[Linge | Mahbub Fauzie] Kami dari unsur Muspika Kecamatan Linge menghadiri acara Pemilihan Mukim Singah Mata Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah bertempat di Kampung Persiapan Simpang Linge (eks. Ketapang).
Dalam ajang demokrasi pemilihan Mukim Singah Mata itu, terpilihlah Tgk Usman yang selama ini menjadi Petue dalam Sarakopat dan pernah menjadi Reje serta Imem di Kampung Ise-Ise sebagai peraih suara terbanyak dari 3 (tiga) kandidat yang ada.
Pemilihan Mukim Singah Mata itu digelar karena masa jabatan Mukim sebelumnya Ali Mursada sudah habis, maka perlu diadakan pemilihan kembali untuk masa jabatan 5 tahun kedepan sebagai Mukim Singahmata. Demikian dikatakan Suardi selaku Ketua Panitia dan juga Sekretaris Camat Linge.
Suardi juga menyampaikan, dari hasil penjaringan calon Mukim, muncul 3 kandidat. Yaitu Usman (Petue Kampung Ise-Ise), M Nopal (Petue Kampung Simpang Linge) dan Ali Mursada (Mukim sebelumnya).
“Mereka dipilih oleh pemilih yang terdiri dari unsur Sarakopat, unsur wanita, unsur pemuda dan tokoh agama dari 7 kampung yang ada di Kemukiman Singahmata,” ujar Sekcam sembari merincikan bahwa masing-masing kampung peserta pemilih berjumlah 8 orang. Dengan total pemilih dari 7 kampung berjumlah 56 suara plus 3 suara Kandidat, semuanya menjadi 59 suara.
Akhirnya setelah usai pemungutan suara, hasilnya Tgk Usman dengan nomor urut 1 memperoleh 25 suara. Nomor urut 2 M Nopal mendapat 21 suara, dan Ali Mursada dengan nomor urut 3 meraih 13 suara.Dengan hasil tersebut, dipastikan Tgk Usman berhak menjadi Mukim Singahmata untuk masa jabatan 5 tahun ke depan. Tinggal menunggu SK dan pelantikan, Ujar salah seorang panitia Zulkarnain Banta Owaq.
Hadir dari unsur Muspika Linge selain Sekcam, Kapolsek Linge Ipda Sastra Wijaya SH, Danramil 04 dihadiri oleh Serda Inf Amran Mukmin dan kami dari KUA Kecamatan Linge juga hadir dan diminta memberikan kata-kata pengarahan dalam acara tersebut.
Mukim, Penegak Syariat Islam
Setelah Camat, Danramil dan Kapolsek memberikan arahan-arahannya, giliran kami menyampaikan sekadar ‘sekapur sirih’ arahan terkait dengan eksistensi Mukim di tengah-tengah masyarakat.
Sekilas kami uraikan, dalam acara Selasa tanggal 24 Mei itu bahwa kedudukan Mukim dalam struktur pemerintahan dan masyarakay Gayo pada khususnya sangat signifikan sekali dalam hal kepemimpinan adat, agama dan juga lingkungan hidup.
Hal tersebut tidak terlepas dari tradisi yang sudah mengakar di tengah-tengah masyarakat adat Gayo danjuga masyarakat Aceh. Hanya di bumi Serambi Mekkah inilah ada kepemimpinan Mukim atau Imeum Mukim sebagai ‘nahkoda’ pemerintahan dan juga agama di tingkat kemukiman.
Secara struktur, Mukim berada di antara Camat sebagai pimpinan tertinggi di kecamatan dan Reje (Kepala Kampung, Geuchik) pimpinan di tingkat kampung / gampong. Namun, kepemimpinan Mukim atau Imeum Mukim sangat ‘khas’ dan berbeda dengan Camat dan Reje atau Kepala Kanpung.
Dari yang kami baca dan ketahui dari cerita para orang tua kita, mukim adalah sosok pemimpin yang kalau dilihat dari tradisi jaman dahulu orang yang sudah memiliki ‘maqam’ multi ahli dalam hal penguasaan adat istiadat serta pengetahuan agama yang mumpuni. Nah, masih kata orangtua, orang yang menjadi Mukim adalah yang mempunyai kriteria seperti itu. Sehingga eksistensi Mukim ketika itu sungguh luar biasa.
Sekarang bagaimana? Dengan sistem pemilihan ala demokrasi, walau mungkin ‘polanya’ lebih khusus yakni dengan pemilih khusus dari unsur-unsur masyarakat yang sudah ditentukan sesuai peraturan yang dibuat sekarang, baik dalam qanun maupun undang-undangn. Apakah Mukim sekarang sama seperti dulu?
Maka, dalam sambutan dan arahan kami, sesuai dengan tradisi dan juga yang disiratkan serta yang tersurat dalam Qanun dan undang-undang Pemerintahan Aceh; kedudukan Mukim harus benar-benar mewujud sesuai dengan yang menjadi harapan kita semua.
Sebagai pemimpin pemerintahan, adat dan agama di tingkat kemukiman hendaknya bisa menjadi koordinator bagi Reje-reje yang ada di wilayahnya. Lebih khusus di bidang agama, Imeum Mukim hendaknya bisa menjadi penggerak utama penegakkan Syariat Islam dan juga Syiarnya.
Ini inti yang kami sampaikan, bahwa Imeum mukim kita harapkan bisa menghidupkan suasana syiar Islam di wilayah kemukiman yang dipimpinnya. Beliau bisa berkoordinasi dengan para Ama Reje, Ama Imem dan unsur-unsur Sarakopat serta tokoh agama, pemuda dan wanita dalam menggerakkan semangat kehidupan beragama.
Mukim rajin turun ke kampung-kampung dan tampil di mimbar-mimbar jumat secara bergilir dari satu masjid ke masjid lainnya dengan pandai mengatur waktu. Hidupkan kegiatan pengajian-pengajian keagamaan mulai dari tingkat dusun, kampung dan juga kemukiman.
Mukim hendaknya rajin bersilaturrahmi ke Reje dan Imem untuk ‘serap pendapat’ solusi penyelesaian masalah umat. Baik terkait problem pembangunan, akhlakul karimah dan juga yang lainnya. Intinya bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat.
Kita yakin, dengan semangat nenghidupkan tugas pokok dan fungsi Mukim, Insysa Allah umat dan masyarakat Gayo pada khususnya dan kita pada umumnya akan terwujud masyarakat adat yang berwibawa dan bermartabat. Wallahu a’lam bish-shawab. [yyy]
[Mahbub Fauzie, S.Ag, Kepala KUA Kec. Linge]