu. Hajat kita ini, selesaikan di rumah sendiri, sebelum bertamu. Kamar belakang itu rahasia dan ukuran kebersihan, dan malu ditonton tamu.”

Keenam, Bagus jangan membawa perkara ilmiah dalam pertamuan. Tidak berdebat, tidak membicarakan orang. Jangan sok alim dan sok tahu. Jangan menggosip, dan tidak banyak tanya ini dan itu dalam silaturrahim itu, kecuali hal-hal ringan saja. “Berapa putra-putri, kelas berapa ya?” misalnya. Jangan bawa bab kuman, virus, dan penyakit, lantaran kita kuliah di kedokteran, di meja tamu, saat ada lalat hinggap atas timphan, misalnya. Jangan bahas krisis Ukraini-Rusia di rumah orang. Jangan gunjingkan tetangga di rumah tetangga. Jangan bawa (upat) Prabowo atau Jokowi ke ruang tamu orang. Tuan rumah juga jangan ceritakan inflasi dan harga beras lagi mahal, sambil mempersilakan tamu makan, “Tambah lagi, jangan malu-malau, anggap rumah sendiri,” tamsil dan sambung penceramah yang berkacamata minus 1,5, yang sering disahuti pendengar malam itu, dengan sedikiit senyuman.

Ketujuh, jangan suka kita kritik tuan rumah, dan menyudutkan. Kita juga sarat kekurangan. Juga mulia, kedelapan, tidak liar mata ini, di ruang tamu orang. Bersahaja saja. Sebab salah satu ciri pencuri adalah mata yang se so,“ lanjutnya.

Kesembilan, Amat mulia jika kita pamit saat azan, atau mengajak shalat berjamaah di rumah, atau taun rumah yang mengajak. Jangan berlomba ketawa dan bercerita padahal muazzin lagi azan di menara mushalla. Jika tuan rumah sering lihat jam, (pura-pura) menguap, atau kata kiasan-sindiran lainnya, kita pamit saja. Artinya kita dipersilakan pulang, malam sudah larut, “Jangan ganggu kami.” Atau tunggu kita diusir.

“Akhirnya, kesepuluh, pulanglah dengan assalamu‘alaikum, salaman lagi, seperti saat kita masuk rumah. Bukan kata-kata: bai-bai dan da-da, kayak di film jahat,” pamit pencermah, dan turun shalat bersama, sebelum mengucapkan, “Mohon maaf lahir batin, Selamat lebaran….” []

[Foto: Baliho Idul Fitri 1435 Hijriyah dari Kakanwil, degan kata-kata “Selamat Idul Fitri 1435 H, Minna wa Minkum Taqabbalallah, Mohon Maaf Lahir dan Batin”, yang semalam pukul 22.00 WIB dipasang Sekuriti, dan didesain Khairul Umami SSosI, Subbag inmas Kanwil]

Tags: #

Tentang
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh adalah unit vertikal Kementerian Agama di provinsi dan membawahi beberapa kantor kementerian agama di kabupaten dan kota.
Alamat
Jalan Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Lainnya
Media Sosial
© 2023 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
Oleh : Humas Kanwil Aceh